ANALISIS DAYA SAING EKSPOR DAN IMPOR INDUSTRI PETROKIMIA INDONESIA DIBANDINGKAN DENGAN NEGARA NEGARA ASEAN

Namira Aulia, Prof. Ir. Nur Aini Masruroh, ST., M.Sc., Ph.D., IPU., ASEAN Eng.

2025 | Skripsi | TEKNIK INDUSTRI

Industri petrokimia merupakan sektor strategis yang berperan penting dalam menyediakan bahan baku untuk berbagai industri hilir. Industri ini termasuk salah satu industri hulu prioritas yang tertuang pada RIPIN 2015-2035. Namun, daya saing industri petrokimia Indonesia masih menghadapi tantangan, termasuk ketergantungan impor yang tinggi dan persaingan dengan negara ASEAN lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keunggulan dan kompetitif dari daya saing ekspor dan impor industri petrokimia Indonesia dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dalam tiga klaster utama: olefin, aromatik, serta parafin dan gas sintetik. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji kebijakan impor dan ekspor yang sesuai berdasarkan proyeksi daya saing hingga tahun 2030. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menentukan keunggulan komparatif, Competitiveness Index (CI) untuk menentukan keunggulan kompetitif, dan time series forecasting untuk melakukan proyeksi daya saing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam klaster olefin, produk dengan daya saing ekspor dan impor yang unggul adalah Styrene, EDC, Acrylic acid, PVC, dan Plastik, sedangkan yang paling lemah adalah Ethylene, Propylene, Propyleneoxide, dan Butanol. Pada klaster aromatik, Serat Sintetik memiliki daya saing yang paling unggul, sementara Caprolactam memiliki daya saing terendah. Untuk klaster parafin dan gas sintetik, Ammonia dan Formic Acid menunjukkan daya saing ekspor dan impor yang paling unggul, sementara Ethyl acetate memiliki daya saing terendah. Secara keseluruhan, klaster parafin dan gas sintetik memiliki daya saing paling unggul dibandingkan dengan ASEAN, diikuti oleh klaster aromatik dan terakhir klaster olefin. Berdasarkan analisis proyeksi hingga 2030, kebijakan impor perlu diperketat terutama pada klaster aromatik, sementara peningkatan kapasitas produksi perlu dilakukan terutama untuk bahan baku petrokimia yang tidak unggul. Ekspor klaster olefin dan aromatik perlu ditingkatkan, sementara keunggulan ekspor klaster parafin dan gas sintetik harus dipertahankan sembari memastikan keseimbangan pertumbuhan ekspor lain. Penelitian ini memberikan wawasan bagi pelaku industri maupun pembuat kebijakan untuk dapat meningkatkan daya saing industri Petrokimia terutama di ranah ASEAN. 

The petrochemical industry is a strategic sector that plays a crucial role in supplying raw materials for various downstream industries. It is one of the priority upstream industries outlined in Indonesia’s Industrial Development Master Plan (RIPIN) 2015–2035. However, the competitiveness of Indonesia’s petrochemical industry still faces challenges, including high import dependence and competition with other ASEAN countries. Therefore, this study aims to analyze the comparative and competitive advantages of Indonesia’s petrochemical export and import competitiveness compared to ASEAN countries in three main clusters: olefins, aromatics, and paraffins & synthetic gases. Additionally, this study examines appropriate import and export policies based on competitiveness projections until 2030. The research employs the Revealed Comparative Advantage (RCA) method to determine comparative advantage, the Competitiveness Index (CI) to assess competitive advantage, and time series forecasting to project future competitiveness. The findings indicate that in the olefin cluster, the highest export and import competitiveness is observed in Styrene, EDC, Acrylic acid, PVC, and Plastics, while the weakest products are Ethylene, Propylene, Propylene oxide, and Butanol. In the aromatic cluster, synthetic fibers have the highest competitiveness, whereas Caprolactam has the lowest. Meanwhile, in the paraffins & synthetic gases cluster, Ammonia and Formic Acid show the strongest competitiveness, while Ethyl Acetate is the weakest. Overall, the paraffins & synthetic gases cluster exhibits the highest competitiveness compared to ASEAN, followed by the aromatics and olefins clusters. Based on the projection analysis until 2030, import policies need to be tightened, especially in the aromatic cluster, while production capacity should be increased, particularly for non-competitive petrochemical raw materials. Exports of the olefin and aromatic clusters need to be enhanced, while the export advantage of the paraffin and synthetic gas clusters must be maintained, ensuring a balanced growth of other exports. This study provides insights for industry players and policymakers to enhance the competitiveness of the petrochemical industry, particularly within the ASEAN region.

Kata Kunci : Industri petrokimia, Keunggulan komparatif, Keunggulan kompetitif, Daya saing ekspor, Daya saing impor, Time Series Forecasting