Laporkan Masalah

Upacara Beterang :: Ritual peralihan status anak perempuan dalam masyarakat Serawai di Bengkulu

BOERMANSYAH, Juniarti, Dra. Tuty Gandarsih MRS., MS

2005 | Tesis | S2 Antropologi

Penelitian ini mengenai upacara sunat atau khitan perempuan yang dalam istilah lokal disebut dengan beterang di Desa Palak Bengkerung, Kecamatan Seginim, Kabupaten Bengkulu Selatan. Tujuan yang ingin dicapai adalah : 1) Menelaah proses upacara beterang; 2) Menelaah makna dibalik tindakkan masyarakat Muslim melaksanakan upacara beterang; 3). menelaah persepsi masyarakat Muslim terhadap upacara beterang. Untuk mencapai tujuan yang dimaksud, pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik observasi partisipasi dan wawancara mendalam terhadap informan dari masyarakat Muslim. Informan dalam penelitian ini meliputi dukun beterang, pasangan suami-istri yang melangsungkan upacara beterang, perempuan yang pernah beterang, dan tokoh agama Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosesi upacara beterang mengindikasikan sebagai prosesi upacara peralihan yang terdiri dari tiga fase yaitu pemisahan dan persiapan subyek upacara (anak perempuan), tahap liminal atau transisi yang ditandai dengan sikap patuh terhadap instruksi pimpinan upacara dan diberikannya nilai-nilai, oreintasi, serta tujuan hidup, dan tahap pengintegrasian subyek upacara (anak perempuan) ke dalam masyarakatnya dengan status gadis. Sementara itu benda-benda dan alat-alat yang disertakan dalam upacara beterang mengandung harapan-harapan terhadap anak perempuan, sedangkan dalam pelaksanaan upacara beterang semua kerabat dekat, kerabat jauh, serta warga sekitar ikut terlibat. Hal ini menunjukkan masih kuatnya solidaritas sosial di Palak Bengkerung. Adapun persepsi masyarakat Muslim terhadap upacara beterang cukup beragam, akan tetapi dapatlah dikatakan bahwa persepsi tentang upacara beterang terbagi dua, yaitu praktik sunat atau khitan dipandang sebagai tuntunan agama dan ada juga yang memandangnya sebagai adat-istiadat masyarakat setempat, sedangkan prosesi lainnya di dalam upacara beterang bagi masyarakat Muslim dipandang sebagai adat-istiadat yang dimaknai sebagai rukun dan syarat yang harus dijalani oleh seorang anak perempuan sebelum memasuki status gadis di dalam masyarakatnya. Hal-hal yang memotivasi masyarakat Muslim melaksanakan upacara beterang adalah : 1) untuk memberi indentitas sosial kepada anak perempuan sebagai Muslim; 2) untuk memberikan status sosial sebagai gadis di dalam masyarakatnya; 3) untuk menanamkan sifat-sifat feminim terhadap perempuan Serawai di Palak Bengkerung melalui media benda-benda yang disertakan dan mantra-mantra yang diucapkan oleh dukun beterang.

The research studies the ceremony of girl circumcision, which is called beterang ceremony in local custom in Palak Bengkerung village, Seginim subdistrict, South Bengkulu regency. The objectives are 1. studying the process, objects and equipments, and people involved in beterang ceremony; 2. analizing the meaning of Moslem acts in beterang ceremony; 3. studying Moslem society’s perception toward the ceremony. To achieve these objectives, the research collects data by adopting a participatory observation and an in-depth interview technique. The informants are from Moslem society consisting of traditional doctor (dukun), parents who hold the ceremony, women who once had beterang (circumcised) and Moslem prominent figures. The research results show that the procession of beterang ceremony indicates itself as a procession of initiation ceremony that consists of three phases. The first phase is separation and preparation of the subject (girl), the second phase is liminial or transition, which is marked with an obedience to follow all instructions from the ceremony leader and presentation of values, orientation, and goal of life, and the third phase is integration of the subject into her society by bestowing her a status of adulthood. Meanwhile, the objects and equipments of the ceremony symbolize expectations to the girl. During the ceremony, close relatives, distance relatives and neighbours are all involved, showing a strong social solidarity in Palak Bengkerung. The Moslem society’s perception toward beterang ceremony varies. However, they can be classified into two: circumcision perceived as obligatory (required) and circumcision perceived as local custom. Other processions are regarded as custom that is understood as principle and requirement to be fulfilled by a girl before entering her adulthood status in the community. Some factors that motivate Moslem society to perform this rite include 1. giving a social identity to their daughter as a Moslem, 2. giving a social status to their daughter in the society, 3. cultivating feminine traits in Serawai girls in Palak Bengkerung through a medium of objects used and chants spelled by beterang traditional doctor in the ceremony.

Kata Kunci : Sistem Sosial Masyarakat,Upacara Beterang (Khitan Perempuan),Persepsi,Makna, ceremony, beterang, perception, meaning.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.