Laporkan Masalah

Diskursus Alternatif Hak Kesehatan Menstruasi: Melihat Keterlibatan Biyung Indonesia dalam Permasalahan Kemiskinan Menstruasi melalui Advokasi Pembalut Kain

Salsabila Laily Maulina, Milda Longgeita Br.Pinem, S.Sos., M.A., Ph.D.

2025 | Skripsi | ILMU SOSIATRI

Penelitian ini menganalisis diskursus menstruasi dalam masyarakat dengan menggunakan perspektif Michel Foucault tentang kekuasaan, diskursus, dan pengetahuan. Dengan metode studi kasus, penelitian ini secara khusus menelaah bagaimana Biyung Indonesia hadir sebagai aktor dalam membangun diskursus alternatif di tengah dominasi diskursus mainstream. Diskursus mainstream didominasi oleh norma sosial yang menstigmatisasi menstruasi sebagai sesuatu yang tabu, membatasi pembicaraan terbuka, dan mempertahankan praktik pengelolaan menstruasi yang kurang mempertimbangkan hak kesehatan perempuan. Hal ini diperkuat oleh kebijakan negara dan kontrol industri yang lebih mendorong penggunaan pembalut plastik tanpa memberikan pilihan alternatif yang lebih berkelanjutan. Sementara itu, Biyung Indonesia berupaya menentang narasi dominan dengan mendorong keterbukaan, edukasi kesehatan menstruasi, serta mempromosikan penggunaan pembalut kain sebagai metode pengelolaan menstruasi yang lebih ramah lingkungan. Melalui kolaborasi dengan Leafy Pads dan Rumah KEWITA Papua, Biyung Indonesia memainkan peran aktif dalam membangun kesadaran dan memberikan edukasi yang lebih inklusif bagi perempuan.

Diskursus menstruasi memiliki peran penting dalam membentuk kesetaraan gender, hak kesehatan, dan keberlanjutan lingkungan, sehingga menjadi isu yang relevan dalam kajian pembangunan sosial dan kesejahteraan. Dalam konteks pembangunan sosial, menstruasi bukan sekadar persoalan kesehatan, tetapi juga cerminan dari struktur kekuasaan yang mempengaruhi akses terhadap informasi dan fasilitas yang layak. Urgensi isu ini semakin meningkat seiring dengan berkembangnya kesadaran global tentang keadilan menstruasi dan tuntutan kebijakan yang lebih inklusif. Meskipun telah banyak penelitian yang membahas stigma menstruasi dan kesehatan reproduksi, kajian yang menghubungkan diskursus menstruasi dengan dinamika kekuasaan serta praktik manajemen menstruasi yang berkelanjutan masih sangat terbatas. Untuk mengisi kesenjangan ini, studi ini menelusuri bagaimana gerakan akar rumput seperti Biyung Indonesia berperan dalam membentuk diskursus alternatif serta mendorong perubahan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan perempuan.

This study analyzes menstrual discourse in society through Michel Foucault’s perspective on power, discourse, and knowledge. Using a case study approach, it specifically examines how Biyung Indonesia emerged as an actor in constructing an alternative discourse amid the dominance of mainstream narratives. The mainstream discourse is shaped by social norms that stigmatize menstruation as taboo, restrict open discussions, and reinforce menstrual management practices that neglect women's health rights. These norms are further upheld by state policies and industrial control, which primarily promote the use of plastic-based sanitary pads without offering more sustainable alternatives. In contrast, Biyung Indonesia challenges this dominant narrative by advocating for openness, menstrual health education, and the promotion of cloth pads as a more environmentally friendly alternative. Through collaborations with Leafy Pads and Rumah KEWITA Papua, Biyung Indonesia actively raises awareness and provides inclusive education on menstrual health.
Menstrual discourse plays a crucial role in shaping gender equality, health rights, and environmental sustainability, making it a significant concern within social development and welfare studies. In the context of social development, menstruation is not merely a health issue but also a reflection of power structures that influence access to adequate information and facilities. The urgency of this issue has become increasingly evident with the rising global awareness of menstrual equity and the demand for more inclusive policies. While previous studies have explored menstrual stigma and reproductive health, little research has examined the intersection of menstrual discourse, power dynamics, and sustainable menstrual management. Addressing this gap, the present study investigates how grassroots movements such as Biyung Indonesia contribute to shaping alternative discourses and advocating for policy changes that better respond to women's needs.

Kata Kunci : Advokasi Perempuan, Kemiskinan Menstruasi, Hak Kesehatan Menstruasi, Diskursus

  1. S1-2025-480197-abstract.pdf  
  2. S1-2025-480197-bibliography.pdf  
  3. S1-2025-480197-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2025-480197-title.pdf