Laporkan Masalah

Isolek Melayu Palembang dan Larantuka :: Kajian Leksikal, Fonologi, dan sebagian Morfologi dari Perspektif Sinkronis dan Diakronis

AGUS, Santi, Dr. Inyo Yos Fernandez

2005 | Tesis | S2 Linguistik

Pada pemetaan daerah pakai bahasa Melayu, Adelaar (1992) memperlihatkan sejumlah besar kantong Melayu (Malay enclaves) di kepulauan Nusantara, baik di kawasan Barat (KBI) maupun di kawasan Timur Indonesia (KTI). Isolek Melayu di Nusantara itu memperlihatkan ciri-ciri khas sesuai dengan daerah masing-masing. Penelitian terhadap isolek Melayu Palembang (MP) dan Melayu Larantuka (ML) merupakan upaya untuk memahami identitas daerah kantong Melayu yang mewakili KBI dan KTI, baik dari sudut tinjauan sinkronis maupun diakronis. Dari sudut tinjauan sinkronis dideskripsikan struktur fonologi, leksikon, dan morfologi masing-masing isolek Melayu didaerah kantong yang diteliti. Tinjauan diakronis didasari oleh informasi dari sejumlah sumber acuan yang lebih dahulu telah menjelaskan kedua isolek Melayu tersebut. Isolek MP dan ML diduga memiliki hubungan sejarah dari masa silam. Perbandingan kedua isolek Melayu tersebut bertujuan untuk mengkaji relasi historis yang diperlihatkan dalam kesamaan dan perbedaan unsur-unsur lingual yang ditemukan. Analisis diakronis menerapkan metode kualitatif, dengan teknik rekonstruksi untuk menemukan unsur-unsur retensi dan inovasi yang dimiliki kedua isolek Melayu yang diteliti. Unsur-unsur inovasi yang ditemukan dapat dibedakan atas inovasi bersama dan inovasi khusus atau inovasi kognitif. Data primer maupun sekunder dimanfaatkan dalam analisis sinkronis dan diakronis. Daerah penelitian yang dikunjungi adalah Palembang dan Larantuka tempat kedua isolek Melayu tersebut digunakan. Hasil yang dicapai secara sinkronis berupa temuan yang memperlihatkan kekhasan struktur yang berbeda pada masing-masing isolek Melayu yang diteliti. Berdasarkan analisis diakronis ditemukan sejumlah kemiripan yang dapat dikategorikan sebagai inovasi bersama dan inovasi kognitif yang dialami oleh kedua isolek Melayu di daerah kantong masing-masing. Secara leksikal kekhasan ciri-ciri Melayu kawasan Timur yang berbeda dengan kawasan Barat dapat diamati pada isolek ML. Demikian pula, sebaliknya pada isolek MP. Perbedaan ciri-ciri fonologis yang menonjol pada isolek MP termasuk diantaranya delisi konsonan pada semua posisi akhir kata, sehingga isolek ML dikenal sebagai kantong Melayu yang vokalis. Ciri-ciri morfologis memperlihatkan antara lain adanya kemiripan beberapa alat gramatikal seperti afiks me- dan te- sebagai ciri inovasi bersama antara kedua isolek Melayu yang dibandingkan.

In the mapping of Malay language usage, Adelaar (1992) demonstrates a number of Malay enclaves in Nusantara islands, the Western or the Eastern part of Indonesia Malay variation in Nusantara indicates the uniqueness of each location. The research about the variation of Palembang Malay (PM) and Larantuka Malay (LM) is aimed at understanding the identity of Malay enclaves representing the Eastern and Western part of Indonesia, from a synchronically and diachronically point of view. From a synchronically point of view the phonological, lexical, and morphological structure of each variation of Malay in PM and LM will be described diachronically analysis. It will be based on the information from the previous research about the variation of these two Malay enclaves. The variation of these PM and LM are assumed having historical relationship in the past. The comparative study of these Malay variations is aimed at analysing historical relationship which indicated by similarities and differences of linguistic elements that have been found. Diachronic analysis applies qualitative method by using reconstruction method to find the retention and innovation owned by LM and PM. The innovation elements that have been found can be classified as shared innovation and particular innovation or cognitive innovation. Primary and secondary data are also involved in synchronically and diachronically analysis. The research is located in Palembang and Larantuka where these two Malay variations are used. Synchronically, it is found that there is a distinctive feature of each variation. Diachronically, it is found that there are a number of similarities that would be categorized as shared innovation and particular innovation of these Malay variations in each enclave. Lexically, the distinctive feature between Eastern and Western Malay can be seen in the variation of LM as well as PM. The differences between LM and PM in phonological hierarchy can be found in consonant deletion in every final word. LM therefore, is called as vocalic Malay enclave. Morphologically, there are some similarities of eremitical elements like affixes me – and teas as shared innovation between the two comparative Malay variation.

Kata Kunci : Linguistik,Bahasa Melayu,Fonologi,Leksikon,Morfologi, enclave, shared innovation, cognitive innovation, synchronic analysis, diachronic, language reconstruction.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.