Laporkan Masalah

Pendelegasian kewenangan Kecamatan :: Studi kasus pada Kota Banjarmasin

RIDHANI, Yudi, Prof.Dr. Miftah Thoha

2005 | Tesis | Magister Administrasi Publik

Pergeseran status kecamatan menjadi perangkat daerah menuntut penyesuaian kewenangan yang dimiliki. Merujuk kepada UU No. 32 Tahun 2004 ada beberapa kewenangan yang dapat didelegasikan kepada kecamatan yaitu kewenangan pemberdayaan, koordinasi, fasilitasi, pembinaan dan pengawasan serta pelayanan publik. Kenyataanya pelimpahan kewenangan di kota Banjarmasin baru sebatas kewenangan pelayanan bidang perizinan. Kewenangan yang didelegasikan juga menemui kendala pada tataran operasionalnya karena tidak adanya dukungan dana, sarana dan SDM yang memadai. Dari kenyataan itu dapat dikatakan pendelegasian kewenangan kepada kecamatan di kota Banjarmasin masih belum optimal. Sehingga penulis tergerak untuk melihat lebih jauh mengenai pendelegasian kewenangan kecamatan dengan pertanyaan pokok : ”Mengapa pendelegasian kewenangan dari walikota kepada kecamatan di kota Banjarmasin belum sepenuhnya dilaksanakan ? Studi ini bertujuan mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi terhambatnya pendelegasian kewenangan kecamatan, untuk menjawabnya digunakan konsep kualitas SDM, struktur, dan kultur sebagai faktor yang berpengaruh. Kualitas SDM merupakan unsur penting dalam mencapai tujuan organisasi, kualitas akan terlihat dari kemampuan pegawai melaksanakan tugas dan untuk meningkatkan kemampuan bisa ditempuh dengan pendidikan. Differensiasi kekuasaan secara vertikal dalam struktur birokrasi menimbulkan gejala “dekat–jauh” antar unit kerja, dan secara horizontal menimbulkan aspek spesialisasi tugas yang dalam batas-batas tertentu bisa menciptakan efisiensi. Dalam struktur birokrasi yang menganut formalisasi eksistensi suatu peraturan sangat diformalkan dalam pelaksanaan tugas. Masalah struktur juga berkaitan dengan kultur birokrasi, akibat struktur kekuasan yang memusat berdampak pada orientasi pegawai lebih condong keatas dan hubungan yang terjadi antara atasan bawahan layaknya hubungan patron-client. Studi ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Untuk analisis data digunakan analisis konfirmasi. Hasil studi lapangan pada kota Banjarmasin didapat gambaran belum optimalnya pendelegasian kewenangan karena masih kurangnya koordinasi, belum lengkapnya aturan, serta asas spesialisasi. Faktor kultural ditimbulkan oleh masih kuatnya orientasi top down dari birokrasi serta adanya perilaku kada nyaman hati (sungkan). Sedang dari kualitas SDM yang perlu diperhatikan adalah kemampuan aparat kecamatan serta pendidikan tehnis fungsional. Identifikasi kewenangan dengan mengintensifkan koordinasi antara dinas dan badan dengan camat dilakukan agar pendelegasian kewenangan bisa dioptimalkan. Format kewenangan yang akan dituangkan ke dalam keputusan Walikota agar lebih operasional lengkap dengan perkiraan kebutuhan dana, sarana dan SDM sesuai kebutuhan. Adakan pendidikan tehnis fungsional untuk menunjang kemampuan pegawai kecamatan. Agar dapat dievaluasi secara objektif siapkan tolok ukur kinerja kecamatan.

Change of subdistrict status to be regional body requires adjustment of authority. According to Law No.32.2004, there are some authorities that can be delegated to subdistrict: empowerment, coordination, facilitation, guiding, controlling and public service. In fact, delegation of authority in Banjarmasin is only in providing service of license. The delegated authority also face constrain of no support of fund, facility and human resource. So, it indicated that delegation of authority to subdistrict in Banjarmasin is still less optimal. Therefore, the author is motivated to see further on delegation of authority to subdistrict with main questions: Why delegation authority from municipality to subdistrict in Banjarmasin is not be carried out fully? This study aimed to identify factors influencing obstructed delegation of authority to subdistrict. To answer this question, the research used human resource, structure and culture as influencing factors. Quality of human resource is important element in achieving organizational goals. Quality will be appeared from capability of employee in doing their jobs and quality improvement can be carried out through education. Vertical power differentiation in bureaucracy leads to near-far symptom between working unit and horizontally create job specialization that in certain limit can create efficiency. In a bureaucratic structure holding formalization, existence of a regulation is formalized in doing job. Structure problems also relates to bureaucratic culture; due to pyramidal power structure, orientation of employee tend to above and relationship between superior and employee is as patron-client relationship. This study is descriptive research with qualitative approach. Data was analyzed using confirmatory analysis. Result of field study indicate that delegation of authority have not been optimal because there are lack of coordination, incomplete regulation and specialization principle. Cultural factors contributing in this condition are top-down orientation and attitude of reluctance. In human resource aspect, capability of subdistrict employee and technical functional capability should be improved. Identification of authority by intensifying coordination between office and body of municipality and head of subdistrict should be done in order to optimize delegation of authority. Format of authority stated in decree of major should be more operational competed with estimation of fund, facility and human resource needed. If necessary, technical functional education may be provided to support capability of subdistrict staff. In addition, to evaluate objectively subdistrict performance, some criteria should be made previously.

Kata Kunci : Pendelegasian, Kewenangan Kecamatan, Kota Banjarmasin


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.