Kekerasan Ekonomi dan Konstruksi Ruang Pada Dekade yang Hilang: Jepang 1989—2001 dalam Karya-Karya Ryu Murakami
Aditya Martin Muhammad, Dr. Cahyaningrum Dewojati, S.S., M.Hum.
2025 | Tesis | S2 Sastra
Pecahnya gelembung ekonomi di Jepang pada awal tahun 1990-an menandai keruntuhan ekonomi Jepang. Harga tanah dan bangunan yang tidak terkontrol membuat harga properti melejit tajam. Ketimpangan ekonomi yang sudah terbentuk pada masa keemasan ekonomi menjadi semakin lebar. Kehancuran ekonomi Jepang dengan efek dominonya terhadap perubahan masyarakat tersebut diistilahkan dengan ‘Dekade yang Hilang’ sebagai penanda hilangnya “masyarakat Jepang”. Efek berkelanjutan dari pecahnya gelembung ini adalah perubahan jaringan sosial, pergeseran budaya ke budaya tandingan, dan pandangan hidup masyarakat Jepang pada saat itu yang identik dengan kekerasan.
Fenomena perubahan sosio-spasial tersebut digambarkan oleh Ryu Murakami dalam novel-novelnya yaitu Koin Rokkaa Beibiizu (1980), Piashinggu (1994), In Zaa Miso Suupu (1998) dan Showa Kayou Daizenshuu (2001) yang akan dijadikan objek material dalam penelitian ini. Penelitian ini akan berfokus dengan sudut pandang konstruksi ruang sosial dari Edward Soja dengan melihat kondisi sebelum dan sesudah pecahnya gelembung ekonomi. Ruang sosial dalam relasi pada masa tersebut bersifat kapitalistik dan penuh kekerasan sehingga sangat memengaruhi individu maupun kelompok masyarakat yang “hidup” dan mengonstruksi ruang tersebut. Soja berpendapat bahwa ruang sosial ini terdiri dari trialektika ruang pertama, ruang kedua dan ruang ketiga baik riil, imajiner maupun ril-imajiner untuk melihat ruang-ruang urban atau metropolitan yang telah dibentuk sedemikian rupa agar membentuk homogenitas, hierarki dan berbagai fragmentasi sosial lainnya. “Ruang” yang hilang atas pecahnya gelembung ekonomi di Jepang pada saat itu dan “ruang” yang dijadikan ruang hidup sebagai penggantinya dan simbol-simbol kekerasan yang muncul dalam objek material akan dijadikan permasalahan utama dalam penelitian ini.
Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk mengkaji dan mengolah data penelitian. Hasil penelitian yang dirumuskan adalah 1) Sistem ekonomi yang hancur mengakibatkan komponen ruang-ruang di dalam novel dilebur oleh kekerasan hegemonik dari generasi ke generasi, 2) Penggambaran simbol-simbol kekerasan yang terjadi dalam ruang ketiga sebagai upaya resistensi dalam ruang ketiga membentuk ruang-antara yang akan selalu diisi oleh kekerasan dan sebagai bentuk respon dan kritik Ryu terhadap fenomena, masyarakat dan negara terhadap Dekade yang Hilang di Jepang.
The
bursting of Japan's economic bubble in the early 1990s precipitated a systemic
economic collapse, characterized by hyperinflated real estate values and
exacerbated socioeconomic disparities from the preceding boom period. This
economic devastation and its transformative societal impacts became
institutionalized as the "Lost Decade," signifying the dissolution of
Japan's postwar socioeconomic order. The protracted aftermath manifested
through fundamental realignments of social networks, the emergence of
countercultural movements, and the normalization of violence as a defining
feature of Japanese social life during this period.
These socio-spatial
transformations find their literary articulation in Ry? Murakami's novels
- Koin Rokkaa Beibiizu (1980), Piashinggu (1994), In Zaa Miso Suupu (1998)
dan Showa Kayou Daizenshuu (2001) - which serve as primary texts for this
investigation. Employing Edward Soja's critical spatial theory, this study
examines the production of social space during Japan's economic transition. The
capitalist spatial relations of this era, permeated by structural violence,
fundamentally reconfigured both individual subjectivities and collective
spatial practices. Soja's trialectics of spatiality - analyzing Firstspace
(material-real), Secondspace (conceived-imagined), and Thirdspace
(lived-real-imagined) - reveals how urban spaces were simultaneously sites of
social stratification and resistance.
This
research interrogates: 1) the disappearance of traditional social spaces
following economic collapse, and 2) the violent spatial practices that emerged
as alternative modes of habitation. Through critical discourse analysis, the
study demonstrates that: 1) Economic disintegration precipitated the
liquefaction of spatial boundaries in the novels through intergenerational
transmission of hegemonic violence; 2) Violent representations in Thirdspace
constitute both resistance and social critique, producing heterotopic zones
where violence operates as the dominant spatial logic - reflecting Ry?'s
incisive commentary on Japan's national trauma during this era.
Kata Kunci : Dekade yang Hilang, Kekerasan Ekonomi, Ruang Ketiga, Soja, Ryu Murakami