Kehidupan keagamaan masyarakat di tengah perubahan :: Islam di Surabaya Akhir Abad XIX-Awal Abad XX
MAIMUNAH, Siti, Prof.Dr. Bambang Purwanto, MA
2004 | Tesis | S2 SejarahPada akhir abad XIX dan awal abad XX terjadi perubahan yang pesat dan besar di Surabaya dalam bidang sosial ekonomi. Surabaya menjadi pusat industri gula yang penggilingan dan pemrosesannya sudah menggunakan mesin uap (1860). Pada tahun 1870 dengan adanya Undang-undang Gula dan Undangundang Agraria, Surabaya terbuka lebar bagi masuknya modal swasta, sehingga banyak investor Asing yang masuk ke sana. Surabaya juga menjadi kawasan perdagangan internasional yang penting dan juga merupakan titik sentral dari jaringan perdagangan dan pelayaran yang luas yang meliputi seluruh kepulauan Indonesia bagian timur. Pada tahun 1910-1920-an merupakan masa emas industri gula, pelabuhan Surabaya dibangun, sehingga menjadi pelabuhan yang canggih di Asia Tenggara. Dibuka pula jaringan kereta api dan trem serta bengkel rekayasanya. Pada awal abad XX industri Surabaya ditandai dengan diversifikasi barang-barang konsumsi. Akan tetapi, ketika terjadi depresi ekonomi besar-besaran pada tahun 1930-an, perdagangan dengan luar negeri menjadi mandeg dan perekonomian di Surabaya mengalami kemunduran. Pada awal abad XX terjadi pula perkembangan Islam di Surabaya. Sekitar tahun 1910-1930-an dapat dikatakan bahwa Surabaya merupakan salah satu pusat pergerakan Islam di Indonesia. Hal ini ditandai dengan berdirinya berbagai organisasi Islam, madrasah atau sekolah-sekolah Islam, dan pers Islam. Kepedulian mereka dalam memperdalam agama Islam juga dapat dilihat dari tumbuh suburnya pembicaraan-pembicaraan atau diskusi, bahkan debat. Meskipun hal ini membawa dampak negatif, yakni timbulnya perpecahan di kalangan umat Islam, tetapi iklim semacam itu akan mendorong umat Islam untuk mengkaji kembali ajaran Islam dan akan memperluas cakrawala pemikiran. Sebagai konsekuensi logis dari situasi itu, maka umat akan memberikan perhatian yang lebih terhadap ajarannya dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Perubahan yang terjadi dalam bidang keagamaan saat itu tidak bisa dilepaskan dari perubahan dalam bidang sosial ekonomi, sebab pembentukan organisasi, pendirian sekolah dan penerbitan pers tidak mungkin bisa dilaksanakan tanpa adanya dana yang memadai. Adanya kebijakan kolonial Belanda tentang liberalisasi ekonomi, asosiasi kultural dan politik etis juga merupakan faktor yang berperan dalam hal itu. Kebijakan kolonial Belanda itu telah membuka cakrawala pemikiran umat Islam dan menimbulkan kesadaran akan nasib bangsanya serta mendorong munculnya kebangkitan umat Islam atau sedikitnya intensifikasi Islam. Faktor lain yang tidak bisa diabaikan adalah adanya kesadaran orang tua untuk mengirimkan anak-anak mereka ke Mekah atau Mesir untuk memperdalam ajaran Islam. Sebagian besar mereka yang pulang dari sana membawa pemikiran pembaharuan Islam yang dipelopori oleh Muhammad Abduh.
By the end of 19th and the early 20th century, in Surabaya there happened a great and rapid change in the socio-economical sector. Surabaya became the centre of sugar trade whose milling and processing had used steaming machine (1860). In 1870 due to the rules on Sugar and Agrarian, Surabaya was open for privates investors so that many foreign investors came there. It was both the international- strategic trade area and the centre of vast trading and shipping network including East Indonesia archipelago. In 1910s-1920s the golden era for sugar industry, Surabaya's sophisticated anchorage in Southeast Asia was established. Besides, railways, tram lanes, and their repair shops were made. At the beginning of 20th century, Surabaya industry was signed with the verified consumption commodities. However, when there had happened hugely economic depression in 1930s, the trading with foreign countries came to stand still and the economic affair in Surabaya declined. At the early 20th century, Islam also grew in Surabaya. In around 1910s till 1930s it could be said that Surabaya was one of the Islamic movement centers in Indonesia. This could be seen from the establishment of Islamic organization, Islamic schools and Islamic peers. The attention of surabayanese people to deepen Islamic theaching could also be seen from the growth of Islamic discussions and debates on Islam. In spite of the fact that the condition let to disseasion among muslims, it would led the muslims to restudy their Islamic teaching and to broaden their Islamic thinking. In consequence, they would paid more attention to their religions teachings than they did. The changes in the religions domain at the time could not be separated from the change in the socio-economical sector. This was due to the fact that the establishment of organizations, schools, and the press publishing were impossible to do without sufficient found. The Dutch colonial policies on liberalization, cultural association and ethical politic were also the factors that played very important role in it. The policies had opened Muslims' mind, had made them aware of their nation destiny, and had brought about the emergence of Muslims awakening or at last the intensification of Islam. The other factor that had to be considered was the consciousness of their parents to deliver their children to Mecca or Egypt in order to broaden Islamic knowledge. Most of them coming back to their hometown brought reformed Islamic thinking of Muhammad Abduh.
Kata Kunci : Sejarah Indonesia,Islam di Surabaya,Akhir Abad XIX,Awal Abad XX