Mobilitas pekerjaan pada pekerja sektor informal: Studi kasus migran di sungai Rebo Kabupaten Musi Banyuasin

Abbas Effendi, Dr. Tadjuddin Noer Effendi, M.A.

1993 | Tesis | S2 Kependudukan

INTISARI Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui sampai di mana relevansi teori sektor informal yang telah diterapkan dalam kegiatan ekonomi di Desa Sungai Rebo Kabupaten Musi Banyuasin. Dalam penelitian ini yang menjadi aspek khusus adalah mengenai mobilitas pekerjaan yang tercermin dari makin tingginya frekuensi ganti pekerjaan sebagai upaya untuk mempertahankan kelang-sungan hidup keluarga di daerah perkotaan. Daerah observasi dalam penelitian ini dilaksanakan di salah satu desa yang memiliki karakteristik kota, yakni Desa Sungai Rebo Kabupaten Musi Banyuasin. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari 1992 sampai dengan bulan Maret 1992 (selama 2 bulan). Untuk menjawab tujuan penelitian telah digunakan pendekatan dengan cara menghubungkan teori sektor informasi dengan pelaksanaan yang dilakukan para pekerja yang bekerja di sektor informal. Secara khusus analisis difokuskan pada para pekerja sektor informal yang melakukan mobilitas pekerjaan dari pekerjaan pertama ke pekerjaan sekarang dalam sektor yang sama. Seyogyanya pelaksanaan kebijakan mobilitas pekerjaan merupakan gambaran dari potensial untuk meningkatkan status dan penghasilan, sehingga dengan mobilitas pekerjaan lebih tinggi akan meningkatkan status ekonomi keluarga. Dari hasil penelitian dapat ditemukan bahwa terdapat tiga variabel pokok yang mempengaruhi mobilitas pekerjaan yaitu: pendidikan, lama tinggal dan status ekonomi keluarga. Namun, yang menunjukkan adanya perbedaan signifikan terdapat pada lama tinggal dan mobilitas pekerjaan, hal ini dibuktikan hasil perhitungan Kai Kuadrat dan Koefisien Kontingensi, yakni X=14,65 dan K=0,33. Kebijakan melakukan mobilitas pekerjaan bukan saja tidak mampu meningkatkan status. sosial tetapi juga tidak mampu meningkatkan penghasilan yang berakibat makin menurunnya status ekonomi keluarga. Hal ini disebabkan karena pekerja sektor informal memiliki berbagai keterbatasan, baik keterbatasan yang dimiliki oleh para pekerja maupun faktor-faktor yang tidak dikuasai, seperti fasilitas yang bersumber dari pemerintah. Keterbatasan-keterbatasan yang menjadi kendala bagi pekerja sektor informal terutama: (1) pendidikan dan keterampilan terbatas; (2) tidak memiliki tempat usaha yang tetap dan memadai; (3) modal usaha yang terbatas; (4) dan tidak mengenal teknologi. Disamping itu kontinuitas kualitas dan kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan, hal ini berakibat pada harga jual yang tidak menguntungkan. Dikaitkan dengan upaya mempertahankan kelangsungan hidup melalui pemenuhan kebutuhan pokok dari pekerjaan sekarang, maka hampir tidak terdapat pekerja sektor informal yang berpenghasilan dapat memenuhi kebutuhan pokok untuk hidup wajar dengan rincian sebagai berikut: 1) para pekerja yang bekerja pada lapangan usaha primer/sekunder (pencari kayu, penggali pasir, pemecah batu, buruh bangunan dan penjahit pakaian) rata-rata berpenghasilan Rp 60.000,- per bulan untuk menghidupi isteri dan 3 orang anak atau hanya cukup untuk 15 hari hidup wajar; 2) pada lapangan usaha tersier (ketek, penarik becak, jual beli barang bekas) rata-rata berpenghasilan sekitar Rp 80.000,- dengan tanggungan yang sama hanya untuk hidup wajar selama 20 hari; 3) mereka yang bekerja pada lapangan usaha jasa lain (makelar, pencukur rambut, tukang sampah, reparasi sepeda/motor dan kuli pikul) berpenghasilan sekitar Rp 75.000,- dengan tanggungan yang sana hanya mampu untuk hidup wajar selama 20 hari; 4) pada lapangan usaha pedagang eceran rata-rata berpenghasilan sekitar Rp 69.000,- per bulan hanya mampu menghidupi keluarga secara wajar selama 18 hari. Bertitik tolak dari penyebab tersebut, maka untuk meningkatkan status ekonomi keluarga pekerja sektor informal disarankan agar: 1) pekerja sektor informal meningkatkan kemampuan dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki yang menyangkut pembuatan produk barang dan jasa yang sesuai, mempertahankan kualitas dan kuantitas yang diinginkan konsumen dan menguntungkan kegiatan usaha; 2) dari pihak pemerintah perlu (a) memberikan penyuluhan intensif dengan menyediakan fasilitas bagi mereka yang bergerak di sektor informal baik menyangkut aspek lokasi usaha dan jaminan keamanan usaha maupun keterampilan tenaga kerja, (b) membentuk lembaga keuangan yang dapat memberikan pinjaman modal tanpa jaminan dan tanpa bunga.

ABSTRACT The study aims to understand the relevance of the theory of the informal sector which has been applied to the economic activities in the Village of Sungai Rebo, Banyuasin Regency. In this study the specific aspect is the increasing frequency of the changing type of occupations of the inhabitants living in the urban areas in their efforts to maintain the household survival. The study was carried out for two months in a village with urban characteristics, i.e., the Village of Sungai Rebo, Musi Banyuasin Regency. The study took place from February till March, 1992. An approach has been made to relate the theory of informal sector by using labourers who are the respond-ents and who work in the same sector. Specifically, the analysis is focussed on the workers of the informal sector who practiced employment mobility, i.e., the change from one occupation to another one of the same sector. Their aim of the employment mobility is of improve their source or income so as to be able to improve the economic status of the household. The study shows that there are three main variables which influence the employment mobility in the informal sector: level of education, length of time of place of residence, and household economic status. Nevertheless, there is a significant difference in the length of time of the place of residence, which has been proved by the X-square analysis and the contingency coefficient which are: X2=14.65 and K=0.33. But the consequence is that the policy of employment mobility not only fails to im-prove the social status but the income as well, and this leads to a decline in the household income. These type of labourers also have various constraints, among others: restrictions which come from the labourers them-selves, and restrictions the could not overcome, such as the government regulations. The main restrictions which become the obstacles of these labourers of the informal sector are: 1) the limited skills and education, 2) the absence of permanent and appropriate place of work, 3) the absence of necessary capital in the business, and 4) the ignorance of technology. Besides, these labourers could not maintain the continuity of quality as well as quantity of service and commodities, which consequently caused the trading business uprofitable. To maintain their survival and their efforts to meet the household needs throughs their present occupa-tions, the study show that there are almost no workers of the informal sector who earn sufficient income to be able to meet their household needs or to be able to lead em-a decent life, since these workers mainly work in various types of occupations such as: 1) engaged in primary or secondary field of employment: collecting wood, digging sands, chopping stones, enganging in building construction, or sewing ready-made garments, all of which with an average wage of Rp 60,000.00 per month. Yet, with this sum of money they can only to feed the family (consisting of one wife and three children) for 15 days; 2) engaged in the tertiary field of ployemnt (ketek, driving a becak, buying and selling secong-hand articles) with an average income Rp 81,600.00 which can only feed a family for about twenty days; 3) engaged in the service with an average income of about Rp 75,000.00, of which he can feed his family for twenty days of the month; and 4) engaged in retail trading which bring him about Rp 69,000.00 income per month and which may give his family a proper of decent living for only eighteen days. To be able to improve the family economy, these workers of the informal sector are advised to: 1) im-prove their potentials of work which conform with their respective type of occupations and to maintain the quantity and quality of the production of goods accord-ing to the consumers' demand, 2) to meet the demand of the government such as, a) to provide intensive exten-sions and facilities in the informal sector through providing suitable place of work, social security and skills, b) to anticipate a financial institution and provide loans for capitals with a nonprofit system (no warrant nor interest needed).

Kata Kunci : Mobilitas pekerjaan, pekerja sektor informal, migran, sungai Rebo