Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Gagal Ginjal Kronis dengan Hemodialisis yang Mengalami Catheter-Related Bloodstream Infection (CRBSI) di Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada
Resalifa Yusita Saharani, Prof. Dr. apt. Ika Puspita Sari, S.Si., M.Si.
2025 | Skripsi | FARMASI
Penyakit ginjal
kronis (PGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal selama lebih dari tiga bulan dan bersifat irreversible. Kondisi
ini menyebabkan ginjal tidak dapat bekerja secara optimal dalam melakukan
fungsi ekskresi sehingga memerlukan terapi hemodialisis. Terapi ini memerlukan
akses vaskular berupa kateter. Penggunaan kateter dianggap praktis dan mudah,
namun berisiko menimbulkan infeksi terkait kateter yaitu Catheter-Related Bloodstream
Infection (CRBSI). Infeksi ini ditangani melalui beberapa manajemen, salah
satunya dengan pemberian antibiotik. Penggunaan
antibiotik pada pasien dengan gangguan ginjal memerlukan pertimbangan khusus
terkait dosis dan durasi pemberian serta risiko resistensi antibiotik. Diperlukan
studi untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien CKD terdiagnosis CRBSI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pola peresepan dan rasionalitas
penggunaan antibiotik pada pasien CKD dengan hemodialisis yang mengalami CRBSI.
Studi ini dilakukan secara deskriptif observasional dan bersifat retrospektif dimana
menggunakan data rekam medis di Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada
(RSA UGM). Penelitian ini dimulai sejak Desember 2024 sampai Februari 2025 di
RSA UGM. Subjek pada penelitian ini mencakup pasien CKD dengan hemodialisis
yang terdiagnosis CRBSI selama periode Januari 2023 sampai Desember 2024. Analisis
data dilakukan secara deskriptif untuk melihat karakterisitik pasien dan pola
peresepan antibiotik. Selain itu, dilakukan analisis kualitatif menggunakan
metode Gyssen untuk menilai rasionalitas penggunaan obat ini. Metode Gyssen
menilai rasionalitas penggunaan antibiotik dengan menilai beberapa parameter
berupa ketepatan indikasi, pemilihan obat, harga, dosis, rute pemberian,
interval, durasi, serta ada tidaknya alternatif yang lebih baik. Penggunaan
antibiotik dikatakan rasional jika masuk ke kategori 0, sedangkan tidak
rasional jika tergolong dalam kategori I sampai VI menurut metode Gyssen.
Penelitian di RSA UGM menunjukkan Staphylococcus
aureus menjadi bakteri utama penyebab kejadian CRBSI dengan Sefoperazon-sulbaktam
menjadi pilihan utama dalam menangani infeksi ini. Sefoperazon-sulbaktam menjadi
pilihan pertama dalam terapi CRBSI karena antibiotik ini merupakan golongan
Sefalosporin yang dieksresikan secara utama melalui empedu. Hal ini menjadikan
Sefoperazon-sulbaktam dinilai aman digunakan untuk pasien gagal ginjal yang
mengalami penurunan fungsi eksrkresi di ginjal. Pemberian antibiotik pada
pasien CRBSI diberikan secara intravena untuk menghasilkan pengantaran obat
yang efektif dan maksimal. Analisis Gyssen dalam penelitian ini menunjukkan adanya
penggunaan antibiotik yang tidak rasional akibat ketidaktepatan indikasi, rute,
dosis, dan interval pemberian. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat
menyebabkan kegagalan terapi, risiko efek samping, dan risiko resistensi
antibiotik.
Chronic Kidney Disease
(CKD) is characterized by a decline in kidney function lasting more than three
months and is irreversible. This condition leads to the kidneys' inability to
perform their excretory functions optimally, requiring hemodialysis therapy.
This therapy necessitates vascular access in the form of a catheter. The use of
a catheter is considered practical and easy but carries the risk of
catheter-related bloodstream infection (CRBSI). This infection is managed
through several approaches, one of which is the administration of antibiotics.
The use of antibiotics in patients with kidney impairment requires special
consideration regarding dosage, duration, and the risk of antibiotic
resistance. A study is needed to evaluate antibiotic usage in CKD patients diagnosed
with CRBSI. This research aims to evaluate the prescribing patterns and
rationality of antibiotic use in CKD patients undergoing hemodialysis who
experience CRBSI. This study is a descriptive observational study and is
retrospective, utilizing medical record data from the Rumah Sakit Akademik
Universitas Gadjah Mada (RSA UGM). The research was conducted from December
2024 to February 2025 at RSA UGM. The subjects of this study include CKD
patients on hemodialysis diagnosed with CRBSI between January 2023 and December
2024. Data analysis was performed descriptively to observe patient
characteristics and antibiotic prescribing patterns. Additionally, qualitative
analysis was conducted using the Gyssen method to assess the rationality of
antibiotic use. The Gyssen method evaluates the rationality of antibiotic use
by assessing several parameters, including the appropriateness of indications,
drug selection, cost, dosage, route of administration, interval, duration, and
the availability of better alternatives. Antibiotic use is considered rational
if it falls into category 0, while it is deemed irrational if it falls into
categories I through VI according to the Gyssen method.
The study at RSA UGM showed that
Staphylococcus aureus was the primary bacterium responsible for CRBSI
incidents, with Cefoperazone-sulbactam being the first-line choice for treating
this infection. Cefoperazone-sulbactam is the first choice for CRBSI therapy
because it is a cephalosporin antibiotic primarily excreted via bile, making it
considered safe for use in patients with kidney failure who experience reduced
renal excretion. Antibiotics for CRBSI are administered intravenously to ensure
effective and optimal drug delivery. Gyssen analysis in this study showed
irrational antibiotic use due to inappropriate indications, route, dosage, and
administration intervals. Irrational antibiotic use can lead to therapy
failure, side effects, and the risk of antibiotic resistance.
Kata Kunci : CKD, hemodialisis, CRBSI, antibiotik, metode Gyssen