Laporkan Masalah

Karakteristik permukiman perambah kawasan hutan di Kecamatan Lempuing Kabupaten Ogan Komering Ilir

LELIANA, Neneng Heli, Ir. Sudaryono, M.Eng.,Ph.D

2005 | Tesis | Magister Perencanaan Kota dan Daerah

Keberadaan kawasan hutan di Kecamatan Lempuing berfungsi sebagai daerah tangkapan air pada musim hujan dan persediaan air pada musim kemarau. Masyarakat sekitar kawasan juga memanfaatkannya sebagai penunjang kehidupannya. Namun sekelompok masyarakat mulai menyerobot lahan kawasan hutan secara beramai-ramai. Masyarakat membentuk permukiman dan lahan pertanian semusim tanpa adanya campur tangan pemerintah. Bagaimanakah karakteristik permukiman perambah kawasan hutan ini, telah merangsang penulis untuk mempertanyakan dan mencari jawabannya ke lapangan dengan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan merumuskan konsepkonsep permukiman yang dibentuk oleh perambah kawasan hutan. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif di bawah paradigma fenomenologi. Peneliti merupakan instrumen utama penelitian untuk mengumpulkan data dengan metode wawancara mendalam. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi dan analisis data dilakukan dengan kategorisasi untuk mendapatkan konsep. Jalannya penelitian mengikuti alur penelititan naturalistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa permukiman pada kawasan hutan di Kecamatan Lempuing dibagi menjadi dua aspek yaitu karakteristik fisik dan sosial. Karakteristik fisik terdiri dari: (1) Keteraturan pola hunian dibentuk dari kondisi fisik lahan, aturan dan kesepakatan para perambah, (2) Kesederhanaan perambah diwarnai oleh status lahan yang tidak legal, (3) Ketidaksesuaian alam untuk permukiman dan lahan pertanian semusim membentuk kondisi tidak berdaya terhadap alam atau keterbatasan terhadap permasalahan lingkungan, (4) Kemandirian membangun fasilitas-fasilitas permukiman yang dilakukan dengan cara iuran, mengelola lahan kolektif, dan denda bagi yang tidak menaati kesepakatan. Karakteristik sosial terdiri dari: (1) Motivasi merambah bagi para perambah kawasan hutan tidak hanya ingin mencukupi kebutuhan hidup, tetapi juga keinginan untuk berinvestasi, (2) Rasa ketidakpastian akan diusir dan kehilangan modal sangat lekat pada kehidupan sehari-hari karena status lahan dihuni dan diolah illegal, (3) Nilai-nilai yang terbentuk pada permukiman perambah kawasan hutan adalah jiwa gotong-royong yang tinggi, kebersamaan, dan toleransi beragama serta adanya hubungan kekerabatan yang erat antar perambah. Modal sosial ini merupakan komponen pembentuk semua aktifitas di dalam kawasan hutan menjadi permukiman, (4) Seluruh kegiatan mulai dari proses perambahan sampai penataan permukiman merupakan kegiatan yang terencana, dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang berasal dari daerah transmigran dan didominasi oleh suku Bali. Dominasi ini tidak hanya di dalam kelembagaaan masyarakat juga menyangkut budaya yang berlaku. Aktifitas yang terencana ini tercermin dari adanya aturan dan kesepakatan antar perambah, komando, koordinator dan hubungan yang erat antar perambah.

The existence of forest area in Lempuing District has function as catchments area in rainy season and as water supplier in dry season. The community lives around the forest area use the area as its life support as well. Yet a group of people begin occupied the forest area. They formed a seasonal settlement and farm land without government intervention. The question of how is the characteristic of the encroacher’s settlement has stimulated the author to perform this research. This research uses qualitative methods beneath phenomenological paradigm to describe and formulate the concept of settlement which formed by encroacher of forest area. The researcher is the research main instrument collecting data by using in-depth interview method. The examination of data validity uses triangulation technique, while data analysis uses categorization in order to obtain concepts. This research is performed in naturalistic research. The results from analyses show that the settlement on forest area of Lempuing District divided in two aspects which are physical and social characteristic. The physical characteristics consist of: (1) orderliness of settlement pattern is formed by physical land condition, rules and encroacher’s agreement, (2) encroacher’s settlement simpleness is colored by illegal land status, (3) natural discrepancy for settlement and seasonal farm land creates powerless and empower condition toward nature or limitation to environment problems, (4) selfreliant in building settlement facilities trough collective donations, management and finalties to whom disobeys the agreements. Social characteristics consist of: (1) Encroacher of forest area motivations are not only to omplete life needs but also needs of investment, (2) Uncertainness of being evicted and capital lose are closely to their daily life because of illegal status of the land occupied and cultivated, (3) Values which are formed in the encroachment of forest area settlement are high spirit of cooperativeness, togetherness, and religious toleration and close kinship relation between the encroachers. These social capitals are the shaper component of all activities in forest area which become a settlement, (4) The whole activities from land clearing to settlement organizing are planned action, which performed by a group of people who came from transmigration area and dominated by Baliness ethnic. The domination is not only in institution community but also in custom. The planned activities are reflected from the existence of rules and agreements between encroachers, commanding, coordinator and close relationship between encroachers.

Kata Kunci : Karakteristik permukiman, perambah, kawasan hutan, Settlemen characteristic, encroachers, forest area

  1. S2-PAS-2005-NenengHeliLeliana-abstract.pdf  
  2. S2-PAS-2005-NenengHeliLeliana-bibliography.pdf  
  3. S2-PAS-2005-NenengHeliLeliana-tableofcontent.pdf  
  4. S2-PAS-2005-NenengHeliLeliana-title.pdf