Laporkan Masalah

Kearifan tradisional masyarakat dalam konservasi sumberdaya hutan dan DAS :: Kasus pada Masyarakat Desa Mantembu, Distrik Yapen Selatan Kabupaten Yapen Propinsi Papua

MAMBAY, Cyfrianus Yustus, Prof.Dr. Kodiran, MA

2004 | Tesis | S2 Ilmu Lingkungan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk/wujud kearifan tradisional yang dapat mendukung upaya pelestarian sumberdaya hutan dan sumber air di Desa Mantembu Distrik Yapen Selatan Kabupaten Yapen Propinsi Papua, dan cara-cara masyarakat Mantembu melakukan konservasi sumberdaya hutan dan sumber air. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kombinasi dari Metode kuantitatif dan kualitatif yakni Metode Survei. Data yang dikumpulkan melalui survei adalah data empiris. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah wawancara mendalam tidak terstruktur, observasi nonpartisipasi dan Focus Group Discussion. Hasil-hasil penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif dan kualitatif hingga mencapai tujuan penelitian yang telah rumuskan. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, diketahui bahwa bentuk-bentuk atau wujud kearifan budaya lokal (kearifan tradisional) yang dimiliki masyarakat Mantembu, dan dapat dijadikan sebagai pendukung dalam upaya konservasi sumberdaya hutan dan sumberdaya air adalah kepercayaan-kepercayaan terhadap hutan keramat, yaitu kawasan hutan Gunung Auwai, Wasunani, dan Mambori, serta kepercayaan terhadap adanya Penunggu (mahluk halus) di sungai bagian hulu, sehingga masyarakat asli maupun pendatang dilarang untuk melakukan aktivitas apapun di ketiga gunung tersebut. Sedangkan pada sungai bagian hulu, masyarakat asli maupun pendatang dilarang menebang pohon sepanjang sungai, dan dilarang untuk tidak melakukan perbuatan asusila sepanjang sungai. Dari aspek lingkungan, kepercayaan dan larangan tersebut merupakan bentuk konservasi langsung, sedangkan konservasi tidak langsung yang dikembangkan oleh masyarakat Mantembu adalah (a) sistem perladangan berpindah. Ada dua sistem perladangan berpindah, pertama, “tebang-bakar”, kemudian tanam, dan kedua, “tanam-tebang tanpa bakar”. Sistem “tanam-tebang tanpa bakar” perlu dikembangkan karena dapat mendukung kelestarian sumberdaya hutan dan air bila dibandingkan dengan sistem tebang-bakar, (b) konservasi secara vegetatif, yakni menanam tanaman produksi jangka panjang dan menengah pada hutan hak ulayat, baik di ladang (kebun) baru, ladang yang telah ditinggalkan, maupun di bantaran sungai.

This research was aimed to identify the forms of indigenous knowledge supporting forest and water resources conservation in Mantembu Village, South Yapen District, Yapen Regency, Papua Province, and some methods that Mantembu people carried to perform forest and water resources conservation. Method utilized to collect data were combination of quantitative and qualitative methods, i.e. Survey method. Collected data through survey were empirical data. Technique used to collect data was unstructured in-depth interview, non-participatory observation and Focus Group Discussion. Results, then, were analysis through the use of descriptive and qualitative techniques to achieve research objectives formulated. Based on result analysis, it was found that forms of indigenous knowledge that Mantembu people acquired and were possibly utilized to support forest and water conservation involved belief in sacred forests, i.e. Mount Auwai, Wasunani, and Mambori forest, and belief in spirits (supernatural creatures) in upper stream; hence, indigenous people and visitors were not allowed to perform any activity in the three mount areas. Meanwhile, in upper stream, original people and visitors were forbidden activities on trees montains, and to conduct immoral deeds to upper stream. Viewed from environmental aspect, belief and restriction were regarded as direct conservation efforts, while indirect conservation efforts that Mantembu people carried out involved (a) shifting cultivation. Two shifting cultivation were available; first, "cutting-burning", and cultivating, and second, "plant, and cut without burning". Plant, and cut without burning is should be developed because it supports forest and water resources continuous, compared to the earlier one, (b) vegetative conservation, i.e. to cultivate long-term and intermediate production plants in ulayat right, both in new (field), abandoned, and flood basin. xiv

Kata Kunci : Lingkungan,Konservasi Sumberdaya Hutan,DAS,


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.