Analisis PHBM :: Tumpangsari tebu dalam upaya pelestarian hutan produksi di BKPH Tangen KPH SUrakarta
SUKOYO, Prof.Dr.Ir. H. Djoko Marsono
2005 | Tesis | S2 Ilmu KehutananHutan di wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan ( BKPH ) Tangen seluas 4525,50 hektar memiliki permasalahan yang spesifik dikarenakan letaknya dikelilingi 17 desa dan berbatasan langsung atau merupakan interface area. Tekanan sosial ekonomi masyarakat disekitar hutan terhadap sumberdaya hutan sangat tinggi antara lain perencekan ( pengambilan kayu bakar ), penggembalaan liar dan kebakaran sehingga sumberdaya hutan yang ada tidak dapat dipertahankan dalam kondisi yang optimal. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat ( PHBM ) menawarkan suatu system pengelolaan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada, yang dalam implementasinya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing wilayah. Untuk wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Tangen PHBM diimplementasikan dalam bentuk tumpangsari tebu sejak tahun tanam 2001/2002, yang sampai saat dilakukan penelitian mencapai luas 1527,9 hektar. Penelitian dilakukan di petak 17 f, 6d Resort Pemangkuan Hutan ( RPH ) Tangen dan petak 58 d, 60 c Resort Pemangkuan Hutan ( RPH ) Blontah, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan ( BKPH ) Tangen, Kesatuan Pemangkuan Hutan ( KPH ) Surakarta . Penelitian dilakukan dengan metode diskriptif kuantitatif terhadap struktur vegetasi penyusun hutan produksi, potensi kontribusi keharaan dan pendapatan petani tebu dalam kawasan hutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari aspek ekonomi kehutanan, dari pengamatan diameter tanaman pokok jati ( jati plus perhutani ) berkisar antara 7 – 8 cm pada tahun keempat atau terjadi perkembangan riap 1,75 – 2 cm pertahun. Hal ini merupakan awal pertumbuhan yang baik yang dapat mendukung program Perum Perhutani jati daur 20 tahun . Aspek ekologi, dengan perbedaan tinggi antara tanaman jati, johar dan tebu terbentuk struktur lapisan tajuk, yang dapat mengurangi energi kinetik air hujan sehingga dapat memperkecil laju erosi. Demikian pula adanya seresah daun tebu merupakan potensi keharaan setara 958,97 kg kompos perhektar yang dapat membetuk humus dan dapat membantu memperbaiki struktur tanah. Aspek social, dengan adanya usaha tani tebu yang dilakukan petani tebu dalam kawasan hutan mencapai Revenue/Cost ratio : 1,9 yang berarti usaha tani tesebut efisien dapat menambah pendapatan petani, yang diharapkan mengurangi tekanan terhadap potensi sumberdaya hutan yang ada, sehingga pemanfaatan sumberdaya hutan dapat berjalan secara berkelanjutan.
Forest in Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Tangen is of 4525.50 hectare, having specific problem because of its location is surrounded by 17 villages and directly bordering or an interface area. Social economic pressure faced by the society around the forest on forest resource is very high, such as perencekan (firewood taking), wild herding and fire so that the existing forest resource cannot be maintained in an optimal condition. Pengelolaan Sumber Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) offers a management system to manage various existing problems, in which in its implementation is appropriate with the character of each area. For Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Tangen, PHBM is implemented in the form of sugar plant intercropping since 2001/2002 planting year, which up to this study was carried out has 1527.9 hectare in width. This study was carried out in unit 17 f, 6d Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Tangen and unit 58 d, 60 c Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Blontah, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Tangen, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Surakarta. The study was carried out using descriptive qualitative method about the vegetation structure composing production forest, contribution potential of humus andsugar plant farmer revenue in the forest area. The result of the study showed that from the aspect of forest economy, from the observation of teak main plant (teak plus perhutani) of 7-8 cm in the fourth year or there was an increase of 1.75-2 cm each year. This was a good growth beginning, which can support the program of teak recycling Perum Perhutani 20 year. Ecological aspect, with high difference between teak plant, johar and sugar plant, it was formed crown layer structure, which can reduce kinetic energy of rain water so that it can slow the erosion. Similarly is for the existence of sugar plant seresah, which is humus potential similar to 958.97 kg compos per hectare, which can form humus and can help repairing the soil structure. Social aspect, with the existence of sugar plant farming carried out by sugar plant farmer in forest area reached revenue cost ratio of 1.9, meaning that the farming was efficient and can add to the farmers’ revenue, expected to reduce the pressure on the existing forest resource potential so that the use of forest resource can run continuously.
Kata Kunci : Hutan Produksi,Pelestarian,Tumpangsari Tebu, intercropping, effort, reservation, production forest