Laporkan Masalah

Kesepakatan tentang referendum di Timor Timur

PEREIRA, Celestino Boavida, Prof.Dr. Mohtar Mas'oed

2006 | Tesis | S2 Ilmu Politik (Hubungan Internasional)

Pada Tahun 1997, terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia yang menyebabkan terjadinya hambatan di berbagai bidang pembangunan seperti: ekonomi, politik, sosial dan budaya. Hal ini menjadi penyebab terjadinya demonstrasi dari berbagai kalangan, khususnya di lingkungan kampus. Desakan mahasiawa membuahkan reformasi pada awal tahun 1998, yang pada akhirnya terjadi pergantian pemimpin. dari Presiden Soeharto diganti oleh Wakil Presiden Pro. B.J. Habibie. Karena tuntutan dari negara-negara luar Eropa dan Asean agar Indonesia terus melakukan reformasi dalam politik dan khususnya membantu Propinsi yang ke 27 yaitu Timor Leste agar bisa menentukan nasibnya sendiri. Berhubungan hal itu, desakan-desakan tetap dilakukan oleh Portugal sebagai bekas kloni Timor Leste, dengan Pemerintah Indonesia bersama menentukan masa depan Timor Leste. Sehingga sampailah Kesepakatan 5 Mei 1999 di New York yang terjadi antara Indonesia dan Portugal di bawah koridor PBB yang merancang suatu cara prosedur konsultasi melalui penentuan pendapat secara, rahasia, langsung dan universal. Perubahan politik dunia dan dalam negeri Indonesia yang Implikasinya terjadilah kebijakan pemerintah Indonesia atas Timor Leste, sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung Indonesia telah memberi kepercayan kepada rakyat Timor Leste untuk menentukan nasibnya sendiri dengan cara melalui jajak pendapat (public election) untuk memilih Daerah Otonomi Khusus atau Merdeka. Maka realitasnya di lapangan mulai Polri dan TNI mendampingi UNAMET selaku misi PBB yang dibentuk berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB tertanggal, 5 Mei 1999, No. 1246 untuk menjalankan tugas jajak pendapat di Timor Leste. Puncaknya pada 30 Agustus 1999, secara serentak jajak pendapat diadakan di seluruh Timor Leste maupun di luar Timor Leste yang dengan perolehan suara dari kedua kubu itu masing-masing dari prokemerdekaan 78,50% dan pro- integrasi 21,50%.

In 1997, monetary crisis hit Indonesia leading to obstacles in various development sectors, such as economic, politic and socio-cultural. This condition triggered protests from various communities, particularly academicians. Students’ urges resulted in reformation of early 1998 leading to leader succession from President Soeharto to Vice-president Prof. B. J. Habibie. Countries beyond European and ASEAN demanded Indonesia to continuously perform political reformation especially to assist its 27th province, i.e. East Timor to determine their future. Related to this, Portugal consistently also insisted Indonesia on the East Timor future as former their colony. Therefore, on 5 May 1999 the New York Agreement was ratified between Indonesia and Portugal under UN’s supervision designing consultation procedures of providing opinion for Timorese in secret, direct and universal way. International and national political changes had brought implications toward Indonesian government policy on East Timor. Hence, directly or indirectly, Indonesia provided East Timorese with confidence to determine their future through public election with Special Autonomy District or Independence. Hence, as realization, POLRI (Indonesian Police) and TNI (Indonesian National Armed Forces) accompanied UNAMET as UN mission established according to the UN Security Council’s Resolution No.1246, 5 May 1999 to hold public election in East Timor with votes gathered from pro-independence and pro-integration groups of 78.50% and 21.50%, respectively.

Kata Kunci : Politik,Referendum,Timor Timur


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.