Penanda jender dalam perspektif bahasa dan budaya :: Analisis kontrastif bahasa Arab dan Bahasa Indonesia
ANWAR, Miftahulkhairah, Prof.Drs. M. Ramlan
2004 | Tesis | S2 LinguistikTulisan ini mencoba mengkaji penanda jender dalam bahasa Arab (bA) dan bahasa Indonesia (bI) kemudian merefleksikannya dalam konteks budaya masing-masing. Jender dalam bA merupakan salah satu unsur kebahasaan yang urgen, sedangkan dalam bI tidak. Karena itu, bA sangat menekankan adanya dikotomi bahasa: maskulin versus feminin, sedangkan bI tidak. Pengetahuan tentang persamaan dan perbedaan itu tentu menarik untuk dikaji agar tidak terjadi kesalahan persepsi dalam hal pengajaran, penerjemahan, dan interpretasi teks-teks terutama teks yang berkaitan dengan wacana keagamaan. Secara metodologis, perbedaan dan persamaannya ditentukan berdasarkan metode kontrastif yang meliputi tahap penjabaran dan tahap perbandingan. Pada tahap penjabaran, masing-masing penanda jender dideskripsikan dengan menggunakan metode padan teknik pilah unsur penentu (PUP) dan metode agih teknik bagian unsur langsung (BUL) serta teknik ganti dan perluas. Pada tahap perbandingan, digunakan metode padan teknik banding menyamakan (HBS), teknik hubung banding memperbedakan (HBB), dan teknik hubung banding menyamakan hal pokok (HBSP). Setelah kedua penanda tersebut dibandingkan, diadakan analisis kebudayaan yang meliputi, aspek bentuk, makna dan pola distribusi budayanya: sistem budaya patriarkhi dan matriarkhi, sistem kekerabatan, dan sistem stratifikasi sosialnya. Dari tahap penjabaran dan perbandingan, ditemukan beberapa karakteristik masing-masing penanda jender. Jender dalam bA lebih didominasi oleh penandaan secara gramatikal, sedangkan bI didominasi oleh penandaan secara leksikal. Meski demikian, jika tidak dipentingkan, maka penanda jender dalam bI tidak dihadirkan. bA menerapkan sistem jender yang ketat melalui sistem concord, sedangkan bI tidak. Karakteristik penanda jender yang berbeda ini, secara tidak langsung, terefleksi dalam konteks budayanya masing-masing. Dari sistem budayanya, masyarakat Arab bersistem patriarkhi ketat, sedangkan bI bersistem patriarkhi longgar. Dari sistem kekerabatannya, masyarakat Arab bersistem chauvimisme dan cenderung individual, sedangkan bI bersistem gotongroyong dan kolektif. Dari sistem struktur sosialnya, masyarakat Arab lebih menekankan pada perbedaan jender: laki-laki versus perempuan, sedangkan bI lebih menekankan pada perbedaan umur dan status.
This research is aimed to describe the marker of gender in Arabic and Indonesian language and its reflection in cultural context. In Arabic, gender plays an important role meanwhile it is not that important in Indonesian. For that reason, the Arabic has dichotomy in their language i.e. masculine versus feminine. The differences are interesting to be studied since misunderstanding often appears in language teaching, translation and religious text interpretation. The differences and the sameness are classified based on contrastive method. The writer uses comparative method to describe the marker of gender. After that, each of them are studied by cultural analysis. Cultural analysis consists of form, meaning and cultural distribution patterns i.e. patriarchal and matriarchal system, kinship system and social stratification system. Some characteristics are found in each of the gender marker. In Arabic, grammatical marker while in Indonesian lexical marker dominates it. These markers show up in Indonesian language only if the appearance is needed. On the contrary, the Arabic language has a strict gender system through concord. The different characteristics reflect on each of cultural context; The Arabic has a strict patriarchal system but Indonesia does not. The Arabic people tend to be individualist and hold chauvinism system while Indonesian prefer to cooperate. The Arabic people differentiate men from women in all sectors while Indonesian emphasize on age and social status.
Kata Kunci : Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab,Jender