Sikap Petani Terhadap Risiko dan Manajemen Risiko Usaha Tani Bawang Merah di Kabupaten Gunungkidul
Salsabila Aulia Rahmadani, Prof. Dr. Jangkung Handoyo Mulyo, M.EC; Ir. Any Suryantini, M.M., Ph.D. ; Prof. Dr. Ir. Dwidjono Hadi Darwanto, SU
2025 | Tesis | S2 Magister Manj.Agribisnis
Budidaya bawang merah di Kabupaten Gunungkidul diusahakan pada lahan marginal berupa tegalan di wilayah pegunungan karst dengan sumber air irigasinya berasal dari sumur bor. Hal ini mengakibatkan tingginya risiko produksi sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) sikap petani terhadap risiko, 2) persepsi petani terhadap sumber risiko, dan 3) manajemen risiko usaha tani bawang merah. Kabupaten Gunungkidul, Kapanewon Wonosari dipilih sebagai lokasi penelitian secara purposive dengan mempertimbangkan bahwa daerah tersebut merupakan sentra produksi bawang merah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 93 petani bawang merah yang dipilih menggunakan proportional random sampling. Analisis data menggunakan model Kumbhakar & Tsionas (2008) dan binary logit untuk tujuan pertama, matrik risiko untuk tujuan kedua, dan strategi ex-ante interactive ex-post untuk tujuan ketiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas petani bawang merah bersikap risk averse (tidak menyukai risiko) sebesar 65%, sedangkan sisanya risk taker (menyukai risiko) sebesar 35%. Faktor yang dapat meningkatkan probabilitas petani menjadi risk averse yaitu umur petani, pengalaman usaha tani, dan tingkat pendidikan. Petani mempresepsikan sumber risiko akibat serangan hama grandong, ulat grayak dan penyakit moler; musim hujan dan kemarau yang sulit diprediksi; peningkatan harga saprodi; dan kesalahan estimasi waktu tanam sebagai risiko tinggi (high risk). Petani melakukan 3 strategi mitigasi risiko yaitu sebelum risiko (ex-ante) dengan pertemuan rutin kelompok tani dan berpartisipasi dalam penyuluhan, mengurangi input kimia serta mengalokasikannya dengan tepat takaran, pemilihan bibit yang berkualitas, dan perancangan luas tanam; saat risiko (interactive) seperti mempertimbangan jarak tanam yang renggang, pengurangan pupuk nitrogen saat musim hujan, pertimbangan jenis pupuk dan perawatan irigasi; dan setelah terjadi risiko (ex-post) seperti melanjutkan usaha tani hingga masa panen meskipun terjadi risiko, berpindah komoditas di musim tanam berikutnya, mencari pekerjaan diluar usaha tani, bertanya kepada penyuluh dan mengikuti kelembagaan di luar kelompok tani
Shallot in Gunungkidul Regency is cultivated on marginal land in moorland located karst mountainous areas with irrigation sources from boreholes. This results in high production risk so that this study aims to determine: 1) farmers' attitude towards risk, 2) farmers' perception of risk sources, and 3) risk management of shallot farming. Gunungkidul Regency, Kapanewon Wonosari was selected as the research location purposively by considering that the area is the center of shallot production in the Daerah Istimewa Yogyakarta. The sampel of respondents in this study was determined 93 shallot farmers selected using proportional random sampling. Data analysis used the Kumbhakar & Tsionas (2008) model and binary logit for the first objective, risk matrix for the second objective, and ex-ante interactive ex-post strategy for the third objective. The results show that the majority of shallot farmers are risk averse at 65%, while the rest are risk takers at 35%. Factors that can increase the probability of farmers being risk averse are farmer age, farming experience, and education level. Farmers perception of risk source due to attacks by grandong pests, armyworms and moler disease; unpredictable rainy and dry seasons; increased input prices; and incorrect estimation of planting time as high risk. Farmers carry out 3 risk mitigation strategies: before the risk (ex-ante) with regular farmer group meetings and participating in extension services, reducing chemical inputs and allocating them with the right dosage, selecting quality seeds, and designing planting areas; during the risk (interactive) such as considering tenuous planting distances, reducing nitrogen fertilizers during the rainy season, considering the type of fertilizer and irrigation maintenance; and after the risk occurs (ex-post) such as continuing farming until harvest despite the risk, switching commodities in the next planting season, looking for work outside the farming business, asking extension workers and joining institutions outside the farmer group.
Kata Kunci : risiko produksi, bawang merah, marginal, sumur bor, manajemen risiko