Laporkan Masalah

Kedudukan seorang duda Kawin Nyeburin yang kawin lagi ditinjau dari hubungan kekeluargaan dan hak waris menurut Adat Bali :: Studi kasus di Banjar Pekraman/Adat Batu Paras, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar dan Desa Pekraman/Adat Tunjuk, Kecamatan Tabanan Kabupaten Tabanan

TIRTA, I Ketut Arya, Djoko Sukisno, SH.,CN

2006 | Tesis | S2 Ilmu Hukum (Magister Hukum Kenotariatan)

Sebagaimana diketahui bahwa Bali merupakan salah satu daerah yang menurut kepustakaan hukum adat di Indonesia. Struktur Sosial Masyarakat Bali khusus yang memeluk Agama Hindu didasarkan atas azas genialogis (garis keturunan) dengan didasarkan atas azas teritorial (wilayah) dengan sistem kekeluargaan/kekerabatan patrilinial dimana kelahiran serta keberadaan keturunan laki-laki . Keturunan laki-laki sebagai suatu “pancer” dalam satu keluarga mempunyai kewajiban yang sangat penting baik kewajiban sekala (nyata) seperti melanjutkan keturunan, mempertahankan keberadaan harta kekayaan leluhur, kewajiban sosial kemasyarakatan lainnya, maupun kewajiban niskala (tidak nyata) seperti kewajiban bakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, menyembah Leluhur yang berstana di Pemerajannya (Tempat Suci Keluarga), memelihara kelestarian serta kesuciannya. Disamping kewajiban niskala di keluarga juga dalam kegiatan keagamaan di Banjar atau Desa Pekraman/Adat dimana ia bertempat tinggal. Kelahiran keturunan laki-laki maupun perempuan sebagai manusia ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat ditentukan karena semua tergantung kepada-NYA. Jika dalam suatu keluarga tidak ada keturunan lakilaki menurut hukum adat di Bali sesuai dengan ajaran Agama Hindu, ada salah satu cara mengatasinya yaitu dengan adanya perkawinan Nyeburin. Dalam perkawinan nyeburin status hukum seorang laki-laki berubah menjadi “predana” (perempuan) dan yang perempuan menjadi “purusa” (laki-laki). Hubungan yang laki-laki dengan keluarga/kerabat asal terputus demikian pula hapusnya hak untuk mewaris di tempat asal. Duda kawin Nyeburin karena perceraian atau isterinya meninggal dapat kembali ke tempat/keluarga asal dengan mengikuti tata cara menurut adat dan agama Hindu, serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

As has been acknowledged, Bali, viewed from the perspective of customary laws, belongs to one of the regions included the customary laws in Indonesia. The social structure of Balinese society, especially the ones embracing Hindu is based on the genetic principle with regard to the territorial principle, with the system of patrilineal kinship, where birth and existence of male offspring is regarded as the most principle matter. Male offspring as a “pancer” in a family has a very important responsibility, either in a ‘sekala’ (real) form, such as extending the family chain, keeping their ancestor’s wealth, and other social obligations, or ‘niskala’ (unreal) form, such as the obligation to worship Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ God the Oneness, to worship their ancestors who have a palace in their ‘Pemeraja’ (Family Holy Place), to keep the eternity and the holiness. The ‘niskala’ responsibility is not only done in the family, but also in the religious festivities in Banjar or Pekraman Village/the tradition where he lives. The birth of male or female offspring as a human being, the creation of Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ God the Oneness cannot be chosen as it is up to Him. If in a family there is no male offspring, according to Balinese customary law, following Hindus teaching, there is one way to solve it, namely by having ‘Nyeburin’ marriage. In ‘Nyeburin’ marriage, the legal status of a male changes to “predana” (female) and that of female changes to “purusa” (male). The kinship between the male and his family is cut-off, and he is no longer entitled to have inheritance from his family. The widower having Nyeburin marriage because of divorce reason or the death of his wife can return to his original family by following the tradition or Hindu religion and can be done following the customary law and Hindu religion and Article no 1 Year 1974 about Marbyage.

Kata Kunci : Hukum Waris,Adat Bali,Perkawinan Nyeburin, Nyeburin Marriage, Widower Marries Again – Balinese Customary Law of Succession


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.