Laporkan Masalah

Pola kekerasan kolektif pada masa Orde Baru

SETYAWAN, Kukuh Burhan, Dr. Nanang Pamuji Mugasejati

2005 | Tesis | S2 Ketahanan Nasional (Magister Perdamaian dan Res

Sepanjang sejarah, mungkin benar jika ada asumsi yang mengatakan bahwa, tidak ada satupun negara-bangsa yang lepas dari tindakan kekerasan, begitu pula dengan eksistensi manusianya yang merupakan subjek pelaku dari keberlangs ungan sebuah negara-bangsa. Semakin tinggi tingkat aksi kekerasan yang terjadi di sebuah negara-bangsa, semakin jauh pula gambaran ideal tentang masyarakat imajiner. antara kurun waktu tahun 1965 sampai 1998 telah terjadi 72 peristiwa kekerasan antar warga masyarakat, 35 peristiwa kekerasan antara masyarakat terhadap negara, dan 34 peristiwa kekerasan oleh negara terhadap masyarakat. strategi kekerasan pemerintah Indonesia terdiri dari dua hal yaitu pertama adalah institusionalisasi teror sebagai suatu upaya untuk menghadapi ancaman terhadap keamanan nasional (national security ); kedua, mobilisasi secara paksa dan sistematis para rakyat sipil. Tujuannya penumpasan pemberontakan (counter insurgency operations). Akibat kekerasan di atas lalu akan terbentuk suatu akumulasi kekecewaan dan kefrustasian di kalangan rakyat. Hal tersebut terjadi karena: Kondisi negara yang kuat dan melemahnya otoritas kepemimpinan sosial. Model gerakan yang dikendalikan oleh negara secara dominan – baik itu dari pilihan pimpinan, maupun pilihan kebijakan tindakan yang semuanya termaktub dalam peraturan tidak tertulis yang dibuat oleh rezim. Negara lebih mementingkan sentral kepemimpinannya dan pola gerakan terpusat pada kegiatan negara dan senantiasa mendekati negara, namun mereka tidak menyediakan perangkat / aturan bagi penyelesaian konflik maupun mengatasi keluhan-keluhan. Itulah kemudian yang akhirnya memunculkan akumulasi ketidakpuasan kolektif yang muaranya adalah kekerasan insidental dalam gerakan politik di tingkat lokal yang kadang sama sekali tidak ada koordinasi struktural dalam bentuk gerakannya. Mengingat sejarah munculnya orde baru, penggunaan kekerasan yang dijatuhkan oleh negara (state-sanctioned violence) akhirnya menjadi satu-satunya solusi penanganan kekerasan di tingkat lokal tersebut.

can avoid violence actions. This is considerably acceptable as human existence can be viewed as the subject of existence of a nation and country themselves. There is a tendency that as level of violence act increases within a nation and country the ideal ascription of imaginary society fades away. Within the range period of 1965 to 1998 there had been one hundred and eighty violence acts among members of community, thirty- five others can be classified as violence acts between societies against the country meanwhile the thirty- four others described as violence acts of the government against its own society. Indonesian government’s violence strategy comprises of two main bodies; first is the terror institutionalization as the form of the effort of fight against the threat of national security issues, and second is the enforced and systematically-mobilization of the civilians. This strategy aims on the elimination of the acts of insurgence. Those violence acts mentioned above lead to an accumulated depression and frustration in the society. This can be explained by the increasingly strength of the power of the government and the social leadership that tend to lose its power. Models of movement that dominantly controlled by the government—from both the leader’s choice and policy choice [that] is inscribed in unwritten rules made by the regime. The government give more emphasize on its central leadership and centrally-controlled movement towards the country but on the contrary put only a little effort on providing apparatus and regulations on resolving complaints and conflicts. This would then lead to collective’s accumulated unsatisfaction which in turn will trigger incidental violence acts of political movement on the local level which often are poorly-organized and ill-coordinated. By reviewing New- Order’s history, the state-sanctioned violence ultimately can be seen as the only solution in handling the local- level conflicts.

Kata Kunci : Kekerasan,Politik,Orde Baru, Conflict - Collective violence - New Order Era


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.