Laporkan Masalah

Sekolah Khusus Autisme dengan Pendekatan Therapeutic Architecture di Yogyakarta

FARAH DIVA MUMTAZAH JUANDA, Ir. Ahmad Sarwadi, M.Eng., IPM.

2025 | Skripsi | ARSITEKTUR


Autisme merupakan salah satu dari sekian jenis disabilitas dari kategori disabilitas tak tampak. Autisme disebabkan oleh terjadinya perbedaan dalam perkembangan kognitif yang menyebabkan perbedaan seseorang dalam menerima sensori dan bersosialisasi.

Orang dengan autisme menerima pengalaman sensori dengan intensitas yang berbeda. Dalam hal ini, terdapat dua kategori dalam autisme, yaitu hyper sensitive, dan hypo sensitive. Orang yang memiliki hyper sensitive autism mengalami pengalaman sensori yang lebih intens atau lebih sensitif. Suara, cahaya, atau bau yang terasa biasa bagi orang tanpa gejala autisme bisa terasa sangat mengganggu bagi orang dengan hyper sensitive autism. Lain halnya dengan hypo sensitive autism, pengalaman sensori yang mereka rasakaan lebih rendah dari orang kebanyakan. Ini dapat menyebabkan mereka mencari-cari stimuli sensori misalnya dengan mengetuk-ngetukkan barang (sensori suara dan taktil), mencari distraksi visual (sensori penglihatan), menyentuh barang-barang di sekitar (sensori taktil), ekolalia atau menyuarakan suara-suara yang dapat atau tidak dapat dimengerti (sensori suara), dan lain-lain. Pengalaman sensori yang berbeda ini dapat mendisruptsi kegiatan belajar siswa, seperti menyebabkan distraksi, atau membuat siswa berperilaku yang dapat mengganggu proses belajarnya maupun proses belajar teman-temannya.

Perilaku lain yang umumnya tampak pada orang dengan autisme adalah perilaku repetitif, kesulitan atau ketidaktarikan berinteraksi, sulit untuk terhubung dengan orang lain, obsesi atas suatu kesukaan tertentu yang terjadi dengan sangat intens dan dalam jangka waktu yang lama, sulit berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya, dan sulit menerima perubahan dalam waktu singkat.

Terdapat beberapa alternatif pendidikan yang dapat diambil oleh siswa penyandang autisme, antara lain sekolah inklusi, Sekolah Luar Biasa (SLB), sekolah privat, atau homeschooling. Anak yang termasuk dalam golongan high functioning autism bisa saja melakukan pendidikan di sekolah inklusi, bahkan di sekolah biasa, tapi lain halnya dengan anak-anak yang membutuhkan dukungan lebih atau memiliki tingkat autisme yang lebih tinggi, mereka membutuhkan kondisi yang kondusif dan dirancang khusus untuk belajar dan melaksanakan terapi.

Di Yogyakarta sendiri, sudah dibangun beberapa Sekolah Luar Biasa maupun sekolah khusus autisme. Tetapi, kebanyakan dari sekolah yang ada belum benar-benar memberikan suasana dan fasilitas yang kondusif bagi siswa penyandang autisme. Sekolah yang ada cenderung dibangun seperti sekolah biasa sehingga kurang mendukung dan kondusif bagi siswa penyandang autisme.

Autism is one of the many types of disabilities from the category of invisible disabilities. Autism is caused by differences in cognitive development that cause differences in a person's ability to receive sensory and socialize.


People with autism receive sensory experiences with different intensities. In this case, there are two categories in autism, namely hyper sensitive and hypo sensitive. People who have hyper sensitive autism experience more intense or more sensitive sensory experiences. Sounds, lights, or smells that feel normal to people without autism symptoms can be very disturbing to people with hyper sensitive autism. Unlike hypo sensitive autism, the sensory experiences they feel are lower than most people. This can cause them to look for sensory stimuli such as tapping on objects (sound and tactile sensory), looking for visual distractions (visual sensory), touching objects around them (tactile sensory), echolalia or making sounds that can or cannot be understood (sound sensory), and others. These different sensory experiences can disrupt students' learning activities, such as causing distractions, or making students behave in ways that can interfere with their learning process or the learning process of their friends.


Other behaviors commonly seen in people with autism are repetitive behavior, difficulty or disinterest in interacting, difficulty connecting with others, obsession with a particular hobby that occurs very intensely and over a long period of time, difficulty moving from one job to another, and difficulty accepting change in a short time.

There are several educational alternatives that can be taken by students with autism, including inclusive schools, Special Schools (SLB), private schools, or homeschooling. Children who are included in the high functioning autism group can be educated in inclusive schools, even in regular schools, but this is different from children who need more support or have higher levels of autism, they need conditions that are conducive and specially designed for learning and carrying out therapy.

In Yogyakarta itself, several Special Schools and special schools for autism have been built. However, most of the existing schools have not really provided a conducive atmosphere and facilities for students with autism. Existing schools tend to be built like regular schools so that they are less supportive and conducive for students with autism. 

Kata Kunci : Arsitektur, Autisme, Therapeutic Architecture, Arsitektur Terapeutik, Sekolah, Sekolah Khusus

  1. S1-2025-460096-abstract.pdf  
  2. S1-2025-460096-bibliography.pdf  
  3. S1-2025-460096-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2025-460096-title.pdf