Laporkan Masalah

Alur perdagangan anak perempuan untuk tujuan seksual di Semarang :: Studi kasus perdagangan anak perempuan di lesehan Teh Poci

SUYANTO, Dr. Muhadjir Darwin

2005 | Tesis | S2 Kependudukan

Perdagangan anak perempuan untuk tujuan seksual (PAPUTS) di lesehan the poci di Semarang sangat marak sejak tahun 1990-an akhir. Isu yang diangkat dalam penelitian ini adalah jaringan kerja yang meliputi aspek-aspek perekrutan korban, penampungan, pemasaran, dan pelayanan seksual kepada konsumen, jaringan kerja antaraktor, dan komitmen pemerintah dalam menanggulangi praktik PAPUTS. Teknik pemilihan informan dilakukan dengan sistem bola salju. Informan dalam penelitian ini adalah anak-anak korban PAPUTS, germo, calo, bodyguard, aktivis LSM, wartawan, dan aparat pemerintah (aparat Pemkot, Satpol PP, dan polisi). Sedangkan pengumpulan data mempergunakan metode observasi partisipatori terbatas, wawancara mendalam terstruktur, dan diskusi kelompok terfokus. Adapun analisis data dilakukan dengan metode kombinasi antara kualitatif dengan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan anlisis kategori, interpretatif, dan deskriptif, sedangkan analisis kuantitatif dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi tunggal. Korban PAPUTS direkrut melalui penipuan, paksaan dengan ancaman atau kekerasan, kaderisasi, dan jerat utang. Perekrut korban adalah pelacur/germo, calo, dan orang tua korban. Para korban pada umumnya ditampung oleh germo dengan selalu mendapat pengawasan dan dikondisikan selalu hidup dengan mewah. Pemasaran kepada konsumen dilakukan dengan tiga cara yaitu melalui calo, pekerja lesehan teh poci, dan langsung oleh korban. Para konsumen pada umumnya adalah lokal Semarang, namun sering pula orang dari luar kota dan bahkan orang asing, para ABK (awak buah kapal). Aktor PAPUTS di lesehan teh poci sebagian mempunyai jaringan ke luar, namun hal yang sering terjadi adalah aktor dari luar sudah memesan kepada calo untuk dicarikan korban untuk dikirim kelembaganya, biasanya dari Batam dan sekitarnya, Jakarta, dan Bali. PAPUTS di lesehan teh poci cemderung sebagai basis ke PAPAUTS yang lebih luas sehingga di sana dapat dikatakan sebagai lembaga PAPUTS transit. Adapun implikasi kebijakan penanggulangan yang direkomendasikan dalam penelitian ini adalah perlu dibentuknya undang-undang khusus PAPUTS yang bersifat menjerat para aktor dan konsumen dengan melindungi korban. Dalam implementasinya, undang-undang tersebut perlu disosialisasikan disertai pemberdayaan aparat secara berkesinambungan. Hal ini disebabkan perangkat hukum yang ada belum mengakomodasi tentang trafficking (PAPUTS) di satu pihak dan di pihak yang lain pemahaman para aparat masih bersifat parsial dan bias jender sehingga dalam menangani hal tersebut tidak sensitif jender.

The practice of trafficking in child (daughter) for the sexual purpose in poci tea stand in Semarang is very phenomon since last 1990 era. The technique in choosing the informan uses snow ball system. The infotrman in this research are victims of trafficking and completed by key informan. They are trafficker, trafficking broker, activist of NGO, and government officer. Data collecting uses intermediete participatory obsevation, stuctured in-depth interview, and focus group discussion. Data analysis uses the method of collaborative (triangulasi), qualitative and quantitative analysis. Qualitative analysis is carried out by category, interpretative, and desciptive analysis and quantitative analysis is carried out uses single frequence distribution table. The issue in this research is net work. Net work has four steps: recruitment, mother boarding, marketing, and sexual service.The most often recruiting the victims are trough deceiving, pressure with violence, dept bounded, forming of cadgers or learning. The actors recruit victim are dominared by prostitute and brothel keeper. They are the recruiting actor are boy friends, broker, and parents. The recruit place are rural area, travel, and public area. The policy implication for over coming the need to make one rule about trafficking to trap the actor and consumer to protect the victims. Implementation of the rule need socialization to the society and empowerment the apparatus continually. It is cause by the rule that is not accommodate the trafficking in on land, and in the there are partials in-sight and gender bias so there is no gender sensitive to handle trafficking.

Kata Kunci : Perdagangan Anak Perempuan,Ciblek


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.