Penggunaan antibiotika pada pasien rawat inap dengan demam tifoid di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Desember 2004
SEVIANA, dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc.,Ph.D
2006 | Tesis | Ilmu Farmasi (Magister Farmasi Klinik)Demam tifoid di Indonesia merupakan penyakit endemik dan sebagian besar ditemukan pada kelompok umur 12 - 30 tahun (70 - 80 %). Ketepatan pengobatan pada demam tifoid khususnya pemberian antibiotika menjadi hal yang harus mendapat perhatian dari klinisi. Penatalaksanaan demam tifoid menurut SPM Rumah Sakit Panti Rapih (1998) dan WHO (2003) pilihan pertama adalah chloramphenicol, jika tidak ditoleransi dapat diberikan ampicillin, amoxicillin cotrimoxazole atau antibiotika lainnya. Golongan fluoroquinolon digunakan jika antibiotika lini pertama tidak ditoleransi dan pada kasus multidrug-resistant (MDR) Salmonella typhi. Ceftriaxone dan cefotaxime digunakan pada kasus demam tifoid berat dengan resistensi quinolon atau sebagai terapi alternatif pada kasus MDR. Penelitian ini bertujuan mengetahui pola penggunaan antibiotika pada pasien rawat inap dengan demam tifoid dan mengevaluasi penggunaan antibiotika yang diberikan, dengan kriteria evaluasi berupa kesesuaian, keefektifan, dan keamanan penggunaan antibiotika. Penelitian dilakukan dengan rancangan deskriptif evaluatif, pengumpulan data secara retrospektif. Data diambil dari rekam medis pasien demam tifoid selama periode Januari - Desember 2004. Data pasien dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan dinyatakan dengan persentase. Jumlah pasien yang diteliti sebanyak 203 pasien. Persentase pasien demam tifoid terbesar adalah kelompok umur 15 - 65 tahun (86 %) dengan jenis kelamin pria 45 % dan wanita 55 %, pada 92 % kasus diterapi dengan antibiotika tunggal. Antibiotika yang digunakan ada 26 jenis, yang terbanyak yaitu pefloxacin (40 %). Berdasarkan kultur dan tes sensitivitas sebesar 73 % antibiotika digunakan tanpa kultur, 27 % dilakukan kultur dengan hasil 91 % tidak tumbuh dan 9 % kultur tumbuh. Kesesuaian jenis antibiotika menurut WHO (2003) 50 % sedangkan menurut SPM Rumah Sakit Panti Rapih (1998) 35 %. Kesesuaian dosis antibiotika berdasarkan SPM Rumah Sakit Panti Rapih (1998) 37 % dan WHO (2003) 60 %. Kesesuaian lama pemberian antibiotika menurut WHO (2003) 59 % dan SPM Rumah Sakit Panti Rapih (1998) 16 %. Efektivitas penggunaan antibiotika berdasarkan turunnya demam setelah 2 - 3 hari ditemukan pada fluoroquinolon (64 - 80 %) sedangkan chloramphenicol, thiamphenicol dan ceftriaxone turunnya demam setelah 4 - 5 hari. Respons klinis sembuh 91 % dengan mortalitas 1 %. Relaps ditemukan 3 % pada penggunaan chloramphenicol, thiamphenicol dan pefloxacin dengan lama pemberian kurang dari 14 hari. Penggunaan antibiotika yang dikontraindikasikan pada anak-anak 1 % dan kasus berpotensi terjadi interaksi obat sebanyak 41 %. Berdasarkan parameter turunnya demam dan timbulnya relaps maka penggunaan obat-obat terbaru dari jenis fluoroquinolon memperlihatkan efektivitas lebih tinggi (demam turun dalam 2 - 3 hari dengan angka relaps 2 %) dibandingkan chloramphenicol dan thiamphenicol. Adanya kasus kontraindikasi dan potensial interaksi obat menggambarkan ketidakamanan terapi, sehingga perlu diwaspadai dan diminimalkan kejadiannya.
Typhoid fever in Indonesia is an endemic desease which is mostly found in 12 - 30 year old people (70 - 80 %). The appropriate treatment to the typhoid fever especially the use of antibiotic the main point must be considered by the clinicians. Typhoid fever management according to Panti Rapih Hospital, SPM (1998) and WHO (2003) at the first choice is chloramphenicol, and if it is not tolerated the next ones are amphicillin, amoxicillin, cotrimoxazole or other antibiotics. The fluoroquinolon lones are used when the first line antibiotics are not tolerated and in cased of multidrug-resistant (MDR) Salmonella typhi. Ceftriaxone and cefotaxime are used in severe typhoid cases with quinolon resistance or are used as an alternative theraphy in MDR cases. The aim of the study is to find on the pattern of antibiotics using in the typhoid fever in patients and to evaluated the antibiotics using being given, with the following criteria: appropriatness, efficacy, and antibiotics using security. The research is conducted using descriptive evaluated design and retropective data collection. Data is collected from patients with typhoid fever medical record from January - December 2004 period. The data is analyzed using descriptive quantitative method and describes in percentage. The number of patients during January - December 2004 is 203. The highest percentage is the patients of the age group of 15 - 65 year old (86 %), consisted of 45 % male and 55 % female, and 92 % cases is treated by single antibiotics. There are 26 types of antibiotics are used with pefloxacin (40%) mostly frequently used. Based on blood culture are sensitivity test 73 % of the antibiotics are used without blood culture, 27 % with blood culture, with the result of 91 % of the culture did’not grow. The appropriatness of antibiotics using based on WHO (2003) 50 % and Panti Rapih Hospital, SPM (1998) 35 %. The appropriatness doses of antibiotics based to Panti Rapih Hospital, SPM (1998) 37 % and WHO (2003) 60 %. The appropriatness duration of antibiotics based on WHO (2003) 59 % and Panti Rapih Hospital, SPM (1998) 16 %. Based on fever resolvation after 2 - 3 days most effective antibiotics used is fluoroquinolon (64 - 80 %), while chloramphenicol, thiamphenicol and ceftriaxone caused fever resolved after 4 - 5 days. Cured clinical responses 91 % were achieved with 1 % mortality. The rates of relapse is 3 % in the using of chloramphenicol, thiamphenicol and pefloxacin for less than 14 days treatment. The use of antibiotics contraindication cases in children 1 % and 41 % of the cases are potentially would lead to drug interactions. Based on the parameter of fever resolving and relapses, then the using of fluoroquinolons antibiotics showed higher effectivity (the fever resolved after 2 - 3 days with 2 % relapses) compared to chloramphenicol and thiamphenicol. The existence of contraindication cases and drugs interaction potential described the therapy insecurity, thus the occurences needed to be alerted and minimalized.
Kata Kunci : Farmakologi Klinik,Demam Tifoid,Standar Terapi,typhoid fever, antibiotics and standard therapy