Laporkan Masalah

Perancangan Pusat Rehabilitasi Anak Korban Kekerasan dengan Pendekatan Therapeutic Architecture di Kabupaten Bantul

Natasya Ishra Alifia, Odilia Renaningtyas Manifesty, S.T., MA(UD)., Ph.D.

2025 | Skripsi | ARSITEKTUR

        Seorang anak, yang didefinisikan sebagai seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, baik yang belum menikah dan yang masih berada di dalam kandungan, memiliki hak-hak yang setara dengan orang dewasa. Hak-hak anak tersebut, sesuai dengan yang diatur dalam UU RI No. 35 Tahun 2014 ialah bagian dari HAM yang harus dipenuhi, dijamin, dan dilindungi. Namun, data menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak masih sering terjadi di Indonesia. Bahkan, selama lima tahun terakhir, angka kasus kekerasan anak di Indonesia meningkat secara signifikan. 

        Data menunjukkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta menduduki posisi keempat tertinggi  di Pulau Jawa kasus kekerasan terhadap anak dan merupakan provinsi dengan angka rate tertinggi, yaitu 4,15% yang menunjukkan bahwa 4 sampai 5 dari 100 anak mengalami kekerasan. Kekerasan yang dialami anak tentu saja akan berdampak bagi anak, baik secara fisik, psikis, seksual, dan sosial anak. Anak akan cenderung memiliki trauma (PTSD) dan menjadi pribadi yang mengurung diri. 

DIY sudah memiliki lembaga pemerintah yang mewadahi anak-anak yang mengalami kekerasan, yaitu Balai Rehabilitasi Sosial dan Pengasuhan Anak yang berada di Sleman dan Gunung Kidul. Namun, sebagai kabupaten yang memiliki rata-rata kasus kekerasan terhadap anak tertinggi selama lima tahun terakhir, Kabupaten Bantul belum memiliki fasilitas serupa. Selain itu, dari segi fasilitas, baik berdasarkan standar dan juga preseden di luar negeri, Balai RSPA masih kurang memadai dan efektif. 

Pendekatan therapeutic architecture dapat diterapkan pada pusat rehabilitasi anak korban kekerasan melalui penerapan prinsip-prinsip therapeutic architecture ke dalam desain bangunan, baik dari segi zonasi, sirkulasi, massa bangunan, dan integrasi dengan alam, mampu mendukung proses penyembuhan dan pemulihan secara psikis. 

Selain menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman untuk anak selama proses pemulihan, pusat rehabilitasi anak korban kekerasan ini juga diharapkan mampu menciptakan ruang yang aktif, menyenangkan, dan membantu anak tumbuh dengan positif

        A child, defined as someone under the age of 18, both unmarried and still in the womb, has rights equal to those of adults. These rights, as stipulated in Indonesian Law No. 35 of 2014 are part of human rights that must be fulfilled, guaranteed and protected. However, data shows that violence against children still occurs frequently in Indonesia. In fact, over the last five years, the number of child abuse cases in Indonesia has increased significantly. 

        Data shows that the Special Region of Yogyakarta has the fourth highest number of cases of violence against children in Java and is the province with the highest rate of 4.15%, indicating that 4 to 5 out of 100 children experience violence. Violence experienced by children will certainly have an impact on children, both physically, psychologically, sexually, and socially. Children will tend to be traumatized (PTSD) and become self-protective. 

Yogyakarta already has government institutions that accommodate abused children, namely the Social Rehabilitation and Childcare Centers in Sleman and Gunung Kidul. However, as the district with the highest average number of cases of violence against children over the last five years, Bantul District does not yet have a similar facility. In addition, in terms of facilities, both based on standards and also precedents abroad, the RSPA Center is still inadequate and effective. 

The therapeutic architecture approach can be applied to the rehabilitation center for children victims of violence through the application of therapeutic architecture principles into the building design, both in terms of zoning, circulation, building mass, and integration with nature, able to support the healing process and psychological recovery. 

In addition to creating a comfortable and safe environment for children during the recovery process, the rehabilitation center for children victims of violence is also expected to create a space that is active, fun, and helps children grow positively.

Kata Kunci : kekerasan, anak, rehabilitasi, therapeutic architecture

  1. S1-2025-474239-abstract.pdf  
  2. S1-2025-474239-bibliography.pdf  
  3. S1-2025-474239-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2025-474239-title.pdf