Ekspresi bahasa puisi dan fungsinya dalam sajak "A'th-Thalasim" karya Iliyya Abu Madhi :: Tinjauan struktural-semiotik
MAHLIATUSSIKAH, Hanik, Prof.Dr. Rachmat Djoko Pradopo
2006 | Tesis | S2 SastraPenelitian ini bertujuan untuk menemukan, mendeskripsikan, dan menginterpretasikan ekspresi bahasa puisi dan fungsinya dalam sajak “A`th- Thalâsim†secara struktural-semiotik. Pembahasannya meliputi (1) pembacaan heuristik dan hermeneutik, (2) matriks, model, varian-varian, (3) aspek bunyi: asonansi dan aliterasi, pola persajakan, dan irama, (3) diksi, (4) citraan, (5) gaya kalimat, bahasa kiasan, dan sarana retorika, (6) tipografi, dan (7) hubungan intertekstual sajak “A`th-Thalâsim†dan sajak “Fakku`th-Thalâsimâ€. Sajak ini dipilih karena keunggulan, keterjangkauan, dan relevansinya dengan kehidupan dan keilmuan sastra. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif dengan analisis kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah sajak “A`th-Thalâsim†yang terdapat dalam antologi puisi A`l-Jadâwil karya ÃŽliyyâ Abû Mâdhî. Sajak ini terdiri atas 71 bait, 284 baris. Dalam rangka merebut makna sajak, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktural-semiotik. Bunyi dimanfaatkan dalam sajak ini untuk mengintensifkan arti. Diksi puitik digunakan untuk menimbulkan imajinasi estetik. Citraan visual, perasaan, gerakan, dan pendengaran yang dominan berfungsi untuk menimbulkan imaji dalam benak pembaca. Gaya repetisi, pararelisme, dan antitesis berfungsi untuk memperjelas makna, menimbulkan efek estetis, menunjukkan kesatuan rangkaian bentuk sekaligus kesatuan makna serta untuk penegasan. Adapun gaya antitesis mendukung pertentangan-pertentangan dalam jiwa si aku-lirik. Dominasi simile tertutup untuk mengkonkretkan dan memperjelas gagasan. Gaya bahasa personifikasi yang dominan untuk mempersingkat gagasan dan membuktikan aliran romantis yang dianut penyair. Pertanyaan retoris yang didominasi ‘a/hal....am’ (berarti ‘apakah...ataukah’) berfungsi untuk memberikan jawaban alternatif kepada mitra tutur, memancing mitra tutur untuk ikut berpikir, di samping juga untuk menimbulkan efek estetis. Gaya bahasa polisindeton juga banyak dimanfaatkan penyair untuk menghubungkan dan menunjukkan adanya kesamaan struktur, bentuk kata, dan tanda baca antara dua larik sajak atau lebih dalam suatu bait. Tipografi sajak sengaja dibentuk oleh penyair untuk menimbulkan makna. Sajak “Fakku`th-Thalâsim†memiliki hubungan intertekstual dengan sajak “A`th-Thalâsim†berdasarkan demitefikasi makna, transformasi struktur bahasa, dan modifikasi bahasa, di samping juga pengakuan Rabi’ sebagai penulis sajak transformasi. Munculnya sajak transformasi, terjemahan, dan gubahan lagu menunjukkan sajak ini populer, pantas dan penting untuk direspon siapa pun. Sajak “A`th-Thalâsim†diekspresikan secara tidak langsung oleh pengarang. Sajak ini secara struktural-semiotik memiliki struktur yang bermakna. Manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki kemampuan yang terbatas dalam mengetahui sesuatu yang telah terjadi, sedang terjadi, dan yang akan terjadi’. Sajak “A`th-Thalâsim†merupakan ekspresi estetis yang mengandung makna yang polyinterpretable.
The aims of this research are to find, describe, and interprete the language expression of poetry and its function at “A`th-Thalâsim†poem using a structuralsemiotic approach. The discussion consist of (1) heuristic and hermeneutic reading, (2) matrix, model, and varians, (3) sound aspect: assonance and alliteration, rhime and rhythm, (4) diction, (5) imagery, (6) the rhetorical figures, figurative language, and rhetorical divices, (7) tipografy, and (8) intertextuality “A`th-Thalâsim†and “Fakku`th-Thalâsim†poem. “A`th-Thalâsim†poem as object material in this research because of the outstanding, accessibility, and its relevance to life and literary science. It is a descriptive qualitative research. The source of the data is “A`th- Thalâsim†poem in the antology of poetry ‘A`l-Jadâwil’ by Îliyyâ Abû Mâdhî. This poem consists of 71 verses, 284 lines. To pursuit of the significance of this poem, the structural-semiotic approach is chosed. The sound is used in this poem to intensify the meaning of it. Poetic diction is used to produce an aesthetic imagination. The visual imagery, kinaesthetic imagery, and auditory imagery dominant in this poem is used to create readers imagination. Repetition, pararelisme, and antitesis style are applied to clarify significance, create an aesthetic efect, and show a unity of the structure and its significance, and stress the meanings. Antitesis style is used to support some contradictions in the soul of the ‘I in the poem’. The domination of the closed simile in this poem to make the idea concrete and explain it. The domination of personification is used to shorten the idea and to show the romantism ideology of the poet. Rhetorical question ‘a/hal ....am‘ (means: is this....or this) has a function of giving an alternative response the readers and drives them to think as well as to create an aesthetic efect. Polisindenton style is used to relate and show similar structure, word forms, and the mechanics of two lines or more in the verse. The tipografy of the poem is formed intentionally to create certain significance. Fakku`th-Thalâsim poem by Rabi’ Sa’id Abdul Chalîm shows intertextual relation with “A`th-Thalâsim†poem and based on demitefication of significance, transformation of the language structure, and modification of the language of the poem. Rabi’ him self as the writer also confesses this. The appearance of the transformation of the poem, transliteration, and song composition show that this poem is popular and important to be responded. “A`th-Thalâsim†poem is expressed indirecly. This poem seen from structural-semiotic approach has meaningful structure. The man as the creation of God has limited ability to know something which has happened, is happening, and will happen. “A`th-Thalâsim†poem is an aesthetical expression that has polyinterpretable significance.
Kata Kunci : Ekspresi bahasa, Puisi, Sajak A`th-Thalasim, Language expression, Poetry, A`th-Thalasim poem