Laporkan Masalah

Pembentukan Dinas Pertanian dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY :: Dasar pertimbangan pembentukan dan implikasinya

SOETARYO, Dr. Pratikno, M.Soc.Sc

2005 | Tesis | S2 Ilmu Politik (Politik Lokal dan Otonomi Daerah)

Semangat otonomi daerah yang dititikberatkan pada kabupaten/kota sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan telah diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan proporsi kewenangan bagi Pemerintah Propinsi yang relatif lebih kecil dari pada kewenangan pada Pemerintah Kabupaten/Kota. Bagi Pemerintah Provinsi konsekuensi logisnya adalah pada struktur organisasi yang lebih ramping. Namun demikian, walaupun desentralisasi kewenangan telah diamanatkan oleh undang-undang, realitanya Dinas Pertanian dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY masih dipertahankan, bahkan tetap sebagai dua dinas yang terpisah. Akibatnya, dapat diduga yakni kemungkinan terjadi tumpang tindih (duplikasi) baik secara horizontal antara kedua dinas maupun vertikal yakni antara kedua dinas tersebut dengan dinas yang sejenis di Kabupaten/Kota. Penelitian ini merupakan suatu studi kasus, yang secara deskriptif kualitatif, bertujuan untuk mengetahui “latar belakang ataupun dasar pemikiran dibentuknya Dinas Pertanian dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY dan implikasi keberadaan Dinas Pertanian dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY terhadap pelaksanaan kewenangan Pemerintah Provinsi dan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota”. Data dikumpulkan dengan cara melakukan studi dokumen serta wawancara mendalam, kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa dasar pertimbangan Pemerintah Provinsi DIY untuk membuat kebijakan mempertahankan keberadaan Dinas Pertanian dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan didominasi pertimbangan subyektif, yakni rasionalitas politik baik dikalangan eksekutif maupun legislatif yang sama-sama berkepentingan terhadap keberadaan dinas tersebut. Pihak eksekutif menghendaki jumlah jabatan struktural yang tetap, sedangkan legislatif menghendaki jumlah mitra kerja yang sama. Selanjutnya rasionalitas administrasi keberadaan dinas tersebut memberikan kemudahan dalam proses penyusunan uraian tugas, beban tugas dan administrasi kepegawaian. Kemudian dari rasionalitas ekonomi, keberadaan dinas tersebut secara finansial dipandang lebih menguntungkan terhadap APBD baik pendapatan maupun belanja; demikian pula perolehan APBN yang relatif besar. Namun demikian belum dipertimbangkan biaya yang harus dibayar akibat struktur organisasi yang gemuk tersebut, terutama untuk membiayai birokrasi. Hasil penelitian juga menunjukkan terjadi implikasi pelaksanaan kewenangan karena keberadaan Dinas Pertanian dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY baik pelaksanaan kewenangan internal Pemerintah Provinsi maupun kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Implementasi implikasi adalah duplikasi tugas pokok dan fungsi baik secara internal masingmasing dinas maupun antar dinas. Selain itu juga berimplikasi terhadap pelaksanaan kewenangan provinsi yang kurang proporsional, karena sebagian kewenangan sebenarnya berada pada Kabupaten/Kota ternyata diambil Pemerintah Provinsi. Berdasarkan uraian tersebut direkomendasikan perlunya ditinjau kembali keberadaan Dinas Pertanian dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan ditata ulang struktur organisasinya berdasarkan analisis yang obyektif dan rasional termasuk kemungkinan menggabungkannya menjadi satu dinas.

The spirit of regional autonomy, which focuses on regency/city as stipulated in the Act No. 22/1999 and later renewed with the Act No. 32/2004, has given a smaller proportion of authority to provincial government than to regency/city government. The consequence for the provincial government is to have a more streamline organizational structure. However, despite authority decentralization as stipulated in the Act, the Office of Agriculture and the Office of Forestry and Plantation of Yogyakarta Special province remain to exist, even continue to serve as two distinct offices. Obviously, they have overlap (duplication) of tasks both horizontally between themselves and vertically between these two offices and other similar offices within the regency/city. The research is a case study that aims to investigate “the background or rationale for the establishment of the Office of Agriculture and Office of Forestry and Plantation of Yogyakarta Province, and the implication from their existence toward the implementation of authority by the Provincial government and City government.” Data were collected by means of document study and in-depth interview. Then they were analyzed in a qualitative manner. The research results give a description that the reason of Yogyakarta Provincial Government to retain those offices is dominated by subjective considerations. The first is political rationality both in the executive and in the legislature who have interests in those offices. The executive wants to have the same number of structural positions while the legislature wants to maintain the same number of work-partners. The second is administrative rationality, i.e., their existence will spur the process of formulating job description, responsibility, and personnel administration. The third is economic rationalization in that their existence is regarded to be financially more profitable to the APBD (Regional Budget) in terms of both income and expenditure, as well as a relatively bigger revenue of APBN (National Budget). Nevertheless, the government has not calculated the cost for such an inefficient organizational structure, especially for the bureaucracy. The finding also shows an implication from the existence of those offices toward authority implementation, both of internal authority of the provincial government and city government. The implication of implementation is the duplication of the main duty and function in the internal affairs of each office and between offices. Another implication is less proportional authority of the provincial government because some of its authority is, in fact, taken from the city government. Based on the above description, the research recommends that the existence of those offices be reviewed and their organizational structure be redesigned based on an objective and rational analysis which also includes the possibility to merge them into one office.

Kata Kunci : Kewenangan, Struktur Kelembagaan, Efisiensi, authority, organizational structure, efficiency


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.