Large-Scale Multi-Period Location-Allocation Problem untuk Desain Jaringan Distributed Recycling Center Baterai Bekas Kendaraan Listrik di Indonesia
Bangkit Tsani Annur Saputra, Ir. Yun Prihantina Mulyani, S.T., M.Sc., Ph. D, IPM., ASEAN Eng.
2025 | Skripsi | TEKNIK INDUSTRI
Pesatnya adopsi kendaraan listrik
di Indonesia, yang menargetkan 15 juta unit pada 2030, membuka peluang
sekaligus tantangan lingkungan terkait pengelolaan baterai bekas. Jika tidak
dikelola dengan baik, baterai bekas dapat mencemari air dan tanah, tetapi dengan
daur ulang yang efektif dapat mengurangi limbah, impor material baterai, dan
memanfaatkan cadangan nikel terbesar di dunia. Namun, tantangan geografis
kepulauan dan keterlambatan pengembangan ekosistem daur ulang menuntut
perencanaan fasilitas daur ulang yang optimal. Penelitian ini mengusulkan Distributed
Recycling Center Network (DRCN), jaringan daur ulang yang memisahkan proses
fisik (pengolahan baterai menjadi black mass) dan kimia dengan
mengintegrasikan 786 Collection Center (CC), 111 lokasi potensial Distributed
Recycling Center (DRC), serta satu Main Recycling Center (MRC)
berteknologi hydrometallurgy. DRCN dimodelkan dengan Mixed Integer
Linear Programming (MILP) untuk periode 2024-2040 yang mempertimbangkan
biaya, kapasitas, dan ketidakpastian volume baterai bekas.
Penelitian ini mengusulkan tiga
skenario pasokan baterai bekas: Skenario 1 dengan ketersediaan rendah, serta
Skenario 2 dan 3 dengan ketersediaan tinggi. Skenario 2 mengasumsikan pasokan
baterai bekas konstan setiap tahun, sedangkan Skenario 3 mengasumsikan
pertumbuhan bertahap (staging) seiring waktu. Analisis DRCN dilakukan
dengan dua pendekatan: intra-island (baterai hanya diangkut dalam pulau
yang sama) dan inter-island (transportasi lintas pulau). Total enam
skenario dibandingkan untuk mengevaluasi implementasi DRCN di Indonesia
berdasarkan profitabilitas dan penyerapan baterai bekas dengan mempertimbangkan
tantangan geografis dan potensi pertumbuhan adopsi kendaraan listrik.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa operasi DRC dimulai di Jawa pada 2034, kecuali pada Skenario Inter-Island
1 yang tertunda hingga 2035, dengan jumlah unit DRC pada 2040 bervariasi antara
9–19 unit bergantung skenario pasokan baterai: Jawa (5–9 unit), Sumatera (1–4
unit), Kalimantan (1–2 unit), serta Papua dan Maluku (1 unit). Skenario inter-island
menghasilkan akumulasi baterai bekas lebih tinggi pada periode puncak dibandingkan
intra-island yang dipengaruhi oleh pola distribusi lintas pulau sehingga
menyebabkan konsentrasi sumber daya di wilayah tertentu. Namun, secara
keseluruhan penyerapan bahan baku skenario inter-island lebih tinggi yakni
mencapai 100% dibandingkan intra-island
yang berkisar pada 98–100%. Skenario inter-island juga lebih unggul
dalam profitabilitas (~3,5% lebih tinggi) karena efisiensi unit DRC dan
penyerapan bahan baku yang lebih efisien. Meskipun intra-island
menawarkan keunggulan safety selama proses logistik karena operasi
terlokalisasi, skenario inter-island direkomendasikan sebagai strategi
optimal untuk Indonesia berdasarkan penyerapan bahan baku dan efisiensi ekonomi
yang lebih tinggi dengan syarat pengelolaan logistik pengiriman baterai bekas
dilakukan sesuai standar operasional.
The rapid adoption of electric
vehicles in Indonesia, targeting 15 million units by 2030, presents both
opportunities and environmental challenges related to the management of used
batteries. Improper handling of used batteries can contaminate water and soil,
but effective recycling can reduce waste, battery material imports, and
leverage Indonesia's vast nickel reserves. However, the archipelagic geography
and delayed development of a recycling ecosystem demand optimal planning for
recycling facilities. This study proposes a Distributed Recycling Center Network (DRCN), separating physical
(battery processing into black mass) and chemical processes, integrating 786
Collection Centers (CC), 111 potential Distributed
Recycling Centers (DRC), and one Main Recycling Center (MRC) using
hydrometallurgy technology. The DRCN is modeled using Mixed Integer Linear
Programming (MILP) for the 2024–2040 period, considering costs, capacity, and
uncertainty in used battery volume.
Three used battery supply
scenarios are proposed: Scenario 1 with low availability, and Scenarios 2 and 3
with high availability. Scenario 2 assumes constant annual growth, while Scenario
3 assumes gradual growth over time. DRCN analysis employs two approaches:
intra-island (batteries transported only within the same island) and
inter-island (cross-island transportation). Six scenarios are compared to
evaluate DRCN implementation in Indonesia based on profitability and used
battery absorption, considering geographic challenges and electric vehicle
adoption growth.
Results show DRC operations begin
in Java in 2034, except for Inter-Island Scenario 1, delayed until 2035, with
DRC units by 2040 ranging from 9–19 depending on the battery supply scenario:
Java (5–9 units), Sumatra (1–4 units), Kalimantan (1–2 units), and Papua and
Maluku (1 unit). Inter-island scenarios yield higher used battery accumulation
during peak periods compared to intra-island, driven by cross-island
distribution patterns, leading to resource concentration in certain regions.
Overall, inter-island scenarios achieve 100% raw material absorption compared
to 98–100% for intra-island scenarios. Inter-island scenarios also outperform
in profitability (~3.5% higher) due to DRC unit efficiency and more effective
raw material absorption. Although the intra-island scenario offers safety
advantages in logistics due to localized operations, the inter-island scenario
is recommended as the optimal strategy for Indonesia, given its higher raw
material absorption and economic efficiency, provided that battery waste
transportation is managed according to strict operational standards.
Kata Kunci : large-scale, multi-period analysis, location allocation, Mixed Integer Linear Programming (MILP), electric vehicles, black mass, Distributed Recycling Center (DRC), used batteries