Politik Facial Recognition Technology (FRT) di India: Sebuah Analisis Social Construction of Technology

Rizkirana Kamilazzahra Pramono, Arindha Nityasari, S.I.P., MCyberSecAnalysis

2025 | Skripsi | Ilmu Hubungan Internasional

Skripsi ini meneliti tentang implementasi facial recognition technology (FRT) pada lembaga penegak hukum di India di tengah lemahnya regulasi dan meningkatnya kritik global. Sementara studi terdahulu menyoroti dampak FRT, penelitian ini menggunakan social construction of technology (SCOT) untuk menganalisis bagaimana relasi antar aktor berkontribusi pada perkembangan teknologi ini. Dengan konsep relevant social groups, interpretative flexibility, dan closure, penelitian memetakan interaksi antara pemerintah, kepolisian, dan masyarakat sipil melalui studi literatur dan process tracing. Hasil menunjukkan bahwa pemerintah mendominasi interpretasi FRT sebagai alat pemolisian efektif untuk peningkatan keamanan, sementara masyarakat sipil melihatnya sebagai ancaman privasi. Closure terjadi bukan melalui negosiasi, melainkan dominasi naratif dan kebijakan yang memaksakan stabilisasi teknologi. Temuan ini menegaskan bahwa dalam kasus FRT pada lembaga penegak hukum di India, teknologi tidak berkembang secara linear, tetapi dikonstruksikan melalui interaksi sosial yang kompleks dan dipengaruhi oleh relasi kuasa. 

This thesis examines the implementation of facial recognition technology (FRT) in law enforcement agencies in India amid weak regulation and increasing global criticism. While previous studies have highlighted the impact of FRT, this research uses social construction of technology (SCOT) to analyze how relations between actors contribute to the development of this technology. Using the concepts of relevant social groups, interpretative flexibility, and closure, the research maps the interaction between the government, police, and civil society through literature review and process tracing. The results show that the government dominates the interpretation of FRT as an effective policing tool for increased security, while civil society sees it as a threat to privacy. Closure occurs not through negotiation but rather through the dominance of narratives and policies that impose technological stabilization. The findings confirm that in the case of FRT in law enforcement in India, technology does not develop linearly but is constructed through complex social interactions and influenced by power relation.

Kata Kunci : FRT, NAFRS, teknologi pengawasan, penegak hukum, kekuasaan