Pelaksanaan pemberian upah buruh pada perusahaan perseorangan di Kabupaten Lembata
PAYONG, Petrus Kanisius, Prof. Emmy Pangaribuan S., SH
2005 | Tesis | S2 Ilmu Hukum (Magister Hukum Bisnis)Penelitian ini diangkat mengingat sampai saat ini hak-hak para pekerja khususnya upah yang diberikan oleh perusahaan perseorangan di kabupaten Lembata masih sangat rendah. Upah tersebut tidak sebanding dengan jasa yang diberikan kepada perusahaan tempatnya bekerja sebagaimana di amanatkan dalam ketentuan Upah Minimum Propinsi Nusa Tenggara Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari data mengenai pelaksanaan pemberian upah buruh oleh perusahaan perseorangan di kabupaten Lembata dan untuk mengetahui sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran pemberian upah oleh perusahaan perseorangan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif, yang teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan studi kepustakaan dan pendekatan sosiologis dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara. Data-data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu wawancara langsung kepada pengusaha dan pekerja pada perusahaan perseorangan serta pejabat pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Lembata dan Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Propinsi NTT. Data sekunder diperoleh dari perpustakaan dan bahan-bahan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Analisis hasil data yang diperoleh dari studi pustaka dan hasil penelitian lapangan dianalisis dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Pertama, upah yang diberikan oleh pengusaha pada Perusahaan Perseorangan di Kabupaten Lembata belum sesuai dengan ketentuan Upah Minimum Propinsi. Sejauh ini pekerja belum pernah menuntut/menekan pengusaha untuk membayar upah sesuai dengan standar upah minimum propinsi NTT. Pada umumnya pekerja tidak mengetahui adanya ketentuan tentang standar upah minimum propinsi sebagaimana diatur dalam SK Gubernur NTT No. 07/Kep/HK/2004. Ketidaktahuan ini dikarenakan kurang sosialisasi dari pihak Nakertrans tentang SK Gubernur tersebut. Kedua, menurut pasal 91 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa dalam hal upah yang ditetapkan atas kesepakatan lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundangundangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu pekerja berhak menuntut pembayaran upah sesuai dengan standar upah minimum kepada pengusaha melalui perantara pihak Nakertrans Kabupaten Lembata. Pihak Nakertrans harus memberikan teguran dan peringatan tertulis serta panggilan menghadap kepada pengusaha agar dapat menyelesaikan kewajibannya. Namun apabila hal ini tidak dilakukan oleh pengusaha, maka pihak Nakertrans perlu melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk tidak akan mengeluarkan dokumen perpanjangan SITU dan SIUP bagi pengusaha yang tidak melakukan kewajibannya tersebut.
The research is conducted in consideration with the fact that the rights of labours, in particular their wage payment from individually-owned company in Lembata regency, is still very low. Their wage is far below the minimum wage standard applied in the province of East Nusa Tenggara. The objectives of the research is to obtain data on wage payment by individually-owned company in Lembata regency to its labours, and to investigate the penalty for wage payment violations committed by this company. The research uses a juridical normative approach, and data are obtained from library research. It also applies a sociological approach, and data are collected from interview. These data consist of both primary and secondary ones. The primary data are obtained from direct interview with entrepreneurs and labours at individually-owned companies, and with officers of the Manpower Office in Lembata regency and the Commission for Wage Payment and Social Security Research of the Council of Labor Force of East Nusa Tenggara Province. The secondary data are collected from the study on literatures and materials relevant with the issue being researched. The data are analysed qualitatively. The research results show that firstly, the workers working for individually-owned companies in Lembata regency are not paid according to the minimum wage standard in the province. The reason is that the company intends not to pay the wage according to the regulation of Minimum Wage Standard. It happens because workers never demand for a better payment, which will become a pressure for the company to apply the minimum wage standard in NTT province. Lack of understanding on the workers’ side results from the lack of socialization from the Department of Manpower and Transmigration concerning the Governer’s Decree on a minimum wage standard of the province. Secondly, article 91 item (2) of the Act No. 13/2003 on Manpower affairs states that any decision on lower wage than the minimum, or violating the regulations, will automatically be annuled for the sake of law and the company must pay the workers according to the existing regulations. Consequently, workers have the rights to demand for a minimum wage payment to the company through the Department of Manpower of Lembata regency as a mediator. The Department of Manpower must send a written reprimand to or summon the enterpreneurs requiring them to fullfill the obligation. If they are ignorant, however, the department will have coordination with other related institutions for not issuing a document of SITU and SIUP renewal for these entrepreneurs
Kata Kunci : Hukum Bisnis,Upah Buruh,Perusahaan Perseoranganminimum wage, welfare, and law enforcement.