Laporkan Masalah

Penerapan pidana bersyarat dalam tindak pidana korupsi

SOETARNA, Hendar, Promotor Prof.Dr. H. Bambang Poernomo, SH

2004 | Disertasi | S3 Ilmu Hukum

Berbeda dengan undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi yang sudah dicabut, undang-undang tindak pidana korupsi yang saat ini berlaku mengatur ketentuan tentang ancaman pidana penjara minimum khusus, termasuk ancaman pidana penjara minimum khusus paling singkat satu tahun terhadap beberapa jenis tindak pidana korupsi, dan tidak menerapkan ancaman pidana penjara minimum khusus terhadap tindak pidana korupsi dengan nilai relatif kecil. Ketentuan tersebut serta adanya berbagai faktor yang dapat digunakan sebagai pertimbangan penjatuhan pidana, membuka kemungkinan penjatuhan pidana bersyarat dalam tindak pidana korupsi. Berdasarkan latar belakang tersebut, yang menjadi permasalahan dalam penelitian : apa dasar pembenaran serta faktorfaktor apakah yang dapat digunakan sebagai pertimbangan penerapan pidana bersyarat dalam tindak pidana korupsi, dan bagaimana pengaruh atau efektivitasnya terhadap terpidana tindak pidana korupsi. Kerangka teoretis sebagai acuan dalam analisis didasarkan pada landasan kesetaraan pidana berdasarkan prinsip proporsionalitas dari teori retributif, dan prinsip kegunaan pidana Intrinsic Retributivisme yang mengarah kepada teori utilitas, sejalan dengan “compromise theory” (teori integratif Muladi). Penelitian menggunakan dua macam metode, yaitu : metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris. Dipilih empat belas lokasi penelitian : Kejaksaan Agung R.I., Kejaksaan Tinggi : DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Kejaksaan Negeri : Padang Panjang, Bukittinggi, Yogyakarta, Sleman, Bantul, Surabaya, Jombang, Nganjuk, Ngawi, dan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Yogyakarta. Responden dengan wawancara dilakukan terhadap praktisi Hakim, praktisi Jaksa, narapidana dan bekas narapidana serta petugas BAPAS, dan pakar ahli hukum sebagai narasumber, yang dalam hal tertentu dilengkapi kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pidana bersyarat dalam tindak pidana korupsi dapat dibenarkan secara teoretis, dan praktis, baik melalui kajian yuridis maupun empiris. Secara yuridis, Hakim dapat menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun dan memerintahkan penerapan pidana bersyarat. Secara empiris, berdasar bekerjanya undang-undang in-abstracto yang diterapkan secara in-concreto yang menghasilkan penemuan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penjatuhan pidana. Secara teoretis, penerapan pidana alternatif sesuai dengan prinsip “proporsionalitas” dalam arti kesetaraan pidana dengan kesalahan, dan prinsip “utilitas”, dalam arti, kemanfaatan pidana, sebagaimana dalam teori integratif : “penjatuhan pidana yang mempertimbangkan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat”, dan dalam hal pidana dan pemidanaan perlunya “sanksi pidana yang berperikemanusiaan, dan pelaksanaan pidana yang berkemanusiaan”. Pidana bersyarat merupakan alternatif pidana terhadap pidana perampasan kemerdekaan dan cara bagaimana pidana dilaksanakan untuk menghindari “stigmatization” dan “prisonization”.

Unlike the previous Act of Combating the Crime of Corruption, the prevailing Act of Combating the Crime of Corruption stipulates threat the special minimum imprisonment sentence including threat of special minimum imprisonment sentence of at least one year for several types of corruption crime, and does not stipulate the treat of special minimum imprisonment sentence for small value corruption. The above regulation and the existence of several factors as basis of consideration open the possibility for the imposition of suspended sentence in corruption crime. On the above background, topic of analysis is focused on basic of justification and the factors which should be used as the basis of consideration in the implementation of suspended sentence for corruption crime as well as in judging its influence and effectiveness of prisoner on corruption crime. The theoretical frame as a reference in this analysis was based on equivalent punishment of proportionality principal from retributive theory and the principal of Intrinsic Retributive punishment that links to the utility theory, in line with the "compromise theory" (the integrative theory of Muladi). Two kinds of methods are used in this research: normative law research method and empirical law research method. The research area covers fourteen locations: Indonesian Attorney General’s Office of Republic of Indonesia, the High Public Prosecution Office of DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa Timur; and The District Public Prosecution Office of Padang Panjang, Bukit Tinggi, Yogyakarta, Sleman, Bantul, Surabaya, Jombang, Nganjuk, Ngawi, and Correctional Institution Yogyakarta. Interview, sometimes accompanied by questionnaire, was done to respondents: lawyer as judge, attorney, prisoner, ex-prisoner, and Correctional Institution officers, and expert of law as resource person. The result shows that the implementation of suspended sentence to corruption crime could be justified in both theory and practice, either through juridical or empirical study. Juridical; the judge could impose imprisonment punishment of maximum one year and apply suspended sentence. Empirical; the prevailing regulation in-abstracto that is implemented in in-concreto manner, results to justifications as the basis for determining factors in deciding punishment. Theoretically, the implementation of alternative punishment fits to "proportionality" principal : punishment shall equal to wrongdoing, and "utility" principal, the usefulness of punishment as cited in the integrative theory: "punishment shall consider the interest of individual as well as society. With regards to punishment and sentencing, it needs "human criminal sanction and human implementation of punishment". The suspended sentence is an alternative sentence and the way of implementation of imprisonment for to avoid "stigmatization" and "prisonization".

Kata Kunci : Hukum Pidana,Tindak Pidana Korupsi,Pidana Bersyarat


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.