Pengelolaan warisan budaya di Dataran Tinggi Dieng :: Kajian Lansekap, Sejarah Pengelolaan, dan Nilai Penting
SONJAYA, Jajang Agus, Prof.Dr. Sumijati Atmosudiro
2005 | Tesis | S2 ArkeologiDataran Tinggi Dieng merupakan bagian dari gugusan Pegunungan Serayu, berketinggian 2.000 mdpl, dan secara administratif masuk ke dalam wilayah Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Dataran tinggi ini dikenal karena memiliki lansekap alam pegunungan yang indah dengan tinggalan Siwaistik dari belasan abad silam. Tinggalan yang masih berdiri utuh berupa delapan buah candi, yaitu Candi Arjuna, Semar, Srikandi, Puntadewa, Sembadra, Dwarawati, Bhima, dan Gatotkaca. Sejak awal abad XX Masehi hingga saat ini, Dataran Tinggi Dieng dikelola untuk pariwisata. Namun manfaat pengelolaan tersebut masih dipertanyakan mengingat saat ini banyak pihak berkepentingan di Situs Dieng. Pihak-pihak tersebut (pemerintah, masyarakat lokal, pelaku bisnis, dan LSM) tenggelam dalam konflik kepentingan yang intinya bersumber pada penggunaan lahan. Dataran Tinggi Dieng dengan situs arkeologi di dalamnya merupakan ruang yang sangat terbatas, padahal ruang tersebut sekarang dimanfaatkan untuk banyak kepentingan, antara lain preservasi warisan budaya, tempat ibadah, pemancingan, pengairan, pariwisata, pertanian, industri, PLTPB, dan pemukiman. Tulisan ini bertujuan untuk memahami ragam kepentingan di Situs Dieng. Melalui kajian lansekap, sejarah pengelolaan, dan nilai penting, penelitian ini berhasil merumuskan sebuah model pengelolaan yang akomodatif terhadap beragam kepentingan yang ada. Perumusan model tersebut didukung oleh riset aksi partisipatoris yang memungkinkan peneliti bekerja bersama dengan stakeholders untuk memecahkan persoaalan pelestarian dan pemanfaatan situs. Kerja partisipatoris tersebut merupakan sebuah proses analisis – strategi – aksi – evaluasi yang terus-menerus untuk mencapai situasi: Situs Dieng yang lestari dan bermanfat bagi stakeholders. Model ini dapat diuji kemampuannya, baik di Situs Dieng maupun di situs-situs lainnya.
Dieng Plateau is nestled at 2000 meters above sea level in the Serayu Mountain Range, extends over two administrative regencies, Wonosobo and Banjarnegara in the Province of Central Java. The plateau is a well-known landmark known with special archaelogical significance, namely the presence of Siwaistic temples. There are eight Siwaistic temple complexes in the area, all more or less intact. The Arjuna group consists of five temples (Arjuna, Semar, Srikandi, Puntadewa, Sembadra) and is centrally located in the plateau while three other temples (Bhima, Dwarawati and Gatotkaca) exist at the edges of the plateau. Since the early part of the 20th century Dieng Plateau has been managed for tourism. Presently the various stakeholders of the plateau (government, local community, business, academic, NGO) are embroiled in a conflict of competing land-uses including; preservation of heritage, religious ceremony, fisheries, watershed function, tourism and eco-tourism, agriculture, industry, mining of geothermal energy, and settlement. This thesis elaborates upon a strategy being employed in order to develop working and appropriate solutions to these interconnected land-use conflicts. The strategy, known as participatory action research, is being employed in order that the stakeholders themselves involved in the process of resolving local land-use issues. The process employed involves key stakeholders in an on-going cycle of analysis, strategic planning, action-taking and evaluation in order to attain the following goal: the preservation of Dieng Plateau as an extraordinary archaeological site which is managed effectively in order to provide a majority of stakeholders with maximum economic, social and environmental benefits. Resultantly a working model has been created which involves key stakeholders in the identification and resolution of landuse issues that can be applied in other important archaeological sites.
Kata Kunci : Arkeologi,Warisan Budaya,Dataran Tinggi Dieng, Dieng Plateau, heritage, land-use conflict, stakeholders, model