Beladiri Pencak Silat dalam pembentukan konsep diri manusia Jawa :: Kajian beladiri Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate
EDIYONO, Suryo, Promotor Prof.Dr. Hj. Endang Daruni Asdi
2005 | Disertasi | S3 Ilmu FilsafatFenomena sosial budaya yang menarik untuk diamati dalam masyarakat Jawa dewasa ini adalah munculnya berbagai perguruan pencak silat. Perguruan tersebut menawarkan sesuatu yang menjanjikan bagi masyarakat modern saat ini, seperti kesehatan, pengobatan, beladiri, atau ilmu tenaga dalam. Perguruan pencak silat merupakan salah satu pendidikan humaniora dalam masyarakat Jawa tradisional di samping istana dan pesantren. Munculnya perguruan pencak silat baru bukanlah reaksi melawan modernisasi, melainkan merupakan usaha aktif untuk mencari identitas budaya yang mewarnai pergulatan orang Jawa dalam mencari identitas diri. Pendidikan keterampilan pencak silat bertujuan membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur, mampu mengendalikan diri, serta mengamalkan berbagai perbuatan terpuji yang memberi manfaat positif bagi pembangunan diri dan masyarakat. Keterampilan pencak silat akan berbahaya jika dimiliki dan dikuasai oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dari pergulatan manusia melalui pencak silat tersebut, penelitian ini memfokuskan pada beladiri pencak silat dalam pembentukan konsep diri manusia Jawa: kajian beladiri Persaudaraan Setia Hati Terate. Penelitian ini bertujuan menemukan hakikat olahraga dalam beladiri pencak silat, konsep olah diri manusia Jawa, tradisi pengesahan beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate untuk memperoleh keselamatan, dan menemukan relevansi beladiri bagi peningkatan kesadaran diri manusia Jawa. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan historis faktual, sementara objek materialnya adalah beladiri pencak silat dan objek formalnya adalah filsafat manusia, khususnya konsep diri manusia Jawa. Sumber data diperoleh melalui studi kepustakaan dan obeservasi berpartisipasi khususnya pada acara tradisi pengesahan Persaudaraan Setia Hati Terate. Analisis penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan metode deskripsi, interpretasi dengan hermeneutik, koherensi, dan sintesis. Hasil penelitian ini dapat dipaparkan secara ringkas. Pertama, pencak silat pada hakikatnya merupakan usaha budidaya bangsa Indonesia yang di dalamnya mengandung unsur beladiri, olahraga, seni, dan mental spiritual sebagai satu kesatuan. Beladiri pencak silat juga dapat digunakan sebagai sarana pendidikan budi pekerti, sebaliknya akan berbahaya apabila dikuasai orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Kedua, dalam filsafat Jawa, manusia melalui olah diri mempunyai tiga dimensi yaitu raga, jiwa, dan sukma yang menghayati kehidupan melalui lingkungan hidup lahir, batin, dan gaib. Ketiga dimensi dan lingkup hidup tersebut melahirkan kesadaran biasa, bawah sadar,dan kesadaran tertinggi. Ketiga, tradisi pengesahan dalam beladiri pencak silat PSHT merupakan simbolisasi budaya Jawa sebagai laku olah diri untuk memperoleh keselamatan. Proses olah diri dalam pencak silat menimbulkan kekuatan lahir sebagai kanuragan, kekuatan batin sebagai kawaskitan, dan kekuatan spiritual sebagai kasampurnan. Keempat, ajaran pencak silat masih tetap relevan sampai saat ini sebagai salah satu latihan olahdiri untuk meningkatkan kesadaran akan keterbatasan diri manusia dihadapan alam dan Allah.
Nowadays, the rise of various pencak-silat schools is a sociocultural phenomenon, which is interesting to be observed in Java society. Those schools offer some promising things for present modern society, such as health, therapy, self-defense and invisible and inner power arts. Besides court and pesantren (school of Koranic studies), one of the centers of Humanities Education in traditional Java society is pencak-silat school. The rise of pencak-silat school is not a reaction to the modernization, but an active search for cultural identity, which affects the Javanese people’s struggle in searching of their self-identity. The purpose of pencak-silat skill training is to develop noble character, which makes a man able to control his or her own-self and to implement his or her good deeds that benefit to the self and society development. Pencak-silat skill will be dangerous when it were possessed and mastered by irresponsible people. This research in focused on the role of pencaksilat self-defense in building Javanese man’s self-concept: self-defense study of Persaudaraan Setia Hati Terate, in particular. The purpose of this research is to find out the essence of physical exercise in pencak silat self-defense, Javanese man’s self-exercise concept, the confirmation tradition of pencak silat self-defense of PSHT to reach welfare, and the relevance of self-defense in improving Javanese man’s self-consciousness. Factual historical approach is used in this research. Its material and formal objects are pencak silat self defense and human philosophy (Javanese man’s self-concept, in particular) consecutively. Data sources were obtained from literature study and participatory observation, especially in the confirmation tradition activities of Persaudaraan Setia Hati Terate. The research analysis was done in stages, i.e. description method, hermeneutic interpretation, coherence, and synthesis. In brief, the results are as follow. Firstly, essentially pencak silat is an Indonesian’s cultivation effort, which contains selfdefense, physical exercise, arts, and mental spiritual unity elements. Pencak-silat self-defense can also be used as means of sensibleness, whereas it will be dangerous when (it is) mastered by irresponsible persons. Secondly, based on Javaness philosophy, man forms three dimensions (i.e. body, soul, and spirit) through self-train, from which he or she experiences his or her lives through physical, spiritual, and mysterious living space. All those three dimensions and living spaces produce normal consciousness, subconscious, and peak consciousness. Thirdly, confirmation tradition in pencak silat self-defense PSHT is Javanese culture symbolization of self-train conduct in reaching welfare. Self-train process in pencak silat produces physical strength as kanuragan, inner power as kawaskitan, and spiritual power as kasampurnan. Fourthly, up to now pencak silat teaching is still relevant to one of the self-train exercises for improving consciousness of selflimitation in the face of nature and God.
Kata Kunci : Filsafat,Konsep Diri,Manusia Jawa,Beladiri,Pencak Silat