Evaluasi kebijakan Pemerintah Provinsi DIY terhadap penetapan moda bus sedang sebagai angkutan kota
YUSUF, Muhammad, Dr.Ir. Sigit Priyanto, M.Sc
2005 | Tesis | Magister Sistem dan Teknik TransportasiPemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah menetapkan kebijakan yang mengatur penetapan moda bus sedang sebagai sarana untuk pelayanan angkutan kota di Yogyakarta. Kebijakan ini tertuang dalam Perda Propinsi DIY nomor 10 tahun 2001, dalam pasal 19 telah mewajibkan kepada operator untuk menggunakan moda bus sedang sebagai pelayanan angkutan kota. Namun pada kenyataannya Perda ini kurang disambut positif bagi para operator, hal ini terbukti dengan masih adanya operator yang belum melakukan penyesuaian dengan peraturan yang telah ditetapkan tersebut, antara lain operator Koperasi KOBUTRI yang masih menjalankan moda bus kecil untuk pelayanan angkutan kota pada trayek 16 dan 17. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan bobot tingkat kepentingan dari masing-masing komponen berdasarkan atas kriteria-kriteria dan alternatifalternatif moda yang disesuaikan dengan alasan penetapan moda bus sedang sebagai angkutan kota dari pemerintah. Pembobotan yang dilakukan ini dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Komponen yang dipilih meliputi penumpang, pemilik bus, dan awak kendaraan dari Koperasi KOBUTRI trayek 16 dan 17, sedangkan kriteria yang dijadikan tolok ukur adalah waktu perjalanan, waktu tunggu, frekuensi, faktor muat, tarif, kehandalan, keselamatan, kenyamanan dan keamanan. Untuk melengkapi penelitian ini juga dilakukan analisis biaya operasi kendaraan (BOK) terhadap bus kecil sebagai moda yang selama ini melayani dan dibandingkan dengan moda bus sedang, jika kondisi ini diasumsikan akan dilayani dengan bus sedang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 3 (tiga) kriteria utama yang mempengaruhi dalam penetapan jenis moda di Yogyakarta adalah waktu perjalanan (14,21%), tarif (14,06%), dan faktor muatan (13,10%). Sementara itu, komponen yang perlu diperhatikan dalam penentuan jenis moda adalah penumpang (54,10%), pemilik bus (30,10%), dan awak kendaraan (15,6%). Alternatif optimal yang diinginkan oleh komponen pelaku angkutan kota adalah alternatif 1, yaitu moda bus kecil dengan kapasitas 14 seat dengan bobot 53,74%. Dari hasil analisis BOK didapat bahwa load factor rata-rata pada trayek 16 dan 17 adalah 38,39%, dengan biaya operasi untuk bus kecil Rp.795,- per-bus/km., sedangkan jika digunakan bus sedang biaya operasinya menjadi Rp.1.080,26 per-bus/km., hal ini membuktikan bahwa pengoperasian bus kecil lebih hemat 26,40% per-bus/km daripada pengoperasian bus sedang. Berdasarkan atas hasil analisis tersebut, maka Kebijakan Pemerintah Propinsi DIY disarankan untuk dilakukan revisi atas keharusan pelayanan angkutan kota dengan moda bus sedang, atau jika peraturan ini tetap dilaksanakan maka diperlukan kebijakan â€suplemen†yang bertujuan untuk mengoptimalkan pelayanan angkutan umum dengan bus sedang melalui kebijakan buy the service, peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum, dan pengawasan time table.
The provincial government of Special Region of Yogyakarta (DIY) has made a policy to determine medium-sized bus as transport means for urban public transport service in Yogyakarta.This policy was decanted in by law of Province DIY number 10 year 2001 in section 19 has obliged to operators to use medium sized bus as service of urban transport, utilize to create effective and efficient public transport system. In reality, this regulation was mostly in aceptable. Evidently there is still operators, for example KOBUTRI which still run small sized bus for the service of city transport at route 16 and 17. Though in regulation itself have expressed to give adjustment tolerance to operator during 5 year counted from date of stipulating this regulation ( 10 October 2001). Pursuant to the mentioned, hence this research to conducted. This research was conducted to get importance storey;level wight from each component by virtue of alternatives and criterions of bus-size adapted for the reason of stipulating of bus-size as city transport of government. In addition to this research vehicle operating cost (VOC) and Analytical Hierarchy Process (AHP), selected component cover passenger, owner of bus, and bus crew of KOBUTRI route 16 and 17. Criterion taken as measuring is journey time, lay time, frequency, load factor, tariff, mainstay, safety, security and freshment. This analysis using Analytical Hierarchy Process and vehicle operating cost from small sized bus to medium sized bus, if this condition was assumed will serve with this medium sized bus. Results of this anlysis indicate that 3 criteria which influence in stipulating of type of bus size in Yogyakarta is journey time ( 14,21%), tariff ( 14,06%), and load factor ( 13,10%). Meanwhile, component which need to be paid attention in determination of type of bus size is passenger ( 54,10%), owner of bus ( 30,10%), and bus crew ( 15,6%). Optimal alternative which wanted by component perpetrator of city transport is alternative 1, that is small sized bus with capacities 14 passanger moment with wight 53,74%. From result of VOC analysis got that mean load factor at route 16 and 17 is 38,39%, with operating expenses for small bus of Rp.795,- bus / km., while if used by its operating expenses bus was becomed Rp.1.080,26 bus / km., this matter prove that operation of small sized bus more economical 26,40% bus / km than operation of medium sized bus.
Kata Kunci : Angkutan Umum,Kebijakan Pemda,Penetapan Moda, policy of government, Analytical Hierarchy Process, Vehicle Operating Cost.