Musik Katumbak dalam tradisi Bajapuik di Desa Toboh Lubuk Alung Padang Pariaman Sumatera Barat
IKHSAN, Nil, Drs. Triyono Bramantyo, M.Mus.Ed.,Ph.D
2004 | Tesis | S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni RupaSiklus kehidupan masyarakat di wilayah budaya Padang Pariaman terlahir dalam bentuk tradisi bajapuik. Tradisi bajapuik sesungguhnya adalah bentuk ‘penyeimbang’ atas dampak adat istiadat Minangkabau yang memposisikan kaum lelaki miskin atas harta. Wujud dari tradisi bajapuik ini adalah berupa pemberian sejumlah uang atau benda-benda berharga lainnya yang bertujuan untuk pemberian modal awal bagi sebuah rumah tangga yang baru ada. Besar kecilnya pemberian uang japuiktan tersebut ditentukan oleh tiga jenis status sosial yang ada (sidi, bagindo, dan sutan), kemudian berkembang dengan adanya faktor tingkat kekayaan, pekerjaan sebagai pegawai negeri, dan tingkat pendidikan seseorang. Pada prinsipnya, kehadiran tiga status sosial baru ini semakin memperkokoh kedudukan status sosial yang lama, karena status sosial yang lama itu adalah gelar adat yang selalu diwariskan secara turun temurun kepadanya (patrilineal). Tradisi bajapuik dapat terlaksana setelah melalui segmen-segmen konflik yang tertata secara mapan oleh kaum adat. Dalam beberapa segmen, musik Katumbak dijadikan sebagai bagian yang menyatu dalam ritual perkawinan tersebut. Tujuan penyatuan ini ternyata sarat atas fungsi. Fungsi yang menonjol terlihat dalam segmen: (1) manjapuik anak daro, yaitu di tengah malam antara pukul 12.00-04.00 berfungsi sebagai ‘media pembawa pesan’ ke seluruh warga masyarakat di sepanjang jalan yang dilalui selama berprosesi; (2) alek sipangka , di samping berfungsi sebagai sajian estetis, ekspresi emosional, pertunjukan, komunikasi, pengesahan institusi sosial, dan pengukuhan norma-norma sosial, hal yang paling menonjol adalah sebagai ‘katup penyelamat’ antara dua kekerabatan yang sedang konflik. Musik Katumbak yang terinovasi oleh budaya pendatang (India), dalam pertunjukannya dicirikan atas dua hal, yaitu: (1) pola irama, yang terdiri dari calti, joget cepat, joget sedang, joget lambat, irama Melayu, dan cha-cha dut; (2) konsep malayang dan konsep mandangai. Konsep malayang terlahir dalam pembentukan garis-garis melodi, sedangkan konsep mandangai terlihat pada garapan harmoni dalam lagu yang bebas birama. Garapan lagu pada umumnya disajikan dalam pantun, sehingga garapan tersebut tepat dikatakan berbentuk stropik. Sementara itu, syair-syair yang digunakan dalam lagu pada prinsipnya dilatarbelakangi oleh faktor alam dan pola kehidupan sosial.
The life cycle of the people in the cultural territory of Padang Pariaman appears in the tradition of bajapuik. The tradition of bajapuik is actually the ‘balancing’ form over the effect of Minangkabau custom positioning the destitute man on property. The shape of the tradition bajapuik is an offering of some amount of money or other valuable articles with a purpose of providing an initial asset for a newly-wed couple. The amount of the uang japuiktan offering is determined by three sorts of social status (sidi, bagindo, and sutan), which then expands because of the factor of property level, occupation as a civil servant and education level. Basically, the existence of new three social status strengthens even further the old social status, since the old one is a title bestowed by the custom, which is inherited by the incumbent from his ancestors (patrilineal). The tradition of bajapuik is implemented after a set of conflicting segments arranged and established by custom people. In some segments, Katumbak music is an integral part of the wedding ritual. The aim of the unification is full of functions. The most prominent one can be seen in the following segments: (manjapuik anak daro takes place between 12:00 at midnight up to 04:00 at dawn and serves as a ’messenger’ to the entire community along the way from the groom’s place to the bride’s house; (2) alek sipangka which not only serves as an aesthetic presentation, an emotional expression, performance, communication, the justification of social institution and social norms implementation, but also has a striking function as a ‘safety-valve’ between two conflicting folks. Katumbak music is an innovation of a foreign culture (India) and performed with two characteristics, that are: (1) rhythm pattern, consisting of calti, joget cepat, joget sedang, joget lambat, irama Melayu, and cha-cha dut; (2) the concepts of malayang and mandangai. The concept of malayang appears in the composition of melody lines, while the concept mandangai in the work of harmony in the measureless songs. The composition is generally presented pantun, therefore it is appropriately referred to as based on nature and the pattern of social life.
Kata Kunci : Musik Katumbak,Tradisi Bajapuik, The tradition of bajapuik and Katumbak music.