Konsep sosial kultural dan pola keruangan permukiman Adat Da'a :: Studi kasus Desa Kalora Kecamatan Marawola Kabupaten Donggala
ALY, Rahmad Mirza Dzulkifli, Ir. Sudaryono, M.Eng.,Ph.D
2005 | Tesis | Magister Perencanaan Kota dan DaerahPermukiman adat Da’a merupakan salah satu permukiman yang memiliki keunikan di Kabupaten Donggala. Keunikannya adalah sulit membedakan antara kepercayaan dan agama yang dianut warga. Walaupun telah menganut agama tertentu sebagian warga masih melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat animisme. Permukiman warga Da’a berada pada gunung Gawalise. Permukiman ini tersebar pada beberapa Desa mulai dari kaki gunung, lembah dan gunung Gawalise. Rumah-rumah warga sebagian besar tersebar di lereng-lereng gunung dengan bentuk sangat sederhana. Ukuran rumah bervariasi dan ada yang hanya 2 x 3 meter, sebagian besar masih berupa rumah panggung dengan dinding dari bambu dan beratap rumput. Tetapi pada beberapa tempat banyak pula penduduk yang telah memiliki rumah berlantai tanah dengan ukuran yang lebih besar. Umumnya warga Da’a masih menjunjung tinggi adat yang mereka percaya. Segala urusan kehidupan selalu dikaitkan dengan norma adat. Adanya interaksi dengan masyarakat luar menyebabkan norma-norma adat terdegradasi. Penelitian ini berupaya untuk mendeskripsikan bagaimana konsep sosial kultural dan pola keruangan warga khususnya di Desa Kalora Kecamatan Marawola Kabupaten Donggala. Hal ini menjadi menarik apabila dikaitkan dengan normanorma warga dalam memanfaatkan lingkungan dan kenyataan bahwa sebagian besar permukiman merupakan kawasan hutan lindung. Upaya relokasi pemerintah menimbulkan konflik antara kelompok warga dan pemerintah. Penelitian ini mengaju pada kaidah penelitian kualitatif. Analisis data dilakukan secara deskriptif induktif, sehingga tujuan untuk mendeskripsikan konsep sosial kultural dan pola keruangan permukiman adat Da’a menjadi tercapai. Hal ini senada dengan pemahaman bahwa fenomena sosial kultural yang ada dilapangan dapat bermakna ganda serta dapat membentuk pola keruangan. Penekanan diberikan pada aktivitas warga dan hasil obeservasi termasuk didalamnya pemanfaatan alam oleh warga. Hasil penerlitian telah dapat mendeskripsikan beberapa fenomena sosial kulural dan pola keruangan yang ada di permukiman adat Da’a. Proses akhir dari fenomena sosial kultural menunjukkan adanya sembilan konsep sosial kultural meliputi : (1) ketergantungan pada sumberdaya alam, (2) kesederhanaan, (3) kearifan lokal, (4) mobilitas warga, (5) marjinalisasi perempuan, (6) perubahan tradisi dan agama, (7) potensi disharmonisasi, (8) modal sosial (9) ketidakpastian. Tidak kalah pentingnya ditemukan juga pola keruangan yaitu pola linier dengan bentuk tidak beraturan pada pusat permukiman dan permukiman lama. Pada pusat permukiman juga ditemukan pola berpencar dengan kecenderungan mengelompok sama seperti pada kawasan pertanian. Faktor-faktor pembentuk pola keruangan adalah faktor sosial budaya, ekonomi serta sarana dan prasarana permukikan.
Da’a adat settlement is one of the settlements in Donggala regency with uniqueness. The uniqueness is, it is difficult to distinguish religion and belief which are practicing by the members of society. Although they believe in a particular religion, they continue performing animism practices. The settlement of Da’a society locates around Gawalise mountain, spreading from its foot, valley, and slope. Most houses are built on the mountain slopes, in simple designs. The size varies, even some are only 2x3 meters. Others are built on stilts with bamboo walls and grass roof. On some location, however, houses are built directly on the ground in larger size. In general, Da’a residents keep respecting the adat that they believe in. Every aspect of life is related to the adat norms. Interaction with external society has degraded these norms. The research aims to describe the social and cultural concepts and spatial pattern, especially in Kalora village, Marawola sub-district, Donggala regency. It is interesting to relate the society’s norms in utilizing environment, while most settlements are actually protected forest. Government’s efforts to relocate them induce conflicts between the society groups and the government. The research belongs to a qualitative research. It applies a descriptive, inductive analysis to enable it to describe the social cultural concept and spatial pattern of the Da’a adat settlement. It is in relevance with the understanding that the social cultural phenomena in the field may have double meanings and form spatial pattern. The emphasis is given to the people’s activities, while the observation results include utilization of nature by the society. The research results are able to describe several social cultural phenomena and spatial pattern in Da’a adat settlement. The final process of these phenomena shows 9 social cultural concepts which are: (1) dependence on natural resources, (2) simplicity, (3) local wisdom, (4) society’s mobility, (5) woman marginalization, (6) changes in tradition and religion, (7) disharmony potential, (8) social capital, (9) uncertainty. A linear pattern in irregular shape is also identified in the centre of the settlement and in old settlement. Furthermore, a spreading pattern with a tendency for grouping like in agricultural are is also identified in the centre of the settlement. The factors forming those spatial patterns are social-cultural and economic factor, and settlement facility and infrastructure
Kata Kunci : Permukiman Adat,Pola Keruangan,Konsep Sosial Kultural, social cultural concepts, spatial pattern, adat settlement.