Laporkan Masalah

Filariasis dan beberapa faktor yang berhubungan dengan penularannya di Kecamatan Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur

SANIAMBARA, Nyoman, Prof.Dr.dr. Soeyoko, DTM and H.,SU

2005 | Tesis | S2 Ilmu Kedokteran Tropis

Penentuan daerah endemis filariasis merupakan langkah paling awal dalam menyusun program eliminasi penyakit filariasis. Jika dari 500 SD ditemukan mf-rate> 1 % di sebuah Kecamatan, maka seluruh penduduk yang ada di wilayah Kecamatan tersebut dilakukan pengobatan massal. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya filariasis, baik langsung maupun tak langsung, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, perilaku dan sosial budaya dan keadaan lingkungan sekitar permukiman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi filariasis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan penularannya di Kecamatan Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi NTT. Penelitian bersifat observasional dengan menggunakan rancangan cross sectional. Jumlah sampel pada pemeriksaan SD tepi sebanyak 522 sampel dan pada pelaksanaan wawancara sebanyak 106 responden. Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas yaitu faktor individu (jenis kelamin, umur, dan pekerjaan), lingkungan sekitar pemukiman yang diukur dengan wawancara pada saat pengambilan SD dan perilaku penduduk (pengetahuan, perilaku dan kebiasaan) diukur dengan wawancara memakai kuisioner. Variabel terikat yaitu filariasis di ukur dengan pemeriksaan SD tepi (mf-rate). Analisa data menggunakan analisa korelasi dan anova regresi dengan menggunakan bantuan program SPSS 10,05 dengan tingkat kemaknaan (α ) = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi filariasis di Kecamatan Rote Timur berdasarkan mf-ratenya adalah 10,54 %, CDR yaitu: 4,21%. Spesies Wuchereria bancrofti dengan mf rate = 5,7% dan Brugia timori mf rate= 4,8%. Berdasarkan golongan umur penduduk berumur 45 dan di atasnya terbanyak dengan mf ratenya adalah 13,69%. Berdasarkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. Berdasarkan pekerjaan, sebagai petani menduduki urutan teratas dengan mf rate sebesar 16,56%. Berdasarkan keadaan lingkungan pemukiman, pemukiman yang terletak pada persawahan tadah hujan menduduki urutan tertinggi dengan mf-rate = 21,18%. Faktor individu berhubungan dengan infeksi filariasis (r= r = 0,162; p=0,003), tidak ada hubungan antara jenis kelamin terhadap infeksi filariasis (r = 0,0240; p=0,2923), ada hubungan umur (r= 0,1375; p=0,001), dan pekerjaan (r=0,1298, p=0,0015) terhadap infeksi filariasis. Berdasarkan keadaan lingkungan pemukiman, ada hubungan keadaan lingkungan pemukiman terhadap infeksi filariasis(r=-0,1230, p=0,0024). Faktor perilaku responden tidak berhubungan dengan infeksi filariasis (r=0,086; p=0,860). Pengetahuan ( r=-0,0433; p=0,3295), dan sikap (r=-0,0745; p=0,2239) responden tidak ada hubungan terhadap infeksi filariasis, Ada hubungan kebiasaan terhadap infeksi filariasis (r=-0,2665; p=0,0029) di Kecamatan Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi NTT.

The initial step in the filariasis elimination program is to determine filarial endemic areas. An infected area is called endemic filarial and a mass drug administration (mass medication) should be implemented if from 500 blood samples, at least one per cent of the samples were microfilaria positive. There are many factors related to filariasis. These include age, gender, occupation, local social cultural, and surrounding environment. This research aimed to explore the prevalence and factors associated with the occurrences of filariasis in East Rote Sub District, Rote-Ndao District, NTT Province. This research was an observational study with a cross sectional approach. There were 522 finger blood sample taken to measure the presence of microfilaria in human blood. Also, 106 interviews have been conducted by using questionnaire to obtain demographic related data (sex, age, and occupation), environmental condition surrounding residence, and people behavior (knowledge, attitude, and practice) information. The findings show that in East Rote Sub District, the mf rate was 10.45% and the CDR was 4.12%. According to the type of species; while Wuchereria bancrofti contributed 5.7% of the total mf rate, Brugia timori contribution was 4.8%. Regarding age, the highest infected group was among 45 years age group with the mf rate of 13.69%. Men were more infected than women; farmer, however, with 16.56% mf positive was the highest infected group compare to other occupations. Based on the environmental variable, settlement close to rainy season rice field has a highest rate of mf positive (21.18%). Statistic analysis results show that individual factors (age, sex, and occupation) was associated with filarial infection (r=0.162; p=0.003). However, when these three factors was separately analyzed, sex has not correlation with filarial infection (r=0.024; p=0.2923). The other two factors were associated, where the correlation coefficient (r) were 0.1375 (p=0.001) and 0.1289 (p=0.0015) for age and occupation respectively. Condition surrounding residence areas was also correlated with filarial infection (r=-0.1230; p=0.0024). Surprisingly, human behavior was not significant with filarial infection (r=0.086; p=0.860). Among these behavior factors, knowledge (r=-0.0433, p=0.3295) and attitude (r=-0.0745; p=0.2239) were not associated, however in people habitual was associated with filarial infection (r=0.2665; p=0.0029).

Kata Kunci : Filaria Limfatik,Epidemiologi,Lingkungan dan Perilaku, Filariasis, Individual factors, Environmental settlement condition and behaviors.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.