Manajemen konflik sosial :: Studi kasus Konflik warga Bugis dengan warga Bali di desa Air Periukan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma Bengkulu

SAPARUDIN, Drs. Mashuri Maschab, SU

2006 | Tesis | S2 Ilmu Politik (Politik Lokal dan Otonomi Daerah)

Ketika pemerintah membangun pemukiman transmigrasi asal Jawa dan Bali di lokasi Desa Air Periukan Kecamatan Sukaraja Bengkulu tahun 1980 dan 1983, mulai terbangun interaksi sosial antara masyarakat dari etnis Jawa , Bali dan penduduk asli Talo. Sekalipun mereka berasal dari etnis yang berbeda, meraka dapat hidup harmonis, tanpa halang rintang yang berarti. Akan tetapi keharmonisasn itu mulai terganggu pada saat kedatangan orang Bugis sebagai pemegang Hak Penebangan Hutan di lokasi Desa Air Periukan. Warga Bugis bukan hanya menebang hutan, akan tetapi meraka juga melakukan penguasaan tanah di daerah tersebut.Perilaku yang sangat bertolak belakang dengan kebiasaan dan adat di daerah setempat menimbulkan pertentangan dengan masyarakat yang telah lebih dahulu bermukim di daerah itu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peranan pemerintah daerah dalamm menyelesaikan konflik. Resolusi konflik yang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah berdaya guna dalam menanggulangi konflik. Maksud berikut dari penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis secara mendalam, mengapa konflik dengan kekerasan hanya terjadi antara etnis Bugis dan Etnis Bali dan tidak terjadi antara Etnis Bugis dengan Jawa, Talo, dan Batak. Pada hal kelompokkelompok etnis ini hidup di wilayah pemukiman yang sama dan kepentingan yang sama. Hasil penelitian menjelaskan bahwa faktor-faktor dominan yang menyebabkan terjadinya konflik disebabkan kebiasaan perilaku agresif Etnis Bugis yang eksklusif etnis. Perilaku agresif eksklusif etnis tersebut menghambat mereka untuk memahami aspirasi orang lain di luar suku mereka. Bersamaan dengan keterbatasan mereka memahami orang lain, berpengaruh juga kepada mereka, sehingga kurang menghormati orang lain. Perbedaan sudut pandang seperti itu, bila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan permusuhan dan konflik. Peranan Pemerintah Daerah Kabupaten Seluma dalam mengelola konflik dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: 1). Fungsi Pelayanan, meliputi: pelayanan kesehatan, pendidikan, kependudukan, kepemilikan tanah, pertanian/perkebunan dan alokasi dana pembangunan infra-struktur pedesaan. 2). Regulasi, meliputi: pemerintahan desa, pengaturan kases sumberdaya ekonomi, dan kerjasama pemerintah daerah dengan Badan Pertnahan Nasional (BPN). 3).Fungsi Pemberdayaan dan Pembangunan, meliputi: bidang kelompok tani, koperasi, kemitraan dengan PT. Agree Andalas, kerja bakti dan gotong royong. 4). Fungsi Perlindungan Terhadap Masyarakat, meliputi: mentransformasikan konflik, resolusi konflik, dan manajemen konflik. Kesimpulan penelitian ini, bahwa faktor dominant yang menyebabkan konflik adalah faktor tindakan dan perilaku yang dipengaruhi struktur dan kultur yang ada di masyarakat Desa Air Periukan. Sedangkan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Seluma, terdiri dari: 1). Pemerintah Daerah harus pro-aktif menganalisis dan mengelola potensi konflik yang ada. 2). Pemerintah Daerah harus terus mengawasi warganya agar tidak merambah hutan tanpa aturan.

When the government built the for the transmigration from Java and Bali in Air Periukan Village, Sub-district of Sukaraja, the Regency of Seluma, Bengkulu in the year of 1980 and 1983, it was the beginning of social interaction among societies of Javanese, Balinese and native of Talo. Even though coming from different etnics, they live could live harmoniously without serius obstacles. How ever, the harmony among those societies was disturbed when Bugis Ethnic came as a holder of Forest Cutting Right in the location of Air Periukan Village. The Bugis not only cut the forest around the transmigration plantation area, but also dominated the land in the area. The behaviour that was very different from the custom and habit in the local area, emerged the dispute with societies that came earlier to the area. The objective of this research is to understand the Regional Government’s role in settling those conflicts. The conlict resolution that has been performed by the Regional Government is effective or on the contrary, it creates the escalation of the conflict continuosly. Next aim of this research is to understand and to analyze profoundly on why the conflict accompanied whit violence happened only between Bugis and Balinese Ethnicts, while it did not happen between Bugis Etnict and Javanese, Talo, and Bataknese Ethnicts. Where as,these ethnical groups live in the sama area and have sama interest. The result of this research explains that the dominant factor of the emergence the conflict is caused by the habit of aggressive-exclusive bahaviour of this ethnict hampers them to comprehend other ethnic’s aspiration. Their lack of understanding other ethnict also result in lacking respect toward other ethnicts. The role of Regional Government in managing the conflict resolution these are: 1). Service Function, consist of healthy side, education, population, the land property, agrie culture/plantation, and the fund development allocation for village infra-structure. 2). Regulation, consist of the village government, economic resource system, and the regional government joint venture with National the Land Body. 3). Empowerment and the development function, consist of farming organization and cooperation, joint venture with PT. Agree Andalas, volunteer works and solidarity. 4). The society protect function, consist of conflict transformation, conflict resolution and the conflict management. The conclution of the research that is the dominant factors are the measures and conduct factors is caused by structure and culture in the society in Air Periukan Village. The recommendation to regional government in Seluma, consist of; 1). The regional government have to pro-active to analyze and led potential to the conflict. 2). The regional government must wacth and protect the citizen that they do not jungle exploitation without the regulation.

Kata Kunci : Pemda,Konflik Sosial,Rekonsiliasi