Laporkan Masalah

Pemilihan Kepala Daerah Langsung dalam Sistem Kepartaian luralis :: Studi identifikasi strategi Koalisi Parta Keadilan Sejahtera, Partai Karya Peduli Bangsa dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung 2005 di Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku

KAYA, Dominggus Nicodemus, Amalinda Savirani, MA

2005 | Tesis | S2 Ilmu Politik (Politik Lokal dan Otonomi Daerah)

Sistem kepartaian pluralis mulai berjalan di Indonesia dengan hadirnya Undangundang Nomor 31 Tahun 2002. Pada konteks yang plural tersebut, kemudian hadirlah Pemilihan Kepala Daerah Langsung sebagai sebuah proses demokrasi politik terbaru di level lokal. Pluralitas yang ada, mengakibatkan partai politik tidak secara otomatis mampu memenuhi persyaratan formal untuk terlibat secara mandiri. Solusinya, harus membangun konsolidasi dan kerjasama politik antar sesama partai. Kepentingan untuk mengidentifikasi strategi dari gabungan partai politik inilah menjadi fokus tulisan ini, khususnya terhadap koalisi Partai Keadilan Sejahtera, Partai Karya Peduli Bangsa dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia pada Pilkada Langsung di Kabupaten Seram Bagian Timur, 23 Juni 2005. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriftif kualitatif, dengan melalui metode invention, discovery, interpretation dan eksplanation. Adapun data diperoleh dari para aktor yang terlibat, buku, dan bahan dokumentasi lainnya. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Hasilnya, teridentifikasi dua strategi besar yang dikembangkan oleh ketiga partai tersebut, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama. Strategi pertama, ketiga partai menjalin komunikasi dan membentuk koalisi secara terbatas, yaitu hanya semata-mata untuk kepentingan mengusung pasangan kandidat, yang disejajarkan dengan tipe Koalisi Kemenangan Minimal seperti disampaikan Arend Lijphart. Untuk mewujudkan koalisi tersebut, partai memiliki alasan politis dan alasan etis. Alasan politis adalah prakondisi yang harus tersedia antara lain kesamaan titik pandang, dukungan dari kondisi basis-basis kepartaian, sosok figur, keterbatasan variasi isu yang bisa dikemas. Disamping itu, terdapat kepentingan mendapatkan kompensasi politik baik jangka pendek maupun jangka panjang. Alasan etis ialah mengawal pelaksanaan pilkada hingga mencapai hasil yang optimal. Strategi kedua, partai mengupayakan mendapatkan pasangan kandidat yang paling layak untuk diusung, dengan menjalankan fungsinya sebagai nominating candidates melalui upaya menjaring, mengidentifikasi dan menentukan pasangan kandidat yang akan dinominasikan. Tiga tahapan penting yang dilalui ketiga partai ini, memperlihatkan bahwa partai harus terbuka terhadap calon independen maupun aspirasi masyarakat. Sedangkan kandidat yang layak dijagokan semestinya memenuhi persyaratan administrasi, jenjang pendidikan dan pengalaman kerja, kepedulian sosial dan moralitas yang tinggi. Disamping itu, kandidat juga harus terakomodir dalam isu primodialisme dan partimonialisme serta terbukti telah menunjukkan karya nyata bagi daerah dan masyarakatnya. Intinya, pasangan kandidat yang diusung memiliki nilai plus yang tidak terdapat pada orang lain seperti popularitas, kapasitas dan ketokohan. Untuk itu, partai membutuhkan dukungan informasi akurat yang diperoleh dari kegiatan survei. Konklusi dari penelitian ini bahwa, dengan strategi membentuk koalisi yang terbatas itu, jelas terlihat nilai pragmatisme menjadi acuan penting aktivitas partai dan sekaligus menggeser posisi ideologi partai. Ini makin diperkuat dengan terbuktinya logika Downsian yang berlaku dalam perilaku politik setiap partai, yakni bahwa masing-masing mencoba menempatkan diri pada preferensi terbanyak pemilih. Adapun secara keseluruhan strategi yang diambil ketiga partai “kecil” ini sebagai pemenuhan kepentingan jangka pendek adalah menaikkan nilai popularitas partai sekaligus terlibat dalam pemerintahan. Sedangkan kepentingan jangka panjang ialah sebagai bentuk investasi politik dalam rangka kepentingan mempertahankan eksistensinya sehingga bisa tetap survival, khususnya di level lokal.

The recent pluralist party system can run well in Indonesia as the result of the existence of Act No. 31 2002. At the pluralist context, the Local Election (Pilkada) presents as one of the current political processes of democracy at the local level. The existing plurality cause the political parties automatically are not able meet the formal requisites determined to involve at the election autonomously. Alternatively, it is necessary to build the political consolidation and cooperation among the parties. The interest of identifying the coalition strategy of the political parties become a focus of this thesis, especially on the coalition of The Prosperous Justice Party (PKS), Concern for The Nation Functional Party (PKPB), and Indonesian Justice and Unity Party (PKPI) at the Local Election (Pilkada) in East Seram Regency, June 23 2005. The research is conducted using the qualitative description method including one of invention, discovery, interpretation, and explanation. The data are obtained from the interviews with actors involved, literatures and other documentation matters. The technical sampling is purposive sampling. From the results, it can be identified that there are two main strategies developed by all three parties above both individually and collectively. First, all three parties plait the communication and establish a limited coalition, i.e. only for the interest of promoting the couple of candidates. It can be comparable with the type of minimum winning coalition as proposed by Arend Lijphart. To realize the coalition, the parties have both political and ethical reasons. The political reason is the pre-condition that must be available including the same viewpoints, the support from conditions of all party bases, figures, and the limitedness of issue variations that can be packaged. Besides, there is an interest in term of obtaining political compensation both in short- and long- term. The ethical reasons are the efforts for supporting the execution of Pilkada till reach the optimum results. Second, all three parties endeavor to find the most reasonable couple of candidates and promote them as nominating ones through collecting, identifying, and determining the couple of candidates that will be nominated. Three important steps passed over by the three parties indicate that the parties have to be open to the independent candidates and the societal aspirations. The nominated candidates should actually meet the requisites including administration, education and workexperiences, social concerns, and good morality. Besides, the candidates must also be accommodated in any issues on primordialism and patrimonialism, and proved in showing the real achievement for the region and society. Briefly, the nominated couple of candidates have plus value that others do not such as popularity, capability, and role as figures. For that, party was needed supporting accurate information from survei activity. From the strategy of limited coalition above, it can be concluded that the pragmatic values become important references for the party activities and remove the ideological positions of party. This fact is increasingly reinforced by the truth of the ‘Downsian’ logic applied to the political behaviors of each party in trying to put themselves as the most preferences for the constituents. Furthermore, on the whole, the strategy taken by all three ‘small’ parties in term of meeting the short-run interests is seeking to increase their popularity as well as involving in the government. Finally, the long-run interest is investing politically in preserving their existences for the survival, especially at the local level.

Kata Kunci : Pilkada,Pemilihan Langsung,Koalisi Partai,coalition of political party, rule as figures, pragmatism, survival and survey


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.