Sistem sapaan Bahasa Madura dialek Sumenep :: Kajian Sosiolinguistik
SUBIYATNINGSIH, Foriyani, Prof.Dr. Marsono, SU
2005 | Tesis | S2 LinguistikSistem sapaan bahasa Madura dialek Sumenep (BMDS) merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji dari perspektif sosiolinguistik. Fenomena tersebut bukan hanya berkaitan dengan aspek kebahasaan saja, melainkan juga dengan aspek sosial budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasi sapaan BMDS berdasarkan bentuk dan maknanya; mendeskripsikan sistem pemakaian sapaan BMDS; mendeskripsi satuan lingual yang secara fungsional merupakan bentuk-bentuk sapaan BMDS. Kajian ini dilakukan dengan metode cakap menggunakan teknik cakap semuka, teknik rekam, dan teknik catat dalam pengumpulan data. Selanjutnya, data dianalisis dengan menggunakan metode padan, yaitu padan referensial, padan pragmatis, dan padan translasional. Hasil analisis disajikan dengan cara formal dan informal. Temuan penelitian ini secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut. Pertama, sapaan BMDS berdasarkan bentuknya sapaan BMDS diklasifikasi menjadi tiga, yaitu berdasarkan ciri fonologis, ciri morfologis, dan ciri sintaktis. Berdasarkan maknanya sapaan BMDS berupa sapaan nama diri, pronomina persona, kekerabatan, jabatan dan profesi, gelar, religius, persahabatan, metaforik, dan jhâjhuluk. Kedua, pemakaian sapaan BMDS dipengaruhi oleh aspek sosial budaya. Aspek-aspek itu adalah konsep kesopanan; konsep kerabat atau awu; faktor-faktor sosial seperti situasi, etnik, kekerabatan, keakraban, status sosial, umur, jenis kelamin, status perkawinan, dan asal; kaidah pemakaian sapaan lengkap dan singkat; kaidah sosiolinguistik, yaitu alternasi, kookurensi, dan sekuensi; dan konfigurasi unsur semantis bentuk sapaan BMDS. Ketiga, bentuk-bentuk sapaan BMDS beserta variasinya diklasifikasi menjadi dua, yaitu sapaan kekerabatan dan sapaan nonkekerabatan. Sapaan kekerabatan meliputi sapaan yang digunakan dalam keluarga inti dan keluarga luas, baik dalam hubungan kekerabatan vertikal maupun horizontal, meliputi sapaan yang digunakan ego terhadap generasi I ke atas oreng tuwa ‘ayah ibu’, generasi II ke atas kae nyae ‘kakek-nenek’, generasi III ke atas juju’ ‘kakek-nenek buyut’, generasi I ke bawah ana’ ‘anak’, generasi II ke bawah kompoy ’cucu’, generasi III ke bawah peyo’ ‘cicit’, generasi IV ke bawah kareppek ‘piut’. Sapaan nonkekerabatan dikaitkan dengan teori ranah, meliputi sapaan yang digunakan di lingkungan tetangga, pondok pesantren, pamong desa, guru, dan bangsawa
Addressing system of Sumenep-Dialect-Madura Language (SDML) is an interesting phenomenon to study with sociolinguistic perspective. The phenomenon does not deal only with lingual, but also sociocultural aspects. This research aims at classifying SDML based on their forms and senses; describing lingual units such as addressing forms of SDML functionally; describing usage system of addressing SDML. This study conducted by direct interview method using face-to- face interview, recording, and noting in collecting data. Futhermore, the data are analyzed with parable method, i.e, referential, pragmation, and translation parable. Final analysis is presented formally and informally. Research finding can be presented briefly as follows: First, according to the forms, the addressing of SDML is classified into three features as phonological, morphological, and syntactical. According to the senses, addressing of SDML also manifests into self-name, personal pronoun, kinship term, accupational and profesional, titles, religious, friendship, metaphoric, and jhâjhuluk addressing. Second, addressing of SDML influenced by sociocultural aspects. These aspects are concept of politeness; kinship or awu concept; social factors that influence addressing distinction are situation, ethnic, kinship, intimacy, social status, age, sex, marital status, and origin; rule of mentioning complete and brief addressing; sociolinguistic rules such as alternation, coocurrance, and sequence; element of semantic configuration in addressing of SDML forms. Third, addressing of SDML forms and their variation is classified into two, i.e, kinship and nonkinship. The kinship addressing covers addressing in nuclear family and extended family, either vertically or horizontally kinship, cover addressing used by ego toward first generation up to (parents/ father-mother) oreng tuwa ‘orang tua’, second generation up to (grand parents) kae nyae ‘kakek nenek’, third generation up to (great grand parents) juju’ ‘kakek-nenek buyut’, first generation down to (children) ana’ ‘anak’, second generation down to (grand children) kompoy ’cucu’, third generation down to (great grand children) peyo ‘cicit’, four generation down to (great great grand children)‘kareppek ‘piut’. The nonkinship addressing is interrelated to domain theory, such as addressing neigbourhood, pondok pesantren (Islamic Boarding School), village administrators, teachers, and nomblemen.
Kata Kunci : sapaan, kekerabatan, nonkekerabatan, Bahasa Madura, addressing, kinship, nonkinship, Madura-language