Pengaruh putusan kepailitan pada pengadilan niaga terhadap kewenangan debitur sebagai pihak dalam proses gugatan perdata pada pengadilan negeri
ZULFAHRI, Roedjiono, SH.,LL.M
2004 | Tesis | S2 Ilmu Hukum (Magister Kenotariatan)Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan tujuan mengetahui kewenangan debitur pailit sebagai pihak dalam proses gugatan perdata pada Pengadilan Negeri dan pelaksanaan putusan kepailitan pada Pengadilan Niaga dan putusan gugatan perdata pada Pengadilan Negeri yang saling bertentangan. Penelitian ini menitik beratkan pada penelitian kepustakaan dengan studi dokumen untuk mendapatkan data sekunder. Untuk melengkapi data sekunder, maka dilakukan penelitian lapangan kepada narasumber dengan menggunakan alat pengumpul data berupa wawancara. Data-data yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dan dibuat dalam bentuk laporan hasil penelitian yang bersifat deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, pertama, debitur pailit tidak mempunyai kewenangan sebagai pihak dalam perkara gugatan perdata pada Pengadilan Negeri berdasarkan Pasal 22 dan 24 ayat (1) UUK. Debitur pailit ada kemungkinan dapat menjadi pihak berdasarkan Pasal 24 ayat (2), 26 atau 27 dan 29 UUK. Di antara narasumber terjadi perbedaan pendapat, antara yang menyatakan debitur pailit berwenang sebagai pihak dan tidak berwenang sebagai pihak dalam gugatan perdata pada Pengadilan Negeri. Hal ini disebabkan perbedaan penafsiran pengertian hak mengurus harta kekayaan, dasar hukum yang digunakan oleh hakim dan kewenangan absolut Pengadilan. Pada RAKERNAS Mahkamah Agung dengan Pengadilan Tinggi Seluruh Indonesia di Surabaya, tanggal 25-29 september 2003, disepakati bahwa hakim pada Pengadilan Negeri harus menolak dan menyatakan gugatan tidak dapat diterima sepanjang menyangkut pengurusan harta pailit yang bersumber dari hubungan hukum harta kekayaan, apabila salah satu pihak debitur pailit. Kedua, pelaksanaan putusan pailit pada Pengadilan Niaga dan putusan gugatan (ganti rugi) pada Pengadilan Negeri dapat dilakukan dengan dua kemungkinan, yaitu perjumpaan utang, apabila putusan gugatan tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, sebelum putusan pailit diucapkan atau masuk dalam harta pailit, yaitu apabila putusan gugatan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap setelah adanya putusan pernyataan pailit dan dapat dilakukan eksekusi selama kepailitan debitur berlangsung.
This research is normative juridical, which aims to study the bankrupt debtor’s authority as a party in the process of civil claim in the Commercial Court in the District Court and the execution of bankruptcy decision by the Commercial Court, and decisions of civil claim in the District Court that are contradictory to each other. The research focuses on library research through document study to obtain secondary data. It also conducts field research to complete the data by interviewing the resource persons. The data collected are analyzed qualitatively and the results are presented in a written report descriptively. The research results reveal that 1) bankrupt debtor does not have an authority to be a party in the case of civil claim in the District Court based on Articles 22 and 24 item (1) of the Act of Bankruptcy. Bankrupt debtor still possibly has the authority to be a party according to Articles 24 item (2), 26 or 27 and 29 of the Act on Bankruptcy. The resource persons hold different opinions: some state that a bankrupt debtor has the authority as a party, but some state that he does not have it in the civil claim in the District Court. These different opinions result from the differences in the interpretation on the rights to manage property and the legal base used by the judges, and the absolute authority of the Court. In the National Meeting (RAKERNAS) of the Supreme Court and the District Courts throughout Indonesia held in Surabaya on 25-29 September 2003, the forum agreed that the judges in the District Court must reject, and declare that the complaint is unacceptable if it concerns with the settlement of bankrupt property that originates from legal relation of that property, and when one of the parties is a bankrupt debtor. 2) The execution of bankruptcy decision in the Commercial Court and claim decision (compensation) in the District Court can be performed in two ways: by debt calculation, if the complaint decision has a fixed legal force and is made before the bankruptcy decision is declared, or by entering into the bankrupt property, if the claim decision has a fixed legal force after the bankruptcy decision is declared and the execution can be carried out during the effective term of debtor’s bankruptcy.
Kata Kunci : Hukum Kepailitan,Debitur Pailit,Gugatan Perdata, Bankrupt debtor, party, civil claim