Dekonstruksi eksklusivisme beragama :: Studi kasus masyarakat Windu Lamongan
NASRUDDIN, Prof.Dr. H. Machasin, MA
2005 | Tesis | S2 Ilmu Perbandingan AgamaPenelitian ini bertujuan mengusulkan mode-mode pendekonstruksian untuk memecahkan atau setidaknya mencairkan pola atau perilaku keberagamaan yang eksklusif yang terjadi di desa Windu. Metode penelitian yang digunakan adalah fenomena sosial studi kasus. Data penelitian ini diperoleh melalui observasi, wawancara, dan partisipasi langsung. Teknik analisis data penelitian dilakukan dengan cara (a) penyajian semua data, (b) pereduksian data, dan (c) penganalisian dan penafsiran data. Penelitian ini menunjukkan bahwa pola atau perilaku keberagamaan yang eksklusif yang terjadi di desa Windu adalah dalam bentuk (i) pelabelan kafir bagi yang berbeda agama dan keyakinan; (b) kecurigaan dan sentimen agama digunakan untuk merespon keberadaan suatu tempat ibadah (kasus Kasih Allah) umat lain, (c) pemprovokasian sentimen keagamaan terhadap layanan kesehatan masyarakat yang dimiliki oleh agama umat berbeda agama, (d) pendominasian sumber kehidupan dan peran serta status social yang tinggi yang hanya dipegang oleh suatu komunitas agama, dan (e) perebutan kekuasaan politik lokal dengan pemakaian jargon-jargon atau simbol-simbol keagamaan. Faktor-faktor yang menyebabkan bentuk-bentuk eksklusivisme beragama adalah faktor teologis masing-masing umat beragama; faktor kecemburuan social dan perbedaan status dan peran social, serta faktor yang berkaitan dengan perebutan kekuasaan politik lokal antar umat beragama dengan baju agama. Penelitian ini mengusulkan mode-mode dekonstruksi untuk mengatasi bentuk-bentuk eksklusivisme beragama yang berakibat negatif dalam kehidupan sosial keagamaan umat beragama di desa Windu. Mode-mode dekonstruksi yang diusulkan adalah (l) pendenkonrtuksian narasi agama, yakni dengan pemaknaan ulang terhadap kata yang sering dimaknai atau ditafsiri oleh satu umat beragama untuk menegasikan keberadaan agama dan umat lain, dan sebagai landasan klaim kebenaran sepihak, (ii) memperkenalkan teologi inklusif-ketetanggaan sebagai langkah alternatif bagi umat beragama di Windu yang selama ini terjebak dalam pola eksklusif, (iii) mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan agama masingmasing daripada terkungkung dalam ke-aku-an doktrinal agama, (iv) penciptaan dialog antar agama dan iman untuk memecahkan kebuntuan komunikasi jika terjadi ketegangan dan konflik sosial keagamaan di tengah kehidupan yang plural keagamaan, dan (v) seruan bagi umat Islam dan Kristen untuk memaknai kembali hakikat dan fungsi agama bagi manusia setelah mengalami berbagai ketegangan dan konflik sosial keagamaan, sehingga mereka tidak larut dalam menuhankan agama yang berujung pada peminggiran dan juga pemusnahan komunitas agama lain.
This research aims at proposing models of deconstruction to solve the exclusiveness of religiosity causing negative effects in the Windu social life. This research uses social phenomena of case study as method of research. To collect and gather the data, this research conducts deep interview and direct active participant in the field of the research. To analyze the data, this research has three steps. First, it perform all data before selecting it. Second, it reduces and ignore unintended data. Third, it analyze and interpret the data. This research shows that the exclusiveness of religious form that caused negative effects in the Windu social life are follow (i) the labeling infidelity for the other religious person or community, (ii) religious prejudice used as an effective tool to dismantle the existence of the others’ worship place, (iii) propoke and agitate religious community to give negative response toward the existence of Christian health public service, (iv) domination of social status by Christian and economic gap arose tension, conflict, violence, and (v) using religious jargon and symbols to attain local political power and role. The factors caused the exclusiveness of religious forms are from internal factor and external. Internal factor included religious narrative/texts, doctrine, and interpretation, while external one refers to economical and social realm as well as political power struggle. This research nominates some models of deconstruction in order to copy with the exclusiveness in religion in the Windu. Here are models of deconstruction. First, we have to reread and reinterpret the word “infidel†in the holy book so we find new meaning as alternative way to wipe out the social hierarchy or status. Hence, we have to prejudice every word whose meaning has been abused by scholars to support their position in socio-political life/hierarchy like the word infidel, (ii) we must introduce inclusive-neighborhood theology as advance step to break the exclusiveness of religiosity in the Windu, (iii) we have to propose human values (humanity) rather than privilege the egoism of religious doctrine, (iv) creating interfaith dialogue to break the social stagnation and tension, and (v) enjoin muslim and Christian to reinterpret the revelation and the function of religion for human beings.
Kata Kunci : Agama,Eksklusivisme Beragama,Dekonstruksi, Deconstruction, religious exclusiveness, Windu society, religious narrative