Perempuan dan Syariat Islam respon perempuan terhadap implementasi Qanun Syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
MELYA, Intan, Dr. Partini, SU
2005 | Tesis | S2 Ilmu PolitikImplementasi Qanun Syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah salah satu manifestasi dari penerapan Keistimewaan Aceh di bidang agama. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Keistimewaan Aceh telah memberi peluang bagi Pemerintah Daerah untuk menjalalankan penyelenggaraan kehidupan beragama, kehidupan adat, pendidikan serta peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah. Dalam penyelenggaraan kehidupan beragama lebih lanjut diatur dengan dengan Peraturan Daerah Istimewa Aceh Nomor 5 Tahun 2000 tentang pelaksanaan Syariat Islam..Penelitian ini memfokuskan kepada implementasi Qanun Nomor 11 tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam bidang Aqidah, Ibadah dan Muamalah terutama mengenai Pasal 13 yang menyatakan bahwa setiap umat muslim wajib memakai busana muslim. Implementasi Qanun ini tentu saja memunculkan reaksi di masyarakat baik pro, kontra dan kritis terutama kepada kaum perempuan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Syariat Islam Pasca Undang-Undang no 18 tahun 2001 dan Untuk mengetahui respon perempuan terhadap implementasi Qanun syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dan didukung dengan data yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi Qanun Syariat Islam baru pada hal-hal yang sifatnya simbolik dan belum menyentuh substansi, implementasi Qanun Syariat Islam dapat dilihat dari 3 klasifikasi kebijakan yaitu penafsiran, pembentukan lembaga dan penerapan bidang-bidang Syariat Islam. sementara itu implikasi dari Syariat Islam telah menunjukkan respon yang beragam di masyarakat terutama perempuan karena dalam tataran iplementasinya perempuanlah yang merasakannya langsung dengan diwajibkannya menggunakan busana muslimah, dari hasil penelitian juga diketahui bahwa respon yang muncul adalah respon yang pro dan kritis terhadap implementasi Qanun Syariat Islam yang juga dipandang dalam perspektif postmodernis dimana respon yang pro ditandai dengan hegemoni wacana dan respon yang kritis digambarkan dengan counter hegemoni Beberapa saran yang dapat diajukan berkaitan dengan permasalahan yang dihadapai berkaitan dengan respon perempuan ini adalah dengan memberikan himbauan-himbauan dan penerangan yang disampaikan kepada masyarakat secara terus menerus, dibentuknya Tim Penegak Syariat†yang kelak bertugas menjalankan dan melaksanakan proses pemberlakuan Syariat Islam, lanjutannya, berupa peringatan-peringatan, diberikan sanksi dan hukum dengan pelanggaran yang sifatnya mendidik, hal terakhir yang juga dirasakan penting adalah dibuatnya Qanun yang aplikatif dan sensitif terhadap perempuan yang didalamnya juga mengatur mengenai masalah menutup aurat ini secara khusus sehingga tidak terjadi lagi kesalahpahaman mengenai permasalahan menutup aurat ini.
Implementation of The Qanun Syariat Islam in Province of Nangroe Aceh Darussalam is one of the manifestations of Aceh’s exclusivity upon religion. Ordinance No. 44 1999 on implementation of Aceh’s exclusivity has given an opportunity to the Regional Government in holding religion, customs, education aspect and religious scholar within regional policy making. Furthermore, thus religion life regulated with Ordinance of Special District of Aceh No.5 – 2000 on implementation of Syariat Islam (*Moslem Rule). This study focused on implementation of Qanun No. 11 – 2000 on article 13, which suggested that every Moslem has to wearing a Moslem clothes. Indeed, implementation of the Qanun raising a controversy especially the women in the province. Therefore, this study aimed to recognize implementation of Syariat Islam Post-Law No. 18 – 2001 as well as to know the women’s response of Qanun implementation in Nanggroe Aceh Darussalam. A descriptive qualitative method used in this study, supported with obtained data from interview, observation and documentation. The results show that implementation of Qanun Syariat Islam yet still forced on symbolic aspect only, and not touched a substantial one. Thus Qanun can be viewed as three policies classification: estimation, institution establishment, and implementation of Syariat Islam. In the mean time, implication of Syariat Islam has shown a various response of community, especially the women because they were directly exposed to thus implication (has to wear a Moslem clothes). There, also founded that emerging response were pro and contra/critical, the former represented by discourse hegemony, while the later represented by counter-hegemony. Any proposed suggestion concerned with this women’s response such as give an ongoing appeal and clarification to the community, establish some kind of “Syariat Enforcement Team†that thereafter has an responsibility in its hand to make this syariat prevail, giving a sanction for the offender. The last thing that considerably important is to make an applicable Qanun that sensitive to the women which also rule out about specific matter of aurat (genital) covering so that there is no more misunderstanding.
Kata Kunci : Respon, perempuan, implementasi Qanun Syariat Islam, Response, Women, The Implementation of Qanun Syariat Islam