Laporkan Masalah

Analisis pemekaran Kabupaten Fak-fak Propinsi Papua

SIRFEFA, Hamid, Prof.Dr. Riswandha Imawan

2005 | Tesis | Magister Administrasi Publik

Proses pembangunan nasional maupun daerah dari periode ke periode telah menunjukkan hasil yang menggembirakan, namun tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam keberhasilan tersebut masih tersisah persoalan-persoalan yang harus ditangani secara lebih serius, seperti masalah kemiskinan, rendahnya kualitas sumber daya manusia, mainimnya akses terhadap teknologi dan informasi dan lain sebagainya, yang akibatnya masih terlihat adanya kesenjangan di berbagai sektor, baik antar wilayah maupun antar masyarakat. Untuk Propinsi Papua pada umumnya dan khususnya Kabupaten Fakfak hal ini disebabkan, karena luas wilayah dan isolasi wilayah yang mengakibatkan sentuhan pembangunan belum dapat terlihat sebagaimana yang diharapkan. Dengan demikian perlu adanya perhatian dan jalan keluar terhadap persoalan-persoalan pembangunan tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar masalah-masalah pembangunan tersebut tidak menjadi hambatan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di era otonomi daerah. Salah satu alternatif untuk menjawab persoalan-persoalan pembangunan tersebut adalah melalui pemekaran wilayah. Dengan demikian masalah pemekaran wilayah Kabupaten Fakfak merupakan masalah yang sangat tertarik untuk dibicarakan. Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut, teori-teori yang digunakan adalah teori tentang pengembangan wilayah, teori desentralisasi, dan teori pemekaran wilayah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, dengan pendekatan kuantitatif, tekhnik pengumpulan data melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara mendalam, sedang analisis datanya melalui interpretasi berdasarkan pemahaman intelektual yang dibangun berdasarkan pengalaman empiris penulis. Kesimpulan hasil penelitian adalah sebagai berikut: Pertama, munculnya kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Fakfak, dilatarbelakangi oleh luas wilayah dan isolasi wilayah, serta terbatasnya sarana dan praasrana publik dalam menjalankan fungsi pelayanan publik, sehingga terlihat masih ada ketimpangan di berbagai sektor khususnya pada daerah (distrik) yang jauh dari pusat pemerintahan. Kedua, ketimpangan antar kecamatan tersebut membuat adanya perhatian dari para stakeholders, sehingga adanya tekanan terhadap pengambil kebijakan, agar ketimpangan tersebut dapat dikurangi/dapat diatasi lewat pemekaran wilayah. Ketiga, Adanya intervensi baik dari pemerointah propinsi maupun pemerintah (pusat) terhadap pengambilan keputusan terhadap pemekaran wilayah ini merupakann keputusan politik dan keputusan akhir yang merupakan kewenangan pemerintah, yang telah dipertimbangkan, sehingga pemekaran wilayah tersebut dapat dilaksanakan. Keempat, secara yuridis maupun administratif pemekaran Kabupaten Fakfak/pembentukan Kabupaten Kaimana dapat dikatakan layak, karena dari hasil penelitian/studi berdasarkan kriteria dan syarat sebagaimana diatur dalam PP. 126/2000, dapat dikatakan lulus, sehingga terbentuknya Kabupaten Kaimana bersamaan dengan 13 kabupaten lainnya di Propinsi Papua yang dikukuhkan lewat UU. No. 26/2002.

Either national or local development process between period has shown remarkable result, but it could be avoided that in that result, it remained some problems that should be resolved seriously, such as poverty, lower human resources quality, low access to technology and information and others. It caused that there was a gap in various sectors, either among region or between societal group. For Papua Province in general and Fakfak regency in particular it was caused by size of region and isolated districts in which development could not reach those places as order to resolve the developmental restriction in performing governmental process in local autonomy era. One alternative to answer question on developmental problem is to extend the region. So, the extension of Fakfak regency is the interesting problem to discuss. To answer objective of this research, some theories used are those about regional development, decentralization, and regional extension. This research used descriptive method whit qualitative approach. Technique for collecting data was conducted by observation, documentation, and dept interviews, while data analysis used an intellectual-based interpretation that built on researcher’s empirical experience. Result of this research were as follows: First, rise of regional extension policy in Fakfak regency, based on size of region isolated districts, and limited of utility and facility for public in performing the service function. So, it seemed that there was gap sector, mainly in remote districts from central government. Second, gap between sub district made the existence of awareness for stakeholders. Then, there was a pressure to policy maker in order the gap could be reduced or handled by regional extension. Third, there was intervention either from provincial or central government in making a decision toward regional extension. It was a political decision and it was the final decision and authority for government that has been considered in which the regional extension can be done. Fourth, in juridical and administrative Fakfak regency extension or forming of Kaimana regency can be feasible, because result of this research showed that criterion and requirement as stated on PP. 126/2000 can pass. So, establishment of Kaimana regency with 13 other regency in Papua Province was enacted by UU Number 26/2002.

Kata Kunci : Kebijakan Pemerintah,Pemekaran Wilayah,disparity issue between sub district ,stakeholders pressure, decentralized of authority, regional extension

  1. S2-PAS-2004-Hamid_Sirfefa-Abstract.pdf  
  2. S2-PAS-2004-Hamid_Sirfefa-Bibliography.pdf  
  3. S2-PAS-2004-Hamid_Sirfefa-Tableofcontent.pdf  
  4. S2-PAS-2004-Hamid_Sirfefa-Title.pdf