Kepercayaan eksistensial remaja Jawa :: Studi di Desa Tlogorejo, Purwodadi, Purworejo, Jawa Tengah
IDRUS, Muhammad, Promotor Prof.Dr. Bimo Walgito
2004 | Disertasi | S3 PsikologiMasa remaja sering disebut sebagai periode keraguan religius, karena pada masa ini remaja mulai meragukan konsep dan keyakinan agamanya yang mereka terima di masa kanak-kanak. Bagi remaja Jawa, agama dan budaya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Keyakinan agama sebagai suatu kepercayaan eksistensial diduga dipengaruhi aspek (a) lingkungan; (b) kematangan; (c) krisis hidup; (d) pengalaman kehidupan religius; (e) tradisi sekitar; (f) teman sebaya. Berdasar rasional ini menarik untuk mengkaji secara lebih dalam tentang kepercayaan eksistens ial remaja etnis Jawa terkait dengan pola pengasuhan yang mereka terima, orientasi nilai budaya, dan interaksi teman, serta status identitas mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pola asuh dan interaksi teman sebaya terhadap status identitas, kepercayaan eksistensial dan orientasi nilai budaya remaja Jawa. Model persamaan struktural dirancang untuk menganalisis secara lebih komprehensif model hipotesis yang diajukan, dengan melibatkan 318 remaja di Desa Tlogorejo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo. Data dikumpulkan dengan menggunakan daftar isian dan skala. Angket digunakan untuk menanyakan identitas responden, sedangkan skala digunakan untuk mengungkap model pola asuh yang diterima, interaksi teman sebaya, status identitas, orientasi nilai budaya serta kepercayaan eksistensial subjek. Teknis analisis yang digunakan adalah model persamaan struktural melalui program Lisrel 8.30. Hasil penelitian membuktikan bahwa : (1) model teoritis yang diajukan sesuai dengan model empirik; (2) kepercayaan eksistensial tidak berkembang searah perkembangan usia kronologis. Artinya, semakin tua usia individu, tidak berarti semakin baik kepercayaan eksistensialnya.; (3) pola asuh orangtua ternyata tidak memiliki efek langsung terhadap status identitas. Efek pola asuh orangtua terhadap status identitas terjadi secara tidak langsung yaitu melalui orientasi nilai budaya. Pola asuh orangtua memiliki efek langsung ataupun tidak langsung terhadap kepercayaan eksistensial remaja. Efek tidak langsung pola asuh orangtua terhadap kepercayaan eksistensial terjadi melalui orientasi nilai budaya, dan status identitas. (4) Interaksi teman sebaya memiliki efek langsung ataupun tidak langsung terhadap status identitas, kepercayaan eksistensial remaja dan orientasi nilai budaya. Selain itu juga diketahui adanya efek tidak langsung interaksi teman sebaya terhadap kepercayaan eksistensial remaja melalui status identitas dan orientasi nilai budaya, sedangkan efek tidak langsung interaksi teman sebaya terhadap status identitas melalui orientasi nilai budaya (5) Orientasi nilai budaya memiliki efek positif yang signifikan terhadap status identitas. Selain itu, orientasi nilai budaya memiliki efek positif yang signifikan baik langsung ataupun tidak langsung terhadap kepercayaan eksistensial secara langsung. Efek tidak langsung orientasi nilai budaya terhadap kepercayaan eksistensial terjadi melalui status identitas; (6) hasil penelitian ini menunjukkan interaksi segitiga antara interaksi teman sebaya, orie ntasi nilai budaya dan status identitas. Interaksi segitiga lainnya muncul dalam interaksi antara orientasi nilai budaya, status identitas dan kepercayaan eksistensial. Implikasi dari hasil penelitian ini adalah, bahwa mencermati sisi penting kepercayaan eksistensial sebagai sebuah kepercayaan universal yang harus dimiliki oleh setiap individu, kiranya tidak berlebihan bagi para orangtua untuk mencermati faktor-faktor pola asuh yang diterapkannya dalam berinteraksi dengan anak, teman sebaya sebagai individu lain selain orangtua tempat anak berinteraksi, status identitas anak, dan orientasi nilai budaya. Ditemukannya efek yang signifikan pola asuh orangtua baik secara langsung dan tidak langsung dalam pembentukan kepercayaan eksistensial, menunjukkan masih terdapatnya identifikasi anak terhadap orangtua dalam hal beragama. Hal ini berarti bahwa dalam proses beragama, anak masih tetap mengikuti perilaku yang ditunjukkan orangtuanya. Dalam komunitas remaja, teman sebaya menjadi salah satu faktor yang juga turut memberi efek positif terhadap perilaku mereka. Dalam penelitian ini ditunjukkan efek positif teman sebaya terhadap status identitas, kepercayaan eksistensial dan orientasi nilai budaya. Pada sisi ini, orangtua harus mendorong anaknya untuk berinteraksi dengan teman sebaya yang dapat membangun jati diri, memberi informasi dan orientasi nilai budaya, serta membangun dan meneguhkan kepercayaan eksistensial yang dimiliki anak. Penelitian ini hanya mencakup sejumlah faktor yang meliputi kepercayaan eksistensial, faktor- faktor pola asuh orangtua, interaksi teman sebaya, status identitas, dan orientasi nilai budaya. Tentunya masih banyak faktor lain yang dapat dijadikan sebagai prediktor bagi munculnya kepercayaan eksistensial dalam diri remaja. Untuk itu bagi peneliti lanjut dapat mengembangkan misalnya dengan melihat perbedaan dari faktor demografis (jenis kelamin, asal subjek, pendidikan), mengkaitkan dengan faktor eksogen ataupun endogen lain yang terkait dengan faktor individu ataupun faktor sosial remaja. Lazimnya perbedaan budaya membawa perbedaan pula dalam pola asuh, interaksi antar teman, pembentukan status identitas, kepercayaan eksistensial ataupun orientasi nilai budaya seseorang. Dengan begitu, penelitian bertema lintas budaya menjadi salah satu tema yang dapat dikembangkan secara lebih lanjut. Pendalaman pada satu tema dari tema yang diangkat ini dapat didekati dengan memperhatikan situs budaya yang berbeda, yang tentu saja akan menghasilkan simpulan yang berbeda pula. Kajian bertema psikologi etnis tampaknya belum banyak dilakukan kalangan peminat psikologi ataupun kaum antropolog, sehingga mengawinkan dua pendekatan keilmuan dalam kajian seperti di atas, tentunya akan menjadikan penelitian tersebut kaya warna. Tema dalam penelitian ini didekati dengan model pendekatan kuantitatif. Diyakini bahwa masih banyak hal lain yang memang belum terungkap dengan hanya sekadar menggunakan pendekatan kuantitatif ini, untuk itu penggunaan penggunaan metode kualitatif sangat disarankan untuk lebih memperdalam temuan-temuan di lapangan. Alternatif lain adalah dengan melakukan mixing method yang menggabungkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif secara terpadu diharapkan dapat lebih banyak memberi informasi tentang tema yang diteliti. Kepada para peneliti lanjut dapat mencobakan pendekatan gabungan tersebut untuk meneliti tema yang hampir sama.
Adolescence is often called as religious doubtness period, because here, a person uses to doubt the concept and religion's belief, which had they accepted during his/her childhood. For the Javanese’s adolescence, religion and culture as a unity, which is not separated. Religious belief as a faith supposed to be influenced by some aspect of (a) environmental; ( b) maturity; ( c) life's crisis; ( d) religious life experience; ( e) tradition; ( f) peers interaction. Based on these reasons, it is very interesting to discuss more deeply about faith as the existential belief, parenting style, which they accepted in their childhood, cultural value orientation, and peers interaction, and their identity status. The purpose of this research is to understand the influence of parenting style and peers interaction on identity status, existential belief (faith) and the Javanese's adolescence culture value orientation. Structural equation model (SEM) is designed for more comprehensive analyzing the hypothesis's model, which proposed, which were involved 318 adolescence of Tlogorejo's village, Sub district of Purwodadi, Regency of Purworejo. The data are collected using questionnaire and scale. Questionnaire was used in collecting subject’s identity. Scale was used in collecting the parenting style which they accepted in their childhood, peers interaction, identity status, cultural value orientation and existential belief [faith]. SEM is used as the data analysis technique through Lisrel 8.30 program. The result of the several analysis towards the data yields several conclusions (1) the contructed model was fit with empirical data, (2) existential belief is not growing up together with chronological age. It mean, the older the individual doesn’t mean the better their belief.. (3) parenting style did not have a direct effect on identity status. The indirect effect parenting style on identity status through cultural value orientation. There was direct effect and indirect effect parenting style on adolescents’ existential belief. The effect of parenting style on existential belief through cultural value orientation and identity status, (4) peer interaction has either direct effect or indirect effect on identity status, adolescents’ existential belief and cultural value orientation. Furthermore it is also known, that there is indirect effect peer interaction on adolescents’ existential belief through identity status and cultural value orientation. Meanwhile the indirect effect peer interaction on identity status through cultural value orientation, (5) cultural va lue orientation has significant positive effect on identity status. Beside that cultural value orientation has positive effect either direct or indirect effect on existential belief. Indirect effect cultural value orientation on existential belief through identity status. (6) this research showed triadic interaction between peer interaction, cultural value orientation, and identity status. Other triadic interaction emerges in the interaction between cultural value orientation, identity status, and existential belief. The implication of the result of study is as the important side of existential belief as a universal belief which must be owned by each individual, presumably in moderation to all parents to pay attention parenting which want to be applied in interaction to their children, peers group, identity status, and cultural value orientation. The finding of significant effect of parenting style (direct or indirect) on existential belief formation, shows children still identify themselves to the ir parents, according to religious belief. That means, in the religious process the children still follow parents’ religious activities. In adolescents’ community, peers become one of the factors which also contribute positive effect to influence their behaviour. In this research is clearly shown the effect of peer’s interaction on identity status, existential belief and cultural value orientation. At this side, parent should push their children to interact with their friends, which can develop their identity, giving information and orientation of cultural value, and also developing and strengthening their existential belief. This research just included only some factors, that consist of existential belief, parenting style, peer interaction, identity status, and cultural value orientation. Of course there are other factors that could be used as predictors for adolescents’ existential belief. Further action of this research is to re-examine equation structural model of determining factor of adolescents’ existential belief in more extended context (demographic, gender, and individual factors). In general, cultural differences also make the differences in parenting style, peer interaction, formation of identity status, existential belief and or cultural va lueorientation. Therefore, the researches with cross-cultural themes become one of theme which can be developed. The depth of one theme can be approached by paying attention to difference of cultural sites that of course will yield the different conclusion. The study with indigenous psychology themes seems have not yet conducted by psychologists and anthropologists, so combining two scientific approaches will make the study more interesting. The theme of this research is approached quantitatively. It is believed, that there are many phenomena that have not been revealed if the research just only apply quantitative method. For that purpose, the application of qualitative method is suggested to deepen the findings profoundly. The other alternative is by applying mixing method which combines quantitative and qualitative method. The results are expected yield more information’s about the theme. For the next researchers are able to apply the mixing method to conduct the research with the similar theme.
Kata Kunci : Psikologi Perkembangan,Remaja Jawa,Perkembangan Kepercayaan