Laporkan Masalah

Pelaksanaan sistem pemilihan umum dalam rangka mewujudkan asas demokrasi di Indonesia

HAMRANY, Ahmad Khairun, Prof.Dr. Muchsan, SH

2005 | Tesis | S2 Ilmu Hukum (Magister Hukum Kenegaraan)

Pemilu sebenarnya merupakan peristiwa yang biasa di negara-negara yang berpredikat advanced democracy. Di kawasan Eropa dan Amerika, pemilu sekedar peristiwa pergantian kekuasaan secara berkala yang tidak berpengaruh terhadap sistem yang sudah terbangun mapan. Tetapi di Indonesia, pemilu merupakan peristiwa luar biasa. Pemilu merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut maka pemilu hams dapat diselenggarakan secara lebih berkualitas dan demokratis dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya dan dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pemilu hams mampu menjamin prinsip keterwakilan, akuntabilitas, dan legitimasi. Namun kenyataannya, pelaksanaan pemilu yang ada di Indonesia belum sepenuhnya dapat mewujudkan asas-asas demokratis di dalamnya. Penelitian mengenai Pelaksanaan Sistem Pemilihan Umum Dalam Rangka Mewujudkan Asas Demokrasi Di Indonesia adalah merupakan penelitian Hukum Normatif, yaitu penelitian terhadap asas-asas dan falsafah (dogma dan doktrin) hukum, sejarah hukum, unsur-unsur atau faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan pemilu. Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Bahan penelitian tersebut diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama 9 (sembilan) kali pelaksanaan pemilu di Indonesia, hanya Pemilu 1955, Pemilu 1999, dan Pemilu 2004 yang dapat dikatakan sebagai pemilu yang berkualitas, akomodatif dan dapat memfasilitasi pelaksanaan perwujudan kedaulatan rakyat. Selain itu, Pemilu 1971, Pemilu 1977, Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992, dan Pemilu 1997 yang dilaksanakan pada masa pemerintahan Orde Bam tidak lain merupakan "pemilu-pemiluan" dan pesta demokrasi yang sama sekali tidak demokratis. Hal ini disebabkan karena pada masa itu pemilu hanya digunakan sebagai alat legitimasi oleh penguasa untuk melegitimasi dan mempertahankan kekuasaan yang ada dengan menjadikan Pemerintah dan Militer sebagai central point dalam lembaga pelaksana pemilu demi menciptakan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi pada saat itu tanpa memperhatikan atau mengedepankan suara rakyat banyak. Intinya, pemilu saat itu tidak dirancang untuk memfasilitasi tercapainya tujuan hakiki dan pemilu itu sendiri. Kemudian seiring tergantinya pemerintahan Orde Baru, secara bertahap pelaksanaan Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 dapat dinilai sebagai pemilu yang berkualitas dan demokratis. Namun demikian ada beberapa kendala yang dapat mengurangi nilai demokrasi pemilu kali ini diantaranya adalah kewenangan KPU yang terlampau besar, sistem pemilu dan adanya kuota 30% bagi caleg perempuan yang "setengah hati", sanksi pidana bagi golongan putih (golput), dan mmitnya proses pemilu serta masih banyaknya pelanggaran yang terjadi. Oleh karenanya perlu diupayakan agar lebih mengikutsertakan rakyat dalam setiap pengambilan keputusan, menerapkan sistem pemilu secara utuh,pelarangan terhadap rangkap jabatan, penguatan fungsi DPD sebagai wakil daerah di tingkatan nasional, dan perlunya penegakan hukum secara maksimal. Melalui upaya-upaya tersebut diharapkan akan terwujud suatu pemilu yang lebih berkualitas, akomodatif, dan dapat memfasilitasi pelaksanaan perwujudan kedaulatan rakyat sebagai "raja" dalam sebuah negara demokratis.

General election is a common event in the countries that have "advanced democracy" title. In Europe and America, general election is merely an event of power succession that has no effect for the stabilized system in that country. But, in Indonesia general election is a tremendous event. It is a way to create people sovereignty in Indonesia governance. To achieve the sovereignty, general election must held in democratic way with people participation and occurs in the principles of directness, generality, freedom, secrecy, honesty, and fairness. General election must able to guarantee the principle of representation, accountability, and legitimating. But, in fact, the implementation of general election in Indonesia cannot create the principle of democracy. The research of Implementation of General Election System In Order To Create Democratic Principle in Indonesia is a legal normative research. This is the research of the principles and philosophical (dogma and doctrine) of law, legal history, factors which related to the implementation of general election. This research is use literary research where the data of the research are primary, secondary and tertiary legal source. The result of the research shows that for 9 times of general election occurred in Indonesia, there was only general election on 1955, 1999 and 2004 can mention as the qualified election, accommodative, and able to facilitate the creating of people sovereignty. Besides, general election on 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 and 1997 where occurred on the period of "Orde Baru" can mention as a fool general election and mention as party of democracy that has no sense of democratic at all. This is caused when the election occurred, the governance used the general election as a legitimating power to legitimate and hold the power in this country. The power of authority use government and military as central point at the electoral institution to create political stability and economical increasing at that time, but they ignored aspiration from the people. At that time, general election was not designed to get the authentic purpose of the election. When the replacement of "Orde Baru", general election in Indonesia become a qualified and democratic election on 1999 and 2004. However, there are many problems that can reduce the value of democracy. The overloading authority of General Election Commission, the system of election and 30% quotes for "doubtful" women legislator, criminal sanction for abstain group, complication of election system also many infraction occurred are the problems of general election today. Therefore, it is need to include people as citizen in this country on decision making, apply the system of election totally, prohibition of double position in governmental institution, reinforcing the function of DPD (Regional Representative Assembly) as a representative person from the regency at national level, and also reinforcement for law for better election. From those suggestions, it is hoped that there will be a qualified and accommodative election, which able to facilitate for realizing sovereignty of people because people is a king in democratic country.

Kata Kunci : Sistem Pemilihan Umum, Asas Demokrasi, general election system, demokratic principle


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.