Perdebatan paradigma kapitalistik dengan sosialistik dalam pengembangan kebijakan anti kemiskinan di Indonesia
SULHIN, Iqrak, Dr. Muhadjir Darwin
2006 | Tesis | S2 Magister Studi KebijakanProses kebijakan publik, khususnya kebijakan anti kemiskinan tidak akan lepas dari peran paradigma. Paradigma memberikan acuan kepada setiap analis kebijakan apa yang menjadi masalah dan bagaimana cara penyelesaiannya. Dalam perkembangannya, dua paradigma utama yang berpengaruh dalam proses kebijakan publik tersebut adalah kapitalisme dan sosialisme. Kapitalisme di satu sisi menganjurkan kebijakan publik diserahkan pada mekanisme pasar, individualisasi kesejahteraan, komodifikasi, dan minimalisasi peran negara. Sebaliknya, sosialisme menekankan keterlibatan aktif negara dalam kebijakan publik, mendukung upaya menciptakan pemerataan atau keadilan sosial. Studi ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana perdebatan paradigmatik dalam pengembangan kebijakan publik, khususnya kebijakan anti kemiskinan di Indonesia. Khususnya kritik sosialisme di tengah hegemoni kapitalisme. Namun sosialisme yang dimaksud dalam studi ini tidak seperti model negara sentralistik (etatisme), yang tidak mengakui hak milik serta inisiatif individu. Sosialisme dalam hal ini adalah paradigma yang menekankan keberpihakan proses kebijakan publik pada kepentingan masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap sumber daya ekonomi dan politik. Negara dalam hal ini tidak dominatif, namun menjalankan kewajibannya menjamin kesejahteraan sosial. Untuk menjelaskan perdebatan paradigma tersebut studi ini melakukan penelusuran kepustakaan berupa buku, artikel media massa, makalah dan tulisan ilmiah, yang ditulis oleh sejumlah stakeholder aktif dalam analisis kebijakan anti kemiskinan. Stakeholder aktif tersebut direpresentasi oleh elit negara, kalangan swasta, dan unsur masyarakat sipil. Sementara itu, periode yang menjadi konteks penelitian ini adalah Orde Baru dan Pascanya. Studi ini menyimpulkan, bahwa perdebatan paradigmatik dalam pengembangan kebijakan anti kemiskinan di Indonesia didominasi oleh kapitalisme. Dominasi ini, terjadi karena proses kebijakan publik yang kapitalistik tersebut bersifat elitis dan teknokratis. Hal ini terkait dengan dominannya peran elit intelektual serta elit negara pro pasar dalam proses kebijakan. Selain itu, dominasi ini juga disebabkan oleh adanya tekanan lembaga keuangan global, seperti IMF. Tekanan ini membuat Indonesia memiliki alternatif kebijakan publik yang terbatas. Lebih dari tiga dasawarsa Orde Baru, kapitalisme berperan besar dalam mengarahkan kebijakan publik. Sementara era reformasi lebih merupakan sebuah keberlanjutan hegemoni kapitalisme tersebut. Latar yang memungkinkan dominasi kapitalisme tersebut sekaligus menjelaskan kekalahan wacana-wacana sosialistik dalam pengembangan kebijakan publik di Indonesia. Namun demikian, kasus Indonesia memperlihatkan adanya dualisme paradigma dalam praktek kebijakan publik. Di tengah dominasi kapitalisme selama Orde Baru dan pascanya, pemerintah dalam kasus tertentu memperlihatkan keberpihakannya pada wacana-wacana sosialistik. Seperti yang diperlihatkan oleh kebijakan Inpres Desa Tertinggal mulai tahun 1994, dan bantuan langsung tunai sebagai bentuk kompensasi atas kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak pasca krisis ekonomi 1997/1998.
Public policy process, especially anty poverty policy can not avoid the influence of paradigm. Paradigm in this case give the policy analist what become the problems and how to solve it. There are two main paradigm in the development of paradigm it self. Both of them are capitalism and socialism. Capitalism suggest market mecanism as base of public policy, prosperity is an individual matter. Capitalism also prefer to make the public services as an economic commodity, and minimalization of state intervention. On the other side, socialism emphasize the active intervention of the state in public policy, and force the state to make social justice or income equality. This research try to find the map of paradigm debate in anty poverty policy development in New Orde and after New Orde Indonesia. Specially to find the socialistic critics in the middle of capitalism hegemony. The definition of socialism in this research, is not like the concept of etatism state, whichis not accept individual property and individual initiative. Socialism is a taking side paradigm in policy process, to the interest of society who do not have enough economic and political capital. In this model, states are not dominan, but consistent in fulfilling the right of society to social prosperity. In Order to explain the debate, this research uses the literature study method. The analysis unit consist of books, mass media article, and academic paper, which is been written by stakeholders involve in anty poverty policy analysis. These stakeholder could come from the state elite, private, and civil society. The periode of this research is New Order Indonesia and the after. This research conclude, that the paradigm debate in anty poverty policy development in Indonesia dominated by capitalism paradigm. This domination happen because of the elitist and technocratic policy process. Beside, this domination also caused by the presure of international finantial institution, like the International Monetary Fund. This presures make Indonesian governmant do not have variative policy alternative. More than 30 years of New Order Indonesia, capitalism play dominan role in public policy. This domination still exist in post crisis or reformation era. This capitalism domination all at once become the explanation for the defeat of socialism discources in the development of Indonesian public policy. However, Indonesian public policy process display the presence of paradigm dualism. In the middle of capitalism domination during New Orde and post crisis era, the Indonesian government show the accommodation of socialistic discources in a certain case. It confirm by the Inpres Desa Tertinggal policy, start at 1994, and by direct help in form of money as a compensation of oil price increase in post economic crisis 1997/1998.
Kata Kunci : Kebijakan Publik,Kemiskinan