Laporkan Masalah

Pengembangan desa wisata berbasis budaya :: Kajian Etnoekologi masyarakat Dusun Ketingan, Desa Tirtoadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman Yogyakarta

RAHARJANA, Destha Titi, Dr. H. Heddy Shri Ahimsa-Putra, MA

2005 | Tesis | S2 Ilmu Lingkungan

Kawasan perdesaan dewasa ini banyak dipilih sebagai tempat untuk berwisata. Seperti halnya yang berlangsung di dusun Ketingan, Tirtoadi, Mlati Sleman DI Yogyakarta. Keunikan dari dusun ini adalah menjadi habitat dari koloni burung kuntul dan blekok sejak tahun 1997 hingga sekarang. Tujuan penelitian ini adalah untuk:(1)mendeskripsikan respon awal warga terhadap burung kuntul dan blekok yang masuk di wilayahnya,(2) menjelaskan berbagai pandangan warga terhadap keberadaan burung kuntul dan blekok yang telah tinggal di dusun Ketingan sejak tahun 1997, (3) menjelaskan berbagai pandangan pihak-pihak terkait yang berada di luar dusun Ketingan terhadap eksistensi burung kuntul dan blekok di dusun Ketingan, dan (4) mendeskripsikan dan menganalisis sumberdaya lingkungan dusun Ketingan yang dapat dimanfaatkan menjadi daya tarik wisata sekaligus menganalisis pengembangan kegiatan pariwisata di dusun Ketingan. Penelitian lapangan dilaksanakan secara kualitatif dengan pengumpulan data secara observasi, partisipasi observasi, wawancara mendalam, riset partisipasif, dan dilengkapi kajian pustaka. Analisis data dilakukan secara deskriptif-kualitatif dengan perspektif etnoekologi. Dari hasil kajian diketahui:(1) Dusun Ketingan memiliki potensi berupa lingkungan biotik dan lingkungan sosial budaya yang dapat kembangkan sebagai desa wisata. Keberadaan fauna migran berupa burung kuntul dan blekok mampu menjadi ikon bagi dusun ini. Meskipun pada awalnya telah menimbulkan tanggapan di masyarakat. Ada yang merasa terganggu dan ada pula yang merasa tidak terganggu. (2) Masuknya unsur baru berupa satwa migran ini telah memberikan makna baru bagi masyarakat. Hal ini dapat dilihat adanya mitos bahwa burung kuntul dan blekok adalah binatang peliharaan Kraton sehingga warga takut mengusiknya. Selain itu, ada pengetahuan lokal yang dimiliki yakni; (a) pengetahuan mengenai jenis burung, (b) pengetahuan tentang siklus dan waktu perkembangbiakan, (c) pengetahuan tentang jenis pohon, (d) pengetahuan tentang habitat dan jenis makanan, dan (e) pengetahuan mengenai hewan penganggu.(3) Menurut pandangan dari luar, keberadaan satwa ini mampu memberi nilai lebih bagi lingkungan dan masyarakat ditinjau dari aspek konservasi dan aspek pariwisata. (4) Sejak dicanangkan sebagai dusun wisata, pengelola telah memiliki paket dan jalur wisata yang dikembangkan atas dasar budaya lokal. Atraksi yang dapat ditawarkan meliputi atraksi alam dan atraksi budaya yang berakar pada kebudayaan Jawa, khususnya kebudayaan petani Jawa.

Rural areas are nowadays chosen as tourism object. Ketingan village in Mlati, Sleman, DI Yogyakarta, has the uniqueness, the habitat of heron and egret since 1997, that becomes the value for Ketingan village as the rural tourism. The objectives of the study are: (1) to describe the initial response of the villagers to the heron and egret coming into their area, (2) to describe various opinions of the villagers about the presence of the birds that have been living there since 1997, (3) to describe various opinions of the people outside Ketingan village who concerned about existence of the birds there, and (4) to describe and to analyze the environmental resources of the village that can be used as attraction and also to analyze the development of the tourism activity in the village. The field study was conducted qualitatively with the data collection through observation, participative observation, in-depth interview, and participative research, completed with literature study. The data was analyzed descriptive-qualitatively using ethno ecology approach. The results of the study indicated that : (1) Ketingan village has the potential of biotic and social-cultural environment that can be developed as rural tourism. The presence of herons and egrets, the migrant fauna, finally became the icon of this village through some debates among the villagers at the beginning. (2) The entry of new element of the migrant fauna has given meaning to the villagers. There is myth that the birds were the pets of Yogyakarta Palace, so that villagers were afraid to disturb them. Additionally, the villagers have local knowledge, which are: (a) of those birds, (b) of the time and breeding cycle of those birds, (c) of certain tress used for the habitat of those birds, (d) of those birds habitat and the food, and (e) of the prey of those birds. (4) Since it has been planned as rural tourism, the management has already had the package and tourism route developed based on the local culture. The attraction offered consists of natural attraction and cultural attraction that have their deep in Javanese culture root, especially the culture of Javanese peasant.

Kata Kunci : Lingkungan Hidup,Desa Wisata,Etnoekologi Masyarakat,Burung Kuntul dan Blekok,rural tourism, culture, ethno ecology


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.