Perubahan sikap politik Pemerintah RI Gam pasca Tsunami di Aceh
FAISAL, Naidi, Prof.Dr. Ichlasul Amal, MA
2006 | Tesis | S2 Ilmu PolitikKonflik yang berkepanjangan di Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu contoh dari kesalahan pemerintah pusat dalam mengambil langkah-langkah penyelesaianya. Sejak Orde Baru, pendekatan militer merupakan pilihan utama pemerintah dalam menyelesaikan berbagai masalah yang timbul, termasuk dalam menangani konflik Aceh. Konflik berkepanjangan yang semakin mengakar tersebut juga merupakan salah satu bentuk dari ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesakan konflik Aceh secara lebih adil dan bermartabaat, serta menyeluruh. Bencana tsunami yang telah memporak porandakan Aceh, telah membuat para pihak yang berkonflik melihat arti pentingnya sebuah perdamaian bagi tanah Aceh. Pasca bencana tsunami, para pihak yang berkonflik memperlihatkan perubahan sikap politiknya dalam menyelesaikan konflik Aceh secara lebih adil dan bermartabat. Sehingga memunculkan pertanyaan. Faktor apakah yang mengakibatkan perubahan sikap politik pemerintah RI dan GAM? Penelitian ini merupakan studi kasus, dengan logika path dependent yaitu dengan melihat tahapan-tahapan dari perubahan tersebut dan menggunakan metode penelitian kualitatif. Dimana sorotan utama dari penelitian ini adalah perubahan sikap politik RI-GAM pasca bencana tsunami, tentunya dengan mencermati tahapan-tahapan dialog yang telah dibangun oleh RI-GAM, mulai dari era GusDur, Megawati, serta Susilo Bambang Yudoyono dalam perundingan damai antara RI-GAM yang telah dilakukan dari bulan Januari-Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia. Untuk menjawab faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan perubahan sikap politik para pihak yang berkonflik tersebut, penulis menggunakan kerangka konseptual sikap politik, aktor, dan perubahan politik, dimana ketiga konsep tersebut akan membantu penulis dalam menganalisa permasalahan dalam penelitian ini. Setidaknya ada tiga faktor perubahan sikap politik Pemerintah RI dan GAM pasca tsunami. Pertama, adanya perubahan rezim dan elite politik nasional yang mempengaruhi kebijakan dalam menyelesaikan konflik Aceh. Kedua, semakin lemahnya kekuatan GAM akibat dari pemberlakuan darurat militer. Ketiga, Tsunami dan tekanan internasional (interfensi pihak ketiga). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perubahan sikap politik dalam sebuah konflik selain di pengaruhi oleh faktor internal para pihak (perubahan rezim dan elite politik), juga dipengaruhi oleh faktor eksternal (intervensi pihak ketiga, serta adanya perubahan lingkungan sosial masyarakat). Dalam konteks konflik Aceh, perubahan sikap politik para pihak yang berkonflik dapat dilihat dari hasil kesepakatan (MoU) yang telah di capai pada 15 Agustus 2005, di Helsinki, Finlandia
The conflict that happen in long term of time between RI government and GAM, can be seen as an example of the incorrect aproachment that indonesian government took in their conflict resolution with GAM. Since new order area, militarististic approachment used as priority to deal with every separatist movement, including acehneese separate movement.. The conflict that have lasting in the long term and spreading in all over Aceh, is the example of indonesian goverment failure to end this problem by using a fair, peacefull and legitimate way. The tsunami disaster that destroy half of Aceh, make the both of conflicting side realize the importance of peace for the people of aceh. After tsunami disaster, either indonesian governmet or GAM showing a change in their political attitude to end their conflit in more fair and peacefull way. The changging of political attitude between RI and GAM, rise a question that, what is the influence factor in political attitude change between RI Government and GAM? This research is a case study, that use path dependent logic, that used to observing the stages from the RI-GAM political attitude constraint by using qualitative research method. The focus of this inqury is RI-GAM political attitude constraint, by observe the stages of dialog that RI and GAM have constructed, from Gusdur, Megawaty and Susilo Bambang Yudhoyono era in peace confrence that have been done in Helsinky, Findland, january-august 2005. To answer the question about the influence factors that affect the political attitude change between RI Government and GAM, author use political attitude, actors, and political change as conceptual framework to help author to analyze the problem in this research. At least there is three factors that affect the changing of political attitude of RI government and GAM post tsunami disaster. First, the changing in regime and national political elite that affect the government policy in deal with Aceh conflict. Second, GAM become more powerless after military emergency applied. Third, Tsunami disaster and internastional pressure. Thus, we can say that the changing of political attitude in a conflict, affected by internal factor (changing in regime and political elite), and also affected by external factor (intervension of the third side,and the changing in society social environtment). In context of Aceh conflict, the changing of political attitude between the conflicting side can be seen in memorandum of Understanding (MoU) that achieve in Helsinky, Finland, August 15th 2005.
Kata Kunci : Sikap Politik, Konflik Aceh, RI dan GAM, Pasca Tsunami, Political attitude change, Post-Tsunami