Laporkan Masalah

STUDI INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH PERTUKANGAN KAYU ( Studi Kasus di Kabupaten Klaten)

DHANY YUNIATI, Prof. Dr. Ir. Achmad Soemitro, M.Sc.

1999 | Skripsi | S1 KEHUTANAN

Sentra industri pertukangan kayu Klaten merupakan salah satu contoh/pionir perkembangan perekonomian oleh kegiatan industri yang pada awalnya dicirikan oleh industri kecil atau rumah tangga. Peranan industri kecil dan menengah pertukangan kayu tersebut pada sektor perekonomian rakyat sangat vital dan strategis diantaranya dalam peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan pendapatan daerah dan penyediaan lapangan pekerjaan. Sebagaimana industri kecil dan menengah di sektor lain, industri kecil dan menengah pertukangan kayu Klaten memiliki kelemahan-kelemahan antara lain lemah dalam teknologi produk dan proses produksi, kurangnya akses terhadap pasar, manajemen dan entrepreneur yang kurang tangguh, akses terhadap pasar finansial/kemampuan dalam pembentukan modal yang sangat kurang, kebijaksanaan dukungan terhadap industri kecil dan menengah masih belum sekuat dukungan terhadap industri besar. Bertitik tolak pada kenyataan diatas maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai bahan baku yang diperlukan oleh industri kecil dan menengah pertukangan kayu yakni dalam hal volume, ukuran, kualita, jenis dan cara perolehan, sarana dan prasarana yang diperlukan industri kecil dan menengah pertukangan kayu untuk pengembangannya, bentuk kelembagaan industri kecil dan menengah pertukangan kayu serta pasar dan pola distribusi produk pertukangan kayu. Bahan baku yang digunakan oleh industri kecil dan menengah berasal dari Perhutani (26,8%) dan dari hutan rakyat (73,2%). Pasokan bahan baku yang berasal dari hutan rakyat terdiri dari jati (62,1%), mahoni (35,1%) dan akasia (2,8%). Untuk jati sortimen yang paling banyak digunakan adalah A II (48,4%) kemudian diikuti A I (26,7%) dan A III (19,6%) serta sortimen kayu bakar (5,7%), sedangkan untuk mahoni proporsi terbanyak adalah sortimen A II (57%) diikuti sortimen A I (28,2%) dan sortimen A III (12,4%) serta sortimen kayu bakar (2,2%). Adapun cara perolehan kayu dari hutan rakyat adalah dengan distok oleh pedagang kayu (44%), membeli di toko kayu (55%) dan mencari sendiri ke sumbemya (8%). Jenis lain yang juga banyak dan berasal dari hutan rakyat adalah sono kehng, munggur, mindi, durian, kelapa. Sedangkan pasokan dari Perhutani. terdiri atas jati 98,6% dan mahoni 1,4%. Jati dominasi terbesar adalah sortimen A II sebanyak 44% kemudian diikuti sortimen A III sebanyak 36% dan A I sebanyak 20%. Sedangkan untuk mahoni didominasi oleh sortimen A III (93%) diikuti sortimen A I (4%) dan sortimen A II (3%). Kualita kayu yang banyak dipakai oleh pengrajin berskala kecil adalah kualita ketiga dan yang lebih rend.ah. Panjang kayu yang banyak dipakai adalah panjang satu meter sampai dua meter.Cara perolehan kayu dari Perhutani melalui lelang (23.1 %), DBT (12,8%), koperasi (5,1%), dan toko kayu (71,8%). Sarana yang dibutuhkan oleh industri kecil dan menengah antara lain kredit dengan bunga lunak Hal ini dilakukan dengan memperluas akses terhadap sumber permodalan untuk memperkuat struktur permodalan. Disamping itu pengrajin diarahkan untuk dapat meningkatkan kemampuan dalam pemanfataan modal. Sedangkan prasarana yang dibutuhkan adalah tenaga ahli, pembinaan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan peran serta pengusaha kecil dan menengah, Iklim usaha yang makin baik dan mendukung bagi tumbuh kembangnya usaha kecil dan menengah, kemudahan dalam memperoleh bahan baku kayu dari Perhutani. Peranan lembaga perkreditan berdasarkan kemampuan pengrajin dalam menembus akses ke lembaga tersebut adalah bank (35,6%), bantuan pemerintah (1%), bantuan swasta (9,9%), organisasi yang diikuti (4%) dan tidak punya akses kredit (49,5%).Bentuk keikutsertaan pengrajin ke dalam suatu lembaga adalah sebagai anggota koperasi sebanyak 14,4%, anggota paguyuban sebanyak 5,2% dan bukan anggota sebanyak 80,4%. Akses pengrajin terhadap lembaga pembinaan dan pelatihan adalah punya akses (21,6%) dan tidak punya akses sebanyak (78,4%). Peranan pemerintah dalam usaha pembinaan pengrajin adalah melalui bantuan kredit (37%), bimbingan dan pelatihan (6%), bantuan peralatan (1 %) dan tidak menerima pembinaan dari pemerintah (56%). Tujuan pasar industri pertukangan kayu adalah untuk memenuhi pasar ekspor ( 66% ), memenuhi permintaan pasar lokal (24%) dan campuran pasar lokal dan ekspor (10%). Adapun pola distribusi untuk tujuan lokal adalah distribusi langsung ke konsumen (62%) dan melalui penampung (38%). Sedangkan untuk pasar ekspor pola distribusi produk adalah melalui penampung (39%) dan melalui eksportir (61 %).

Kata Kunci : industri kecil dan menengah, pertukangan kayu, bahan baku, pengrajin, pasar

  1. Abstract.pdf  
  2. Bibliography.pdf  
  3. Table_of_Content.pdf  
  4. Title.pdf