The Religious identity of the Jews in Surabaya
AZIZ, Teuku Cut Mahmud, Prof.Dr. Emanuel Gerrit Singgih
2005 | Tesis | S2 Ilmu Perbandingan AgamaKeberadaan komunitas Yahudi di Indonesia sebetulnya telah berlangsung laina tetapi tidak diketahui oleh sebagian besar orang Indonesia dan para pemerhati tentang Indonesia. Di awal abad ke-20, sekurang-kurangnya, telah ada ribuan orang Yahudi di Indonesia, yang menetap di beberapa kota, seperti Padang, Semarang, Medan, Malang, Yogyakarta, I3andung, Batavia (Jakarta)., dan kota’ kota Iainnya. Sekarang, ketika sedikit orang Yahudi tinggai di Jakarta dan kota kota besar Iainnya, keberadaan sinagoge hanya dapat dijumpai di Surabaya. Sinagoge di Surabaya memang merupakan sinagoge Yahudi satusatunya di Indonesia dan besar kernungkinan luput dan perhatian orang banyak orang. Sinagoge tersebut adalah bekas nimab kediaman seorang dokter Belanda selama masa colonial. Dan luar, sinagoge itu mirip rumah blasa, kecuali ukirann kayu yang tersembunyi dibalik pohon bereabang yang apa bila orang Yahudi melihatnya akan mengetahui bahwa rumab ¡ni adalab sinagoge. Di bagian sebelah dalamnya dengan serta merata dapat di ketahui bahwa ¡a bercirikan sinagoge Ortodoks Separdi. Ada “aron hakodsh “ (ark tabut atau almari kayu tempat Taurat) berisi lima gulungan kitab Taurat (scrolls/books of torah). Jema’ah lelaki duduk menghadap gulungan itu. Jema’ah perempuan dipisahkan dan yang Iaki. kiki, dan duduk separa terpisah, sebagaimana ketentuan-ketentuan hukum Yahudi Ortodoks. Orang yang membaca Torah atau berkhotbah menghadap Taurat dan berdiri di depan Jema’ah lelaki. Ini semua mencerminkan tradisi komunitas Yahudi Separdi, yakni sebuah tradisi yang bersumber dan tradisi Spanyol, Afnka, dan Timur Tengab. Saat ini, tabut kayu tersebut kosong. (iulungan-gulungan Taurat (torah) sudah dipindahkan dan telah menjadi dipindahkan dan telah menjadi kepunyaan jema’ah yang lebib besar yang berkedudukan di Singapura. Hanya ada beberapa koleksi buku yang berstandar Iebih rendah dan Taurat yang tersisa dan terkunci dalam lemari mimbar dan taubat sepeiti buku-buku tcntang sejarah Yahudi dalam bahasa Belanda, buku1ama yang bensikan do’a, bukubuku baru yang berisi do’a yang lebih rapì yang disumbangkan oleh sebuah lembaga di New York untuk melindungi tradisi Separdi. Dalam sinagoge ¡ni, juga ada gudang dengan tampan dan gelas dan perak, tempat him, dan perlengkapan ibadab lain. Di sebelahnya, ada ruangan untuk pertemuan dan perayaan yang dihias dengan gambar-gambar yang bernuansa Yahudi. Masing-masing sinagoge memihìki disain dan hiasan yang berbeda-beda. Satusatunya yang selalu sama yang sering bisa ditemukan pada setiap sinagoge adalah almari Taurat. Orang Yahudi sering disebut “Ummat Buku†(people of the book). Buku (Taurat) ini, sebagai wahyu Tuhan dan scjarah kaum Yahudi, diyakini merupakan kekuatan yang dapat rnenyentuh dan menjaga keberlangsungan orang Yahudi, walaupun sinagoge ini tidak lagi memiliki taurat secara fisik, mereka masih menjaga sejarah dan ceritacerita ummat Yahudi.
In early twentieth century, at least a thousand Jews lived in Indonesia, in the cities of Surabaya, Jakarta, Bandung, Semarang, Cirebon, Malang, Medan, Samosir (in North Sumatra), Ujung Pandang, Sulawesi Utara, Bangka, Kuta Radja (Banda Aceh), and perhaps others. They existed in the Indonesian archipelago was not noticeable until quite recently before in the end of the 1 8th century, although their presence cannot be separated from the history of the Dutch V.OC. It is only in the 19th and 20th centuries that the existence of merchant Jews in the Dutch Indies could be cited with more precision, especially in the actual situation of the Jewish community in Surabaya. Now, the largest Jewish community and the only synagogue are in Surabaya. The synagogue of Surabaya has a design of Orthodox Sephardic. In early history of the arrival the Jews in Indonesia, the Jews of Aceh can be said as through the historical guess, the Jews who the first time came to Dutch Indies. Before the advent of Islam Aceh has done sporadic contacts with the Arab World and other Southeast Asia’s districts. These sporadic contacts were still limited to trade relations in which in these situations, not all traders from Middle East were Muslims. It was very possible that many traders were not only Muslims, even the Jews. In relations of trading and business, the laws of supply and demand is economic system are more important than the relations of religions. Nevertheless, in development furthermore it happened religious relations. The Jews of Surabaya are still Orthodox. The consciousness of Jews with their belief as members of a chosen people. Cause them to be proud as Jewish and thus defend Jewish tradition. They respect and perform religious traditions, such as Yom Kipur, Rosh Ha-Shanab, Sabbath day and Passover. In the life daily, they are also very careful and control materials whatever that they use, either something that is eaten or something that is worn for keeping their identity. The Jews of Surabaya have a good connections with other communities. They constantly find ways to fit themselves into an unexpected niche, building a life that is both Jewish and Indonesian, especially Muslim and Christians. There are three generations of the Jews of Surabaya that this impacts how they see Indonesia. For knowing how their future, interested thing as said Rivka to Duncan Graham that ‘I hope that that one day everything will come out right and that relations with all religions and countries will improve. Then perhaps we can all pray together in the house of God.’
Kata Kunci : Yahudi,Sinagoge Surabaya,Separdic, Jew, Religious, Sephardic, Surabaya, Orthodox and Synagogue