EVALUASI STRATEGI PENGOLAHAN SAMPAH POPOK BAYI SEKALI PAKAI STUDI KASUS PROVINSI YOGYAKARTA

Zida Hasna Faradisa, Ir. Subagyo, Ph.D., IPU.,ASEAN.Eng.

2025 | Tesis | S2 Teknik Industri

Popok bayi sekali pakai merupakan jenis sampah residu yang banyak dihasilkan, terutama akibat tingginya penggunaan oleh anak usia 0-4 tahun dan pola konsumsi masyarakat modern yang mengutamakan kepraktisan. Sampah ini menimbulkan masalah lingkungan serius karena membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk terurai serta memiliki kelembaban tinggi akibat kemampuannya menyerap cairan. Di Yogyakarta, fasilitas pengolahan sampah berbasis 3R (Reduce, Reuse, Recycle) belum mampu menangani sampah popok, sementara metode landfill yang masih dominan digunakan menghadapi kendala dan penutupan. Berbagai metode pengolahan alternatif seperti insinerasi, tobong, dan daur ulang telah diusulkan, namun efektivitas dan keberlanjutannya belum jelas. Oleh karena itu, perencanaan strategi pengolahan sampah popok bayi sekali pakai yang efektif dan berkelanjutan menjadi sangat penting. Efektivitas diukur berdasarkan persentase sampah yang dapat diolah, sedangkan keberlanjutan dinilai berdasarkan tiga pilar sustainability atau triple bottom line (lingkungan, sosial, dan ekonomi). Aspek lingkungan meliputi emisi yang dihasilkan, sosial mencakup lapangan kerja, kesehatan, kualitas hidup, penggunaan lahan, dan regulasi, sementara aspek ekonomi meliputi modal, biaya operasional, dan biaya per unit sampah. 

Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari perhitungan, estimasi, dan referensi penelitian terdahulu, sedangkan data kualitatif diperoleh dari wawancara dan studi pustaka. Evaluasi dilakukan melalui prosedur yang dirancang untuk membandingkan strategi pengolahan secara objektif dan mudah dengan pendekatan triple bottom line. Hasil evaluasi strategi menggunakan prosedur akan dibandingkan dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Perbandingan ini ditujukan untuk membandingkan hasil akhir strategi terpilih dari setiap metode evaluasi yang digunakan. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa landfill masih merupakan strategi pengolahan sampah popok paling efektif (mampu mengolah 100% komponen sampah) dan berkelanjutan dibandingkan insinerasi, tobong, atau daur ulang. Insinerasi dan tobong menghasilkan emisi berbahaya seperti dioksin yang melebihi baku mutu lingkungan, sementara daur ulang menjadi produk kerajinan dinilai tidak efektif karena skalanya terbatas dan menghadapi tantangan pemasaran. Dengan landfill sebagai strategi terpilih, salah satu skenario yang dapat diterapkan adalah pengenaan pajak atau cukai atas popok sekali pakai. Jika skenario ini diimplementasikan di Yogyakarta, konsumen diperkirakan perlu menanggung biaya tambahan sebesar Rp3.272 per popok. Biaya ini bertujuan untuk mendanai pengelolaan sampah yang lebih baik sekaligus meningkatkan kesadaran lingkungan konsumen terkait dampak negatif produk sekali pakai. 

Disposable baby diapers are a type of residual waste that is widely generated, primarily due to high usage by children aged 0-4 years and the modern consumption patterns that prioritize convenience. This waste poses serious environmental problems as it takes decades to hundreds of years to decompose and has high moisture content due to its liquid absorption capability. In Yogyakarta, waste management facilities based on the 3R principles (Reduce, Reuse, Recycle) are unable to handle diaper waste, while the still-dominant landfill method faces challenges and closures. Various alternative processing methods such as incineration, tobong (local kiln), and recycling have been proposed, but their effectiveness and sustainability remain unclear. Therefore, planning an effective and sustainable strategy for managing disposable baby diaper waste is crucial. Effectiveness is measured based on the percentage of waste that can be processed, while sustainability is assessed based on the three pillars of sustainability or the triple bottom line (environmental, social, and economic aspects). The environmental aspect includes emissions produced, the social aspect covers employment, health, quality of life, land use, and regulations, while the economic aspect includes capital, operational costs, and cost per unit of waste. 

This research employs both quantitative and qualitative analysis. Quantitative data is obtained from calculations, estimates, and references to previous studies, while qualitative data is gathered through interviews and literature reviews. Evaluation is conducted using a procedure designed to compare processing strategies objectively and easily, employing a triple bottom line approach. The results of the strategy evaluation using this procedure will be compared with those obtained using the Analytic Hierarchy Process (AHP) method. This comparison aims to assess the final selected strategy from each evaluation method used. 

The results show that landfill remains the most effective waste management strategy for disposable diapers (capable of processing 100% of waste components) and is more sustainable compared to incineration, open burning, or recycling. Incineration and open burning produce hazardous emissions such as dioxins, which exceed environmental quality standards, while recycling into handicrafts is deemed ineffective due to its limited scale and market challenges. With landfill as the selected strategy, one potential policy scenario is the implementation of a tax or excise on disposable diapers. If this scenario is adopted in Yogyakarta, consumers would likely bear an additional cost of IDR 3,272 per diaper. This fee aims to fund improved waste management while simultaneously raising consumer awareness about the environmental impact of single-use products. 

Kata Kunci : Strategi Pengolahan Sampah, Sampah Popok Bayi Sekali Pakai, Triple Bottom Line, Keberlanjutan, Efektivitas