Laporkan Masalah

Evaluasi pelaksanaan kebijakan registrasi dan praktek perawat terhadap perawat Puskesmas di wilayah inas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo

WIBRATA, Dwi Ananto, Prof.Dra. Johana E. Prawitasari, Ph.D

2004 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Latar Belakang : Laporan kebijakan pemerintah dibidang kesehatan tentang kegiatan praktek perawat sejak disepakatinya perawat sebagai profesi tahun 1984, tidak ada ketentuan pemberian ijin, kewenangan, kepastian dan perlindungan hukum bagi praktek perawat. Sejak saat itu status hukum praktek perawat adalah ilegal, walaupun kegiatan praktek tetap berjalan sehingga banyak terjadi pelanggaran hukum, etik dan administrasi yang dilakukan oleh perawat. Keluarnya Kepmenkes RI No.1239/2001 merupakan salah satu bentuk pengakuan pemberian ijin, kewenangan serta kepastian hukum yang harus dilaksanakan oleh perawat. Metode :Telah dilakukan penelitian Kualitatf Deskriptif dengan rancangan Studi Evaluasi terhadap 120 perawat Puskesmas Dinkes Sidoarjo untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kebijakan registrasi dan praktek perawat dalam kegiatan pemenuhan hak, kewajiban, persyaratan fasilitas praktek sebagai output dan pemahaman hukum kesehatan serta batas kewenangan profesi sebagai outcome. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, wawancara mendalam, survei dengan menggunakan check list bagi perawat serta DKT dan exit interview sebagai triangulasi data. Hasil : Setelah diolah dan dianalisis hasilnya adalah : pemenuhan hak (81,33%) ; kewajiban (70,96%), dengan kegagalan perawat dalam mengurus SIK & SIPP; Persyaratan fasilitas fisik (87,50%) tetapi semua perawat menyediakan antibiotik dalam prakteknya (output) dan tingkat pemahaman hukum kesehatan masih rendah (42,50%); pemahaman batas kewenangan (64,17%), rendahnya kedua variabel tersebut karena minimnya informasi yang masuk, koordinasi antar organisasi terkait(outcome). Tingkat keberhasilan keseluruhan adalah 69,17 %. Kesimpulan : Tidak terpenuhinya hak secara keseluruhan karena Perawat terikat dengan peraturan lain. Dengan tanpa memiliki SIK dan SIPP berarti perawat telah melakukan pelanggaran terhadap yuridis profesi. Penyediaan antibiotik untuk memenuhi persyaratan merupakan pelanggaran kewenangan dan dapat dituntut sebagai pelanggaran etik profesi dan yuridis profesi walaupun terhindar dari wanprestasi. Kegagalan pemenuhan pemahaman hukum & batas Kewenangan lebih dikarenakan faktor koordinasi, komunikasi dan informasi antar organisasi terkait, sampai saat ini masih terjadi kontruksi kerahasiaan tugas dokter dan perawat terhadap pasien. Rekomendasi : Informasi dan komunikasi terus-menerus terutama masalah hukum kesehatan & batas kewenangan dengan berbagai model, koordinasi antar lembaga terkait, buat kontrak rujukan perawat dengan dokter puskesmas sebagai pengawas, evaluasi yang berkesinambungan oleh lembaga regulator serta penelitian yang sama dengan lokasi yang berbeda sebagai perbandingan.

Background. There are no acts on nursing practice legalization, authority, and law enforcement since nurse acknowledged as a profession in Government Health Police Report on 1984. Nurse practice was assumed illegal, event though nurse practices proceed. Consequently, law abuse, ethic and administration were mistreated by some nurses. Ministry of health Memorandum No. 1239/2001 is a legal permit, authority and law enforcement that perquisite nurse to comply. Method. A qualitative descriptive research with evaluation study design was conducted toward 120 nurses of Puskesmas Dinas Kesehatan Sidoarjo to verify the implementation of registration police and nurse practice in fulfilling the rights, obligations, practice facilities requirements as an output, health law understanding and profession responsibility as its outcome. Questionnary, deep interview, survey with check list provided for the nurses and Focused Group Discussion and exit interview as triangular data. Results. Data analyses showed that rights fulfillment (81.33%), obligation (70.96%), nurse failure to get SIK and SIPP; minimum physical facility requirement (87.50%) but nurse provided antibiotic in his/her practice (output) and law comprehension is low (42.40%); understanding on boundary of obligation (64.17%), both variables considerably low as result of minimum information accessibility and coordination across organization (outcome). The total succeed is 69.17%. Conclusion. Regulation bounding subsequent low fulfillment of nurse rights. Without SIK and SIPP nurses abuse the profession jurisdiction. Antibiotic provision to accomply the requirement assume as authority violence and can be accused as ethical profession ferocity despite of free from legal mistreatment (wanprestasi). The failure on law understanding and authority boundary caused by coordination factor, communication, information across organizations, and the existence of confidentiality construction between doctors and nurses regarding patients. Recommendation. Information and continual communication especially on health law and responsibility boundary in various models, coordination among institution, referral contract between nurse and doctors as supervisor, regular evaluation by regulator institution and similar research on different areas as comparison.

Kata Kunci : Evaluasi, Kebijakan, Praktek Perawat, evaluation, policy, nursing practice


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.