Laporkan Masalah

Evaluasi proses perencanaan dan pengadaan obat dan barang farmasi di Rumahsakit Pertamina Balikpapan

SELANTORO, Enawan, dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc.,PhD

2005 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Latar belakang : Proses perencanaan kebutuhan obat dan barang farmasi di RS Pertamina Balikpapan tidak dilakukan menurut kaidah perencanaan obat yang baku, tetapi hanya didasarkan pada rata-rata pemakaian yang tercatat pada kartu stok obat dan barang farmasi di gudang yang selanjutnya dituangkan pada formulir Material Requisition (MR). Melalui mekanisme ini maka pengadaan obat dilaksanakan secara tidak terstruktur dan tidak sistematis. Tidak adanya proses perencanaan yang baku ini selanjutnya berdampak pada pengadaan obat yang sifatnya selalu mendadak dan disesuaikan dengan jenis obat yang stock out atau ketersediaannya sangat rendah. Dampak selanjutnya adalah seringnya dijumpai kekosongan dan ketiadaan jenis obat untuk kebutuhan pelayanan rumah sakit. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perencanaan dan pengadaan serta untuk mengetahui sumber-sumber inefisiensi dalam proses perencanaan dan pengadaan obat dan barang farmasi. Metode :Penelitian non eksperimental dengan metode deskriptif melalui pengumpulan data kuantitatif secara retrospektif dan pengumpulan data kualitatif melalui wawancara terstruktur. Instrumen penelitian menggunakan formulir pengumpulan data jenis dan jumlah obat yang dibeli, frekuensi pembelian, stok awal dan stok akhir obat di gudang, stok awal dan stok akhir obat di apotek, pemakaian obat di apotek. Hasil :Prosentase belanja anggaran obat dan anggaran Rumah Sakit di RS Pertamina Balikpapan dari tahun 2002 sampai tahun 2004 antara 34% - 37%, sedangkan prosentase rencana anggaran dan realisasi pembelanjaan obat dari tahun 2002-2004 antara 108% - 163.3%. Prosentase resep yang tidak sesuai dengan formularium Rumah Sakit selama satu tahun (2004) adalah 8% - 9%. Pada tahap pengadaan rata-rata frekuensi pengadaan obat per bulan dari 25 item obat yang diteliti adalah 11 item obat 2 kali sebulan, 3 item obat 1 kali sebulan, 9 item obat 3 kali sebulan dan 2 item obat 4 kali sebulan. Prosentase rata-rata pengadaan 23 dari 25 item obat mencapai 204.3%. Rata-rata stok akhir obat di apotek yang dicatat di kartu stok obat tidak sesuai bila dihitung berdasarkan stok awal di apotek ditambah pengambilan dari gudang dan dikurangi pemakaian. Selisih stok akhir obat di apotek yang dicatat dan yang seharusnya dari 25 item obat antara 10% - 400% dengan jumlah nilai uang 702 juta rupiah. Sedangkan prosentase rata-rata jumlah penambahan obat di apotek berdasarkan pemakaian 23 dari 25 item adalah 109 – 304% dan 2 item 100% dari pemakaian (Ceftum Inj. Dan Tricefin Inj). Kesimpulan : a. Proses perencanaan hanya didasarkan pada rata-rata pemakaian yang tercatat pada kartu stok obat di gudang yang selanjutnya dituangkan pada formulir Material Requisition (MR). b. Pengadaan dilakukan hanya didasarkan pada MR dari Instalasi Farmasi, sedangkan proses pengadaannya di bagian Logistik Rumah Sakit dengan cara pembelian langsung. c. Rata-rata pengadaan 23 dari 25 item obat setiap bulannya adalah 109-401 % dari rata-rata pemakaian per bulannya. d. Rata-rata penambahan stok apotek untuk 23 dari 25 item obat setiap bulannya adalah 109-304 % dari rata-rata pemakaian per bulannya. e. Sistem Informasi Manajemen yang ada tidak dapat menyajikan data yang riil dan tepat tentang pemakaian obat. f. Tidak ada evaluasi pemakaian obat di Rumah Sakit. g. Jumlah nilai uang dari 25 item obat yang tidak tercatat di kartu stok apotek per bulan sebesar 702 juta rupiah. Saran : Sebagai informasi untuk melakukan perbaikan manajemen obat khususnya proses perencanaan dan pengadaan obat dan barang farmasi, meningkatkan peran pada tahap penyusunan formularium, kebijakan obat, dan evaluasi pemakaian obat, melakukan perencanaan sesuai kebutuhan, melakukan pencatatan obat yang masuk dan keluar apotek, melakukan koordinasi dengan bagian Logistik, dan selalu memberikan informasi obat kepada dokter untuk selalu mengacu pada formularium dalam penulisan resep.

Background: Planning process of drug necessity and pharmacy goods in Pertamina hospital, Balikpapan was not conducted based on standard drug plan but on the average use that recorded on supply card of drug and pharmacy goods in storage that recorded on material requisition form. Using this mechanism, the drug procurement was not conducted structural and systematic. This unstructured planning process cased on drug procurement that was always in a sudden and agreed with stock out drugs or with low availability. Purpose: The study aimed to find out the management system of drug and pharmacy goods that was referred to plan and procurement aspect and to find out inefficient sources in planning and procurement process of drug and pharmacy goods. Methods: The study used non experimental with descriptive method. Quantitative data were collecting retrospectively and qualitative data were collecting by structured interview. Instrument of the study was forms and work sheets that consisted of interview manual, data collecting form of quantity and quality of drugs they bought, buy frequent, the early and the last of drug supply in storage and in pharmacy, and drug use in pharmacy. Result : Percentage of drug budget and hospital budget in Pertamina hospital Balikpapan from 2002 to 2004 was 34% to 37% while the percentage pf budget estimate and drug realization from 2002-20004 was 108% - 163.3%. Inappropriate prescription with hospital formulary for one year (2004) was 8% - 9%. On the procurement step, the average frequency of drug procurement per month from 25 items of drug was: 11 items were procured two times a month, 3 items were procured once a month, 9 items were procured three times a month, and 2 items were procured four times a month. The average procurement of 25 items of drug a month was categorized expensive. Generally, the quantity procurement was two times or more than the consumption. The procurement average percentage of 23 items from 25 items of drug reached 204.3%. The average of final stock of drug in pharmacy was inappropriate between stock card and calculation based on initial stock. The difference of final stock in pharmacy that was recorded and properly from 25 items of drug was between 10% - 400% with 702 millions rupiah, while the average percentage of increasing number of drugs in pharmacy based on 23 from 25 items was 109 – 304% and 2 items of them were 1005 of use (Ceftum Inj and Tricefin Inj). Conclusion: a. planning process was not conducted based on drug managem ent standard but the average use that recorded on stock card in storage then presented on material requisition form; b. procurement was conducted unstructured and unsystematic; c. no coordination between pharmacy installation and logistic of hospital; d. no information system that provided real and precise data on drug use; e. no drug use evaluation; f. the value of 25 items of drug was not recorded in stock card of pharmacy per month was 702 millions rupiah. Suggestion: For hospital management, the study is important to give them information regarding to improve drug management, especially on the process of planning and drug procurement and pharmacy goods, to improve their role on the level of formulary arranging, drug policy, and drug use evaluation, to improve their role toward doctor’s obedient on formulary and prescribing and to improve coordination between departments. For hospital pharmacy installation, the study is important to improve observation and drug stock control in pharmacy, to improve coordination between logistic departments, and to improve drug information to doctors to refer their prescription on formulary.

Kata Kunci : Manajemen Rumah Sakit,Instalasi Farmasi,Evaluasi Perencanaan dan Pengadaan Obat, Background: Planning process of drug necessity and pharmacy goods in Pertamina hospital, Balikpapan was not conducted based on standard drug plan but on the average use that


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.